Chapter 10 - Gus Bilal

1.2K 70 0
                                    

Ditulis oleh : Ferdi Andreas

~~~

Gus Bilal Pov

Siang itu aku baru saja selesai memberikan pelajaran mengenai akidah dan akhlak di Madrasah Aliyah Nurul Jannah sebagai guru undangan. Karena tidak ada jadwal mengajar di pondok aku pun menerima undangan itu dengan senang hati.

Setelah berpamitan dengan kepala sekolah selaku orang yang mengundangku untuk mengajar di sini. Aku pun langsung bergegas pulang menggunakan Sedan hitam milik abah yang kupinjam.

Cukup jauh jarak yang kutempuh untuk pulang ke pondok. Salah satu rute yang harus di dilewati adalah pasar tradisional yang cukup padat di bagian luarnya. Saat melewati pasar itu, dengan hati-hati aku mengendari sedan hitam ini agar tidak menyerempet atau menabrak seseorang. Hingga mata ini tak sengaja menangkap sosok yang sudah tidak asing lagi tengah duduk di halte.

Tanpa sadar kedua sudut bibirku tertarik membentuk sebuah senyuman. Kuhentikan sedan hitam ini dan sedikit menurunkan kaca jendela lalu keluar dari mobil. Dapat kulihat Nabila dan Sarah beranjak dari duduknya ketika melihatku keluar.

“Baru mau pulang?” tanyaku dan hanya dibalas dengan anggukan singkat dari Nabila.

“Kalian mau ikut saya pulang? Kebetulan saya mau jalan pulang ke pondok,” tawarku pada mereka.

“Boleh, Gus?” tanya Sarah, aku berdehem samar sebagai jawabannya.

“Gimana, La? Daripada kita lama nunggu di sini mending pulang sama Gus Bilal aja, ya. Aku udah capek banget loh,” kata Sarah pada Nabila yang masih tampak bengong. Entah apa yang ada di pikiran gadis itu.

Akhirnya gadis itu pun menggangguki ucapan Sarah. Mereka pun kupersilakan untuk masuk ke mobil bagian penumpang begitupun aku yang kembali masuk ke kursi kemudi. Sepanjang perjalan tak ada yang bersuara. Dari kaca spion dalam dapat kulihat Sarah tertidur dengan kepala bersandar ke kaca Jendela, sedang Nabila. Gadis itu tampak pucat dengan puluh mengalir di dahinya, sesekali ia tampak memegang perut seperti menahan rasa sakit.

“Mbak, sampean kenapa?” tanyaku tanpa menoleh pada gadis itu.

Gadis itu tak bersuara, kembali kutatap lewat kaca spion dia masih setia memegang perut. Karena khawatir terjadi apa-apa aku pun segera menghentikan mobil di pinggir jalan.

“Mbak, kenapa? Sakit perut?” tanyaku lagi, kali ini aku memutar setengah tubuh menatap gadis itu yang berada di belakang.

Sarah terbangun karena suaraku yang cukup keras, ia melirik sekilas ke arah Nabila lalu tampak panik ketika mendapati temannya itu dalam keadaan pucat pasih.

“La, sampean kenapa to? Perut sampean sakit? Aduh, ini pasti karena kelaperan, kan?” tanya Sarah beruntun sedangkan Nabila masih enggan menjawab.

Aku pun dengan segera mengambil sebotol aqua di atas dashboard, membuka segel, lalu menyerahkannya pada Nabila. “Minum dulu,”

Sarah mengambil aqua yang kusodorkan, lalu gadis itu membantu Nabila untuk menenggaknya. Tak berapa lama berselang usai gadis itu selesai minum, telinga ini tak sengaja menangkap suara aneh, kalau aku tidak salah menebak itu seperti suara perut yang minta diisi.

“Tuh, kan! Kamu dari tadi pasti nahan laper, kan, La?” Sontak saja Nabila langsung menundukkan wajahnya karena merasa malu dengan apa yang baru saja dikatakan Sarah. Tanpa sadar aku terkekeh pelan melihat tingkah gadis itu.

“Tadi pagi nggak sarapan? Harusnya sebelum pergi keluar makan terlebih dahulu, jangan sampai seperti ini. Sampean bisa saja terkena maagh karena kelaperan,” kataku sembari mengembuskan napas pelan.

Ning Nabila [SUDAH TERBIT✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang