Sadewa (Chapter 93)

13 5 0
                                    

Dewa dan Benny menemani Rima yang menutup matanya. Akan tetapi, para pria itu tahu bahwa wanita paruh baya itu masih sadar. Mereka harus terus mengajak Rima berkomunikasi agar bisa mendapatkan respon. Namun apapun yang mereka katakan, Rima hanya bisa melihat tanpa mengeluarkan reaksi apapun.

"Ben, coba deh, Mama lo beliin makanan yang paling beliau suka," Dewa memberi saran. "Mungkin aja habis gitu beliau bakal ngerespon,"

Benny berpikir sejenak. Ia tidak tahu apa yang harus dia beli. Sebab, Rima sangat suka berbagai jenis makanan.

"Tapi apa yang harus gue beli?" tanya Benny.

"Ya apa aja," sahut Dewa.

Benny teringat sesuatu. Ia pun menghampiri Rima.

"Ma, Mama kan minta ke aku buat beliin bakso kalau aku udah balik ke Jakarta," gumam Benny sembari tersenyum. "Jadi sekarang, aku beliin bakso. Mau ya?"

Rima tak merespon. Wanita paruh baya itu hanya bisa menatap Benny. Hal itu membuat Benny jadi semakin sedih dan tak tega melihatnya.

Dewa lalu menepuk pundak Benny.

"Udah, beliin aja. Biar gue yang jaga," ujar Dewa. Benny pun pergi dari ruangan itu.

Begitu berada di ruang tamu, Benny melihat pria berambut gondrong itu masih bertamu di sana ditemani oleh Rio dan istrinya. Ia sangat penasaran. Apa yang akan dilakukan oleh Ki Slamet di rumahnya?

"Mau ke mana lo, Ben?" tanya Rio.

"Beli bakso buat Mama," sahut Benny.

Benny mencoba mendengarkan percakapan mereka sejenak. Namun, ia sangat buru-buru. Tapi, ia mendengar sekilas bahwa pria gondrong itu akan bermalam di rumahnya ...

*****

Benny telah kembali ke rumahnya dengan tiga kantong plastik bakso di tangannya. Sementara di kamar Rima telah disediakan mangkok, sendok, dan juga garpu oleh Dewa. Mereka pun menuangkannya di mangkok itu.

"Nih, Ma, baksonya udah datang. Jadi, Mama harus makan, ok?" pinta Benny. Namun, Rima masih menutup matanya. Mereka tahu bahwa wanita itu masih sadar. Oleh karena itu, mereka harus terus mengajak Rima berkomunikasi.

Dewa pun memiliki sebuah ide. Ia mendekatkan bakso yang ada di tangannya ke hidung Rima. Ia sengaja mengiming-ngimingi wanita itu.

"Wah, Tante, dari aromanya sih kayaknya enak banget!" seru Dewa. Rima lalu membuka matanya dan melirik ke arah Dewa. Pria itu menyadarinya. Namun, ia tidak mau berhenti di situ saja.

"Yakin Tante nggak mau? Kalau nggak mau, aku aja yang makan," Dewa pun menusuk pentol bakso itu dengan garpu dan hendak memasukkannya ke mulutnya secara perlahan-lahan. Ia berharap agar wanita itu menghentikannya sekarang.

Mulut Rima terbuka lebar sembari melihat Dewa bersama dengan bakso di tangannya.

"Aaaaaa ..." Rima mengeluarkan suara sembari melihat bakso itu. Dewa pun tersenyum penuh haru. Sedangkan Benny, ia benar-benar tidak menyangka bahwa Rima akan memberi respon. Ia sangat terharu hingga berurai air mata. Pria itu pun segera menghapus air matanya dan buru-buru memanggil Rio dan Ria.

Dewa memotong pentol bakso itu dengan garpu dan meniupnya agar wanita paruh baya itu bisa memakannya. Ia pun menyuapi Rima. Sebuah senyuman tampak tersungging di bibir wanita itu.

"Gimana? Enak kan, Tante?" tanya Dewa dengan senyuman ceria. Rima hanya mengangguk pelan.

Benny, Rio, dan juga Ria begitu terharu melihatnya. Mereka pun segera menghampiri Rima.

"Ma, ini Benny. Masih ingat nggak?" tanya Benny dengan semangat. Ia sangat berharap bahwa ibunya bisa menjawabnya saat ini.

"B-Ben ..." Rima berkata-kata dengan tertatih. Itu sudah membawa kebahagiaan tersendiri untuknya.

Kisah SadewaWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu