- III -

74 20 109
                                    

Mimpi Gav seketika terganggu kala suara langkah kaki menyapa rungu. Kulit hitamnya yang pekat dan lembab seketika berangsur sirna, tergantikan dengan warna kulit cokelat sawo matang layaknya manusia. Pun dengan akar-akar serabut di beberapa bagian tubuhnya, akar tersebut perlahan menyusut. Tangannya bergerak mengucek mata sejenak, pria bertubuh tinggi dengan rambut beruban kini terlihat.

"Paman Die?"

"Maaf, Gav. Apa aku mengganggu tidurmu?"

Pemuda yang ditanya itu bangkit dari batu besar tempat ia merebahkan diri. Ringisan kecil masih saja tercipta akibat nyeri dari lukanya. "Ah, tidak. Tumben Paman Die kemari? Biasanya Paman Die sibuk dengan pekerjaan mengurus kerajaan."

Die terkekeh, ia menepuk bahu Gav singkat. "Aku hanya sedang merindukan temanku Glu. Sudah lama aku tidak mengunjunginya. Dan soal pekerjaan, aku sudah tidak bekerja lagi di sana."

"Apa?" Suara Gav sedikit meninggi, Glu yang sedang beristirahat pun sampai terusik.

"Ternyata ada tamu. Die, bagaimana kabarmu?" Glu menghampiri Die dengan langkah sempoyongan.

"Aku baik. Tapi sepertinya kau sedang tidak baik, Glu?"

"Biasa, penyakit lanjut usia," jawab Glu terkekeh.

Sementara Gav masih memikirkan perkataan Die tadi. Otaknya belum memercayai itu. "Tunggu, tadi Paman Die bilang sudah tidak bekerja lagi di istana? Kenapa?"

Glu memasang wajah terkejut. "Hah? Kau mengundurkan diri dari pekerjaan bagus itu, Die?"

Gelengan kepala Die berikan pada kedua Ras Zygal di depannya. "Raja sendiri yang mencabut jabatan Earl dariku."

"Dengan alasan apa? Kau membuat masalah dengannya?" Pertanyaan Glu terdengar khawatir, tak lupa batuknya pun tetap hadir.

"Mungkin. Aku hanya meluruskan apa yang seharusnya diluruskan. Tapi raja tidak terima."

"Raja Kazh benar-benar keterlaluan!" Gav mengeraskan rahang, untuk kesekian kalinya pemimpin Vascaria itu membuat orang lain sengsara.

"Tenanglah, Gav. Aku sudah menerimanya dengan lapang dada. Lagipula aku juga sudah tua, sudah seharusnya beristirahat di rumah saja. Namun ...." Kalimat Die menggantung, membuat Gav dan Glu mengernyit penasaran. "Grow juga kena imbasnya gara-gara aku. Pemuda itu pasti sangat sedih."

"Maksud Paman, Grow juga dipecat?"

"Iya, karena dia membelaku." Tatapan kosong Die terpancar. Rasa bersalahnya terhadap Grow belum sirna.

Seketika pemuda berambut gondrong di sampingnya berdiri tegak, Gav tampak semangat dan tidak memedulikan sakit di tubuhnya. "Ini tidak boleh dibiarkan! Sudah saatnya ada orang yang mampu mengalahkan kekejaman Raja Kazh! Sesuatu harus aku lakukan untuk membuatnya jera." Gav seolah sudah siap dengan segala penyerangannya terhadap Raja Kazh, keinginannya begitu kuat.

"Kau sungguh pemberani, Gav. Sama seperti ibumu," kata Die tersenyum simpul.

Sontak kedua alis tebal Gav menyatu, ia kembali mendaratkan bokong tepat di sisi Die. "Paman Die tahu soal ibuku?" tanyanya antusias. Ia sampai melupakan keinginannya barusan, perihal sang ibu memang selalu menjadi prioritas pemuda itu.

Gerakan pada tenggorokan Die tercetak, kedua netranya bergulir seolah sedang berpikir. Mulutnya telah salah bicara. Sesekali ia melirik Glu yang hanya memberi gelengan pelan. "Um ... maaf, Gav. Sepertinya aku harus pergi. Grow sudah menungguku. Kau tanyakan saja masalah ibumu pada pamanmu ini, dia yang lebih tahu. Aku permisi." Die langsung melenggang tanpa menunggu respons dari Gav baik Glu.

EVIGHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang