Chapter 3 - Nabila

1.4K 80 1
                                    

Ditulis oleh: Rianty
~~~~'

Nabila Pov

Aroma pop mie masih menguar, tapi aku tak berselera untuk menyentuhnya pembicaraan Bu Nyai dengan Gus Bilal tentang keluarga pendiri Pondok Pesantren Tholabul Ilmi masih terus tergiang bahkan seakan terus berputar-putar di kepala.

Meski tak pernah saling menyapa, ada rasa rindu ingin memeluk lelaki paruh baya yang gambar dirinya terpajang di dinding ruang tamu ndalem.

Apa mungkin dia tau kalau di sini ada seseorang yang sangat merindukan kasih sayangnya, kehangatannya.

Aku lahir dari wanita yang menyandang status sebagai istri kedua dari sosok yang di segani itu. Namun mereka bercerai. Entah kenapa? Yang aku tahu aku hidup tanpa sosok pria yang di sebut sebagai Ayah.

Dalam diri, maupun identitas. Kami hilang kontak, Ummah mengajak pindah setelah menjual rumah lama sebab terbentur ekonomi. Aku dan Ummah pindah ke luar kabupaten.

Aku tidak pernah tahu apa alasan Ummah mau menjadi istri kedua, dan juga alasan kenapa mereka berpisah. Meski rasa penasaran kian membuncah seiring usiaku yang semakin dewasa. Tapi, aku tak mungkin bertanya.

Pernah sekali kutanyakan alasan itu. Tapi belum sampai Ummah menjawab, air mata beliau luruh dengan derasnya. Aku pun tak kuasa memaksa meminta penjelasan.

"Intinya, Abahmu orang baik, La. Jika Ummah sudah tidak ada hubungan lagi, tapi ... tidak dengan kamu sebagai putrinya. Berkunjunglah, Nak."

Hanya itu jawaban yang kuterima dan kutahu. Tidak ada lagi, sampai hari ini. Menjadi alasan mengapa enggan berkunjung, Ummah masih belum bisa menceritakan masa lalu, dan aku pun masih menunggu sampai beliau siap dan memberi penjelasan.

"La, ngalamun wae. Itu pop mienya di makan keburu dingin."

Jentikan dan suara Sarah membuyarkan lamunanku, pop mie yang berada di hadapan segera kusantap, tanpa menghiraukan tatapan Sarah dan Nisa.

"La, sampean benaran kemaren mukul Guse, La?"

Aku menoleh, lalu berdehem sebagai jawaban. Nisa duduk tepat di sebelahku tubuhnya di miringkan kami sekarang berhadapan, ia melonggo tak percaya.

"Kulo ndak tau kalau itu gus Bilal." Aku menarik napas panjang. "Lagian kejadianya itu menegangkan sampean kan tau kulo penakut, Sa. Kulo kira guse itu maling. Yang biasa mencuri uang," terangku panjang lebar.

Mereka hanya mangut-mangut.

"Iya sih." Nisa meraih gelas berisi air minum milikku.

Ia meneguknya sampai tandas. Aku menghujamnya dengan tatapan ia hanya cengar cengir memperlihatkan deretan gigi putihnya.

Gadis ajaib, Sarah segera meraih gelasnya lalu menegunya, benar-benar tak setia kawan mereka ini.

Terpaksa aku harus mengambil minuman lagi, dengan sedikit mengomel aku menuruni anak tangga berjalan ke arah kantin mencari minuman yang manis-manis.

Minuman terbuat dari jeruk berkemasan mungil kupilih sebagai penghilang dahaga.

🌿🌿🌿🌿

Sedikit berlari kecil menuju kelas, sesekali melirik benda melingkar di pergelangan tanggan.

"Duh telat nih."

Hari ini adalah pelajaran Faraidh yang di bawa oleh Kang Andi. Ia tak akan segan-segan menghukum bila ada santri yang telat masuk di jam pelajarannya.

Ia lebih menakutkan dari Gus Fahmi atau mungkin Gus Bilal. Ahh ... Sarah dan Nisa memang keterlaluan tak menungguku lebih dulu.

Dengan napas ngos-ngosan akhirnya aku sampai di depan pintu kelas, tapi sepertinya usahaku untuk lebih cepat agar tak ketahuan terlambat sudah tak ada gunanya. Sudah ada lelaki berdiri di ambang pintu dengan posisi memunggungiku.

Ning Nabila [SUDAH TERBIT✔]Where stories live. Discover now