Chapter 13 - Nabila [BONUS]

1.4K 54 0
                                    

Ditulis Oleh : Rianty

****

Aku berlalu dari hadapan Gus Bilal berjalan menyusuri setapak beriringan dengan Sarah yang sepanjang jalan memilin ujung hijabnya, pikiranku sekarang terbagi antara ucapan Gus Bilal tadi dengan apa yang terjadi pada Bu Nyai.

"Nabila, sampean langsung ke kamar Ning Azizah."

Bu Nyai yang menungguku di ruang tengah ndalem langsung membawaku ke depan pintu kamar Ning Azizah, wanita itu katanya sejak pagi tadi muntah-muntah.

Aku mengetuk pintu pelan, diiringi ucapan salam, tak lama pintu terbuka wajah Gus Fahmi pertama terlihat. Pria itu mengangguk lalu ia keluar kamar membiarkan aku dan istrinya berdua di dalam.

"Asalamualaikum, Ning." Kulihat wanita itu sedang terbaring selimut menutupi seluruh badannya.
Ia membuka mata pelan, lalu akan duduk ketika aku mendekat.

Aku duduk di sisi ranjang, Ning Azizah begitu pucat sejak pagi tak ada makanan yang berhasil masuk ke dalam perutnya. Trimestri ketiga sangat membuat pusing tak bisa mencium bau masakan, bau nasi, ikan sayur.

Kamar di biarkan gelap kain gorden hijau muda menutup jendela dengan rapat, AC di matikan membuat sedikit gerah. Lalu pewangi ruang menyeruak di indra penciuman, beberapa tumpukan tissu memenuhi tempat sampah.

"Saya mau makan masakan kamu, La." Ning Azizah merapikan rambutnya.

Aku mengangguk paham, masih mengamati wajah wanita yang perutnya makin membesar, bibirnya pucat.

"Ning mau makan apa?" Aku menaruh bantal pada posisi yang benar. Wanita itu bersandar, tersenyum hampir tak terlihat.

"Orem-orem buatan kamu enak, La. Buatkan saya itu aja." Aku mengangguk lagi. Melangkah menuju pintu Gus Fahmi sudah masuk menemani istrinya dengan kertas hitam di tangan di ikuti dokter wanita di belakangnya.

"Gimana dengan Ning Azizah, La."

Bu Nyai menghampiri saat aku baru memasuki dapur, terlihat kekhawatiran di wajah sepuh itu. Aku tersenyum menenangkan lalu mengatakan apa yang menantu pertama ndalem itu inginkan.
Bu Nyai cekatan mempersiapkan bahan-bahan makanan yang akan aku masak, menyuruh beberapa Kang ndalem mengambil tempe dan telur di pawon gedhe.

Tak butuh waktu lama orem-orem yang Ning Azizah inginkan sudah siap, aku menaruh di mangkuk besar dan teh hangat di atas nampan, segera membawanya ke kamar wanita yang telah menungguku itu.

Aku kepayahan saat akan membuka pintu nampan di tangan dan bagaimana caranya aku memutar knop pintu? Menatap ke sekeliling mencari bantuan.

"Silakan."

Aku terperajat kaget saat suara berat itu di belakangku, tersenyum lalu menyuruhku masuk dengan gelengan kepala.

"Maturnuwun, Gus.

Aku menunduk, lalu melewati pria berkemeja biru muda itu, ia menarik kembali pintu kamar.
Ning Azizah dan Gus Fahmi duduk di sofa, pria berkaus hitam itu memijat- mijat lengan istrinya. Aku menaruh makanan di atas meja.

"Makan dulu, ya."

Gus Fahmi meraih mangkuk berisi orem-orem, menyuapkan pada istrinya, aku pamit keluar membiarkan pasangan itu berduaan.

"Gimana dengan Mbak Azizah? Sudah bisa makan."

Syafa bertanya saat aku melewati ruang tengah, gadis itu sedang duduk di sofa bersama Gus Bilal sepertinya sedang mengerjakan sesuatu, aku mengangguk pelan dengan senyum kecil. Wanita muda itu menarik napas lega.

***

Semburat merah menghiasi langit Malang, angin bertiup menerpa wajahku. Kali ini aku tak berselera keluar asrama duduk mengobrol bersama kedua temanku yang sekarang pasti sedang menyantap mie di pawon gedhe.

Ning Nabila [SUDAH TERBIT✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang