Chapter 6 - Gus Bilal

1.2K 84 1
                                    

Ditulis Oleh : Ferdi Andreas

~~~~
Gus Bilal Pov

Usai menunaikan salat jumat aku beranjak menuju perpustakaan ndalem, aku baru saja teringat akan tempat itu, tempat biasa aku menambah wawasan, tempat pertama kali abah menunjukan padaku, betapa indahnya wawasan mengenai semua hal yang berbau akidah, akhlak, dan sebagainya.

Aku mengambil salah satu buku yang sudah tampak usang di rak tersebut, buku setebal kamus berjudul 'Ahlussunah Wal Jamaah Islam Wasathiyah' karangan A. Fatih Syuhud. Membukanya. Lalu, membacanya perlahan. Seulas senyum kuukir di wajah kala mengingat betapa semangatnya abah dulu membacakan buku ini untukku.

Kurang lebih lima halaman sudah kubaca, sebelum suara gelak tawa di luar sana menghentikan kegiatanku, aku pun menutup buku tersebut, bersamaan dengan itu, indra pendengaranku juga menangkap suara deritan pintu ditutup.

Aku pun menaruh buku setebal kamus itu ke tempat asalnya, lalu menyembulkan kepala dari balik rak untuk melihat, siapa yang baru saja masuk perpustakaan di siang bolong seperti ini. Dan aku hanya menghembuskan napas pelan kala melihat sosok itu tertunduk dengan napas yang menurutku tidak begitu setabil, bulir bening juga membasahi dahinya.

Aku pun keluar sepenuhnya dari balik rak buku. Bersekedap dada, lalu berdehem singkat. Gadis itu tampak terkejut sembari mendongakkan wajahnya menatapku. Dia tak bereaksi sama sekali, justru keringatnya semakin banyak. Kembali aku berdehem dan dia tetap saja tidak bereaksi. Sebegitu terkejut kah dia?

"Ngapain sampean di sini?" tanyaku akhirnya.

Gadis itu--Nabila, dia membuka mulut ingin merespon ucapanku. Tapi, mulutnya kembali mengatup. Ia malah menundukkan kepalanya.

"Maaf menganggu, Gus, saya ... saya mau ...." Ucapannya berhenti begitu saja.

"Mau apa?" tanyaku dengan alis saling bertaut.

"Mau bersihin perpus, Gus," jawab gadis itu bergetar nada bicaranya. Sudut bibir ia tarik seolah menahan sesuatu.

"Bersihin perpus?" tanyaku penuh selidik. Aku mengamati saksama. Jika mau bersih-bersih, mana alatnya? Kemoceng misal? Atau lap? Dia masuk dengan tangan kosong.

Nabila hanya mengangguk pelan dengan senyum kecut.

"Sampean lebih mirip kayak orang ngumpet, dari pada orang yang mau bersih-bersih," kataku kemudian.

"Se--serius, Gus. Saya mau bersih-bersih," sanggahnya masih tak beringsut dari tempatnya. Semakin menyudutkan diri pada pintu.

Aku hanya berdecak melihatnya. Sebenarnya apa yang tengah dilakukan gadis itu di sini? Jelas sekali, dia sama sekali tidak terlihat seperti orang yang hendak bersih-bersih. "Kemoceng? Lap? Jika bersih-bersih, mana?" tanyaku kembali.

"Hm?" Gadis itu mencondongkan wajah sesaat, kemudian mengamati diri. "Oh ... iya, lupa, Gus. Saya ... saya ambil di belakang." Sejurus kemudian gadis itu hendak berbalik badan dan meninggalkan ruang ini.

"Tunggu," cegahku.

Dia pun mematung di ambang pintu tanpa berniat membalik tubuhnya menatapku. Aku berjalan mendekat ke arahnya. Kurang lebih tiga meter dari Mbak Nabila aku pun menghentikan langkah.

"Ke--kenapa, Gus?" tanyanya terbata sembari perlahan berbalik ke arahku.

Aku mengambil sebungkus tisu dari saku koko putih yang kukenakan. Lalu menyodorkannya pada Mbak Nabila, ia tampak bingung sembari menatapku dan sebungkus tisu itu secara bergantian.

"Ambil," kataku datar.

Terlihat kerutan di dahinya. dia ... dia terlihat manis di mataku, astagfirullah, segera kualihkan pandangan ini sembari menggerakan sebungkus tisu yang belum diambilnya.

Ning Nabila [SUDAH TERBIT✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang