- XXVII -

5 0 0
                                    

Sebuah mobil seketika berhenti di jalanan sepi, seluruh sisi jalanan hanya dipenuhi semak belukar yang tinggi. Dua orang turun dari mobil, gerbang besi yang lumayan besar dan berkarat menyambut mereka.

"Tempat ini terlihat makin menyeramkan setelah ditinggal cukup lama," ujar Liam mengusap kedua pangkal lengannya merinding.

Vey masih mengamati sekeliling dengan mendekati gerbang tersebut yang ternyata tidak terkunci. Dia meminta bantuan Liam untuk ikut menggeser gerbang yang nyatanya cukup susah.

"Kau yakin akan masuk?"

Masih dengan posisi mendorong gerbang, Vey menjawab, "kalau kau takut, biar aku saja yang masuk."

Setelahnya gerbang itu terbuka, setidaknya cukup untuk jalan masuk satu orang. Keduanya pun melangkah ke dalam secara bergantian.

Sebuah bangunan yang kini seperti gudang terbengkalai menyapu pandangan. Begitu usang dipenuhi semak belukar yang menjalar. Di sekelilingnya terdapat lahan kosong yang sangat luas sampai-sampai Vey menyipitkan mata untuk memperjelas. Di situlah tanah tempat penambangan ilegal dilakukan.

Seketika benak gadis itu teringat akan pertemuan pertamanya dengan Gav. Salah satu tanah bekas galian pertambangan di depannya menjadi saksi pertemuan mereka. Ia segera menggeleng, menyudahi pikiran tidak karuan itu.

"Ayo," ajaknya menepuk lengan Liam.

Langkah mereka perlahan memasuki gudang yang sangat berantakan dengan barang-barang dan alat perkakas untuk penggalian.

Laba-laba besar yang bertengger pada jaringnya di penjuru ruangan tampak sedang mengamati mereka berdua. Begitu banyak debu yang membuat ruangan cukup besar itu terasa pengap. Vey sampai mengibaskan tangan beberapa kali dan terbatuk-batuk.

"Aku akan melihat-lihat ke ruangan sana," ujar Vey melirik ruangan kecil di bagain ujung bangunan tersebut. "Kau di sini saja, cari sesuatu yang bisa menjadikan bukti, apa pun itu."

Liam mengangguk sembari melihat Vey menjauh.

Bau tidak enak merambat indera penciuman Vey dari dalam ruangan kecil itu. Bahkan lemari disudut ruangan tampak terguling, yang mengakibatkan beberapa buku dan berkas-berkas di sana berserakan di lantai.

Gadis itu mulai melihat beberapa berkas tersebut, yang ternyata hanya map kosong tanpa ada tulisan atau surat penting di dalamnya. Laci-laci di meja pun ia buka satu persatu, tapi nihil. Semuanya benar-benar kosong.

Helaan napas terdengar lolos dari hidung Vey, usahanya sama sekali tidak membuahkan hasil. Namun, beberapa remasan kertas di dalam tong sampah di pinggir meja membuat Vey mengernyit. Tanpa ragu ia menumpahkan seluruh sampah tersebut, lalu membuka kertas-kertas yang sudah diremas nan lusuh, bahkan sudah kotor dan sedikit sobek.

Ternyata isi surat-surat itu hanya keluhan-keluhan dan saran dari para pekerja tambang yang masih tidak terima akan aturan kerja di sana. Akan tetapi, ada satu surat yang cukup membuat mata Vey membulat. Surat yang menyatakan untuk melakukan rapat tertutup di salah satu cafe terdekat dari kantor di bagian Timur. Gadis itu langsung berlari menghampiri Liam.

"Liam! Aku menemukan sesuatu," teriak Vey membeberkan kertas lecek tersebut.

Pemuda itu malah mendelik. "Hanya sebuah kertas?"

"Ck, kau baca dulu. Itu surat."

Perubahan jadwal rapat tertutup, malam ini pukul 19.00 di X'rez Cafe dekat perusahan Timur.

Setelah membaca deretan tulisan tersebut, kedua alis Liam langsung menukik seolah meminta penjelasan pada gadis di sampingnya. "Rapat tertutup? Maksudnya mereka melakukan pertemuan rahasia?"

Vey menepuk jidat pelan. "Sekarang bukan itu yang penting, tapi X'rez Cafe."

Liam malah tertawa kecil. "Apa kau lapar, Vey? Dalam keadaan seperti ini kau malah fokus pada kafenya."

"Ya ampun, Li, bukan itu maksudnya. Dari surat tadi kita jadi tahu bahwa kafe tersebut berdekatan dengan perusahaan Timur alias perusahaan yang sedang kita cari keberadaannya. So, dengan begitu kita bisa mencari kafe itu terlebih dulu dan mengamati setiap perusahaan yang ada di sekitar sana, atau setidaknya kita bisa bertanya pada orang-orang di kafe tersebut."

Liam menjetikan jari. "Kau benar juga. Sepertinya aku yang sedang lapar sehingga tidak bisa berpikir jernih," gumamnya terkekeh.

Vey hanya memutar bola mata jengkel. "Ya sudah, kita berangkat sekarang. Jangan lupa cari titik lokasi kafe tersebut di maps mobilmu."

"Baik."

Mereka pun akhirnya pergi dari sana dengan hasil yang cukup memuaskan.

🐚🐚🐚

Seekor kucing berbulu putih sedikit berlari memasuki ruangan rahasia alias laboratorium milik Xio. Hewan itu mendekati sang pemuda yang tetap fokus pada racikannya.

"Kenapa kau kemari, Mitc? Di sini berbahaya," tanya Xio tanpa mengalihkan atensinya sedikit pun.

Kucing itu mengeong pelan. "Aku ingin menanyakan sesuatu padamu."

"Tentang apa?"

"Apa kau tahu cara melenyapkan kutukan Gav?"

Pergerakan Xio spontan berhenti. Ia menoleh pada Mitc dengan tatapan sulit diartikan. "Kenapa kau bertanya begitu? Kau mencurigaiku?" desak Xio sembari melepaskan sarung tangannya.

Kepala kucing tersebut menelungkup. "Aku hanya berharap kau mengetahui sesuatu. Karena aku tidak tahan melihat Gav terus-terusan seperti itu."

Xio berjalan keluar dari ruangan itu yang pastinya dibuntuti oleh Mitc.

"Jika aku mengetahui sesuatu pun, sepertinya itu tidak akan membantu.

Mitc seketika melompat ke pangkuan Xio. "Jadi kau benar-benar tahu sesuatu perihal kutukan itu?"

"Entahlah, aku masih ragu." Ekspresi Xio seakan-akan menunjukkan ketidakpercayaan.

Kedua bola mata terang Mitc menajam. "Katakan padaku, apa yang kau tahu."

Xio mendelik, dirinya merasa aneh akan tingkah Mitc yang berlebihan. Tidak seperti hewan peliharaan yang mengkhawatirkan majikannya, tapi Mitc seolah sudah menganggap Gag keluarga bahkan lebih.

"Cepat, katakan yang sebenarnya," beo Mitc Lagi.

Pemuda itu mendengkus kesal. "Baiklah," ucap Xio, "sebenarnya aku tidak sengaja mendengar pembicaraan Raja Kazh dengan sepupunya waktu itu. Dia bilang, kalau kutukan itu bisa dilenyapkan dengan cara Gav harus bersetubuh dengan orang yang dia cintai saat dirinya sedang berubah menjadi siluman."

"Apa?" Mitc mengeong keras dengan bulu-bulu yang seketika berdiri untuk sesaat, ia sungguh terkejut.

"Bisa dibilang, kutukan itu akan hilang dengan melawan penyebab dari bangkitnya kutukan itu sendiri."

Ekor Mitc melenggok ke kanan-kiri. "Tidak mungkin, itu mustahil!" serunya masih tidak percaya. "Gav tidak akan kuat menahan sakit di tubuhnya saat menjadi siluman, apalagi di hadapan Vey. Ia pasti tidak akan mampu."

Xio menghela napas. "Tapi itulah satu-satunya cara, Mitc."

Mitc menatap nanar kedua mata pemuda di hadapannya. "Kau benar, sepertinya kita harus menjauhkan Gav dari Vey, sejauh mungkin. Bahkan jika bisa, kita harus pindah dari sini, kita cari tempat tinggal yang sangat jauh dari keberadaan gadis itu. Dengan demikian, kutukan Gav tidak akan pernah bangkit dan dia tidak akan merasa kesakitan lagi. Hidup Gav akan kembali normal. Kalaupun dia kembali merasakan cinta dengan gadis lain, kita harus tetap memisahkannya. Aku rela melihat Gav hidup dalam kesendirian tanpa cinta dari seorang pasangan, demi keselamatan Gav. Akan lebih baik lagi, jika aku bisa membuat Gav jauh dari hiruk pikuk dunia agar dia tidak bertemu gadis mana pun."

Xio terperangah mendengar penuturan kucing itu. "Mitc, apa itu tidak terlalu menyiksa bagi Gav?"

"Itu jauh lebih baik, daripada harus melihat pu— maksudku Gav terus-menerus menderita akibat kutukannya. Apalagi cara menghilangkan kutukan itu pun sama berbahayanya," oceh Mitch menunduk, lalu berlalu begitu saja. Ia hampir salah bicara.

EVIGHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang