Chapter 12 - Gus Bilal [END]

1.9K 71 3
                                    

Ditulis Oleh : Ferdi Andreas

~~~
Gus Bilal Pov

Malam ini, usai menunaikan salat magrib, aku, Mas Fahmi dan Kang Hasan duduk di teras ndalem sembari mengobrol ringan, sesekali kami tergelak ketika Kang Hasan menceritakan pengalaman konyolnya saat mengajar santri putra, obrolan terusan mengalir, hingga fokusku teralihkan oleh sosok yang tadi sore membuatku gusar bukan kepalang.

Usai menanyakan hubungannya dengan Kiai Abdulah, wajah Nabila berubah pias. Gadis itu juga tampak tak nyaman kala mendengar pertanyaanku. Gadis itu juga sempat membuat beberapa mbak ndalem sibuk mencarinya karena Mbak Azizah tidak dapat menemukan keberadaannya.

Aku sempat panik juga ketika mendengar gadis itu tidak dapat ditemukan, karena rasa khawatir menyelimuti hati, diam-diam aku pun ikut mencari sosok itu sembari merapal doa agar tidak terjadi apa-apa padanya.

Setengah jam berlangsung aku menyusuri beberapa tempat yang sering dikunjungi gadis itu, kulihat Mbak Azizah keluar dari asrama putri sembari mengusap wajahnya dengan kedua tangan, dia tampak mengembuskan napasnya lega. Aku pun menghampiri Mbak Azizah dan menanyakan kenapa dia baru saja keluar dari asrama putri, beliau mengatakan dia mencari Nabila dan ternyata gadis itu ada di kamar sedang tertidur pulas. Dalam diam aku merasa lega mendengarnya.

“Dek, Bilal? Sampean kenapa to?”

Suara Mas Fahmi menyadarkanku dari lamunan, lalu mengusap wajah dengan kedua tangan agar fokus kembali ke obrolan yang sedang berlangsung.

“Nggak, nggak papa kok, Mas,” balasku sembari tersenyum samar.

“Fokusmu kemana to? Dari tadi diem aja?” tanyanya lagi.

“Kepikiran sama lembar jawaban anak-anak yang belum aku koreksi, Mas,” jawabku asal. Mungkin Mas Fahmi sebenarnya tahu apa yang tengah kupikirkan, tapi tak mungkin dia membahasnya di sini karena ada Kang Hasan di antara kami.

“Monggo, Gus, kalau mau mengoreksi, nanti kelupaan,” kata Kang Hasan menimpali.

“Iya juga, Kang,” balasku.

Detik berikutnya entah kenapa ada sesak menyeruak di dada ini kala melihat Kang Hasan langsung mengalihkan pandangan ketika sosok Nabila masuk ke ndelem melalui pintu depan, Kang Hasan tersenyum, pandangannya tak teralihkan bahkan saat Nabila sudah berada di ndalem.

Mas Fahmi menyikutku, fokusku kini teralihkan kepadanya. “Kamu kenapa?” tanya Mas Fahmi tanpa suara, aku menggeleng samar sebagai jawaban.

“Nabila cantik, ya, Gus,” kata Kang Hasan tiba-tiba dengan senyum yang masih terpatri di wajahnya.

“Yo jelas cantik to, Kang, kan, dia keturunan chinnes,” sahut Mas Fahmi sembari terkekeh pelan.

Entahlah, perasaan apa ini. Kenapa terasa ada yang terbakar di dalam sana ketika Nabila dipuji oleh orang lain, rasa tidak terima itu menguasai diri. Astagfirullah, kutepis semua perasaan yang baru saja menghinggapi.

“Mas, Kang, aku permisi dulu, ya, mau lanjutkan pekerjaanku dulu, wassalamu'alaikum,” pamitku sebelum beranjak ketika mereka menjawab salam.

Saat melewati ruang tamu ndalem, aku hanya tersenyum singkat ke arah Mbak Azizah yang menayapa. Dia terlihat senang mengobrol dengan Nabila, saat mata ini bersitatap dengan netra Nabila, aku hanya menikmatinya sedetik, detik berikutnya langsung kualihkan pandangan sembari melanjutkan langkah ke kamar.

***

Embun masih menghiasi suasana di pagi hari. Beberapa santri yang melakukan lari pagi menyapa saat berpapasan denganku dan Mas Fahmi yang sedang jalan santai menikmati udara segar di jalan setapak sekitaran pondok.

Ning Nabila [SUDAH TERBIT✔]Where stories live. Discover now