Chapter 9 - Nabila

1.2K 89 2
                                    

Ditulis Oleh: Rianty

~~~~

Nabila PoV

Para santri memenuhi gedung Aula, hari ini ada kajian rutin setiap tahun yang di pimpin langsung oleh Abah Yai untuk memperingati berdirinya pesantren Darrul Qur'an pada tanggal  23 april nanti, sampai beberapa hari ke depan pondok akan mengadakan berbagai lomba yang di ikuti seluruh santri, untuk tingkat Tsanawiyah mungkin akan ada cerdas cermat.

Hampir sejam kami mendengarkan ceramah Kiai, tak sedikit pun di antara kami merasa bosan karena beliau menyisikan guyonan di sela ceramahnya, tak jarang saat beliau di undang untuk mengisi kajian selalu di padati jama'ah dari berbagai daerah di jawa timur. Selain santai dan ringan kita bisa mendapat ilmu juga hiburan secara bersamaan.

Kajian berakhir dengan doa majelis yang di pimpin oleh Kang Hasan, para santri bersilewaran keluar Aula kami hampir berdesak desakan, para santri putra lebih dulu keluar lalu di ikuti santri putri untuk menghindari hal-hal yang tak di inginkan.

Matahari mulai meninggi, jam menunjukan pukul delapan pagi. Udara di bawah pohon ketapang yang membentuk payung menutupi bangku-bangku panjang di bawahnya.

Aku meneguk beberapa kali air mineral yang di bagikan tadi saat di aula. Membaca buku sambil menunggu kedua sahabatku kembali dari kamar mandi yang mungkin sedang terjadi antrian panjang.

*Diberitahukan kepada santriwati yang bernama Nabila Zafira agar segera keruang kunjung.

Samar-samar suara itu terdengar di tengah keriuhan para santri yang sedang bercanda di dihalaman pondok.

Aku segera bangkit dari duduk, mengambil buku-buku yang sedang kubaca tadi lalu berjalan menuju ruang yang di maksud.

Di sebuah ruangan khusus pertemuan santri dan walinya, di mana mereka bisa bersua barang sejam atau dua jam selama tidak mengganggu kegiatan. Ruangan berukuran 4×5 meter mirip gazebo ini berada tak jauh dari gerbang pesantren. Beberapa kali mengucapkan salam namun tak kunjung terdengar jawaban dari dari Ummah.

Pelan kudekati wanita yang aku yakini adalah ummah, aku memeluk dari belakang sontak membuat Ummah sedikit kaget lalu memukul lenganku pelan.

Aku terkekeh, beliau menjawir pipiku sambil tersenyum, dilihat dari matanya yang mencipit ... ah makin tak terlihat saja mata itu saat tertawa.

Aku mencium takzim lalu memeluknya lama, sudah cukup lama beliau tak berkunjung karena kesibukan Ummah yang mengurus beberapa usaha baru yang sedang ditekuni.

Beliau menyodorkan tiga paper bag, berlambang nama butik baru Ummah.

"Ini jaket keluaran baru dari butik Ummah, itu buat kedua teman kamu ... ini untuk anak gadis ummah yang cantik Insya Allah soleha." Aku meraihnya lalu merogok isi di dalamnya.

Jaket berwarna Army yang panjang sampai ke lutut, desainnya aku suka sangat apik. Juga jahitannya benar-benar rapi.

"Terimakasih Ummah," ucapku lalu mengecup pipinya sekilas.

"Di pakai, La. Jangan jadi hiasan lemari saja. Ini musim hujan kamu memerlukannya," katanya.

Aku menatap wajah cantik di hadapan, tanpa merespon ucapanya. Beliau begitu cantik menurutku dengan mata cipit,kulit putih hidung bagir.

Suara lantunan ayat suci terdengar, jam menunjukan pukul 10,35. Sebentar lagi sholat jum'at.

Aku jadi teringat akan beberapa waktu terakhir saat Kiai Abdullah yang sedang sowan, ingin mengatakan itu pada Ummah namun takut beliau tersinggung.

Ning Nabila [SUDAH TERBIT✔]Where stories live. Discover now