- VIII -

50 18 107
                                    

Hari ini kebahagiaan tengah menerpa sosok gadis bersetelan pantsuit. Ya, Vey berhasil meluncurkan berita perihal penutupan pertambangan ilegal di website resmi miliknya. Kemunculan berita pertama tersebut diolah dengan tulisan serta rekaman yang tampak sempurna, sehingga mendapat respons positif dari banyak kalangan. Mereka kagum karena gadis muda seperti Vey bisa mewawancarai pihak perusahaan pertambangan, karena permasalahan ilegal seperti ini biasanya sulit diterobos wartawan untuk mendapat informasi.

Namun, entah kenapa saat gadis itu bertekad mendatangi tempat penambangan secara langsung, dia secara kebetulan bertemu dengan orang yang bersangkutan dan dengan mudah bisa mewawancarainya. Jelas itu adalah suatu keberuntungan bagi Vey.

"Selamat, Vey."

"Pagi, Vey. Selamat, ya."

"Selamat, Kak."

"Selamat atas keberhasilan beritanya, Vey."

Tepat saat langkah Vey memasuki kantor, ucapan dari para karwayan terdengar bersahutan sebagai sambutan. Perempuan yang kerap disebut jurnalis hebat itu hanya mengangguk disertai senyuman yang terus mengembang. "Terima kasih semuanya. Ini berkat kerja sama kantor kita juga," ujar Vey menanggapi.

Karyawan lain lantas mengangguk dan kembali ke mejanya masing-masing. Pun dengan Vey yang mendudukkan bokong di meja kebanggaannya. Tangan putih itu mulai bergerak menyalakan komputer, hari ini dia harus lebih bersemangat lagi. Namun, telepon genggam di sudut meja seketika berbunyi, membuat Vey segera meraih gagang telepon tersebut dengan cekatan.

"Halo?"

"Vey, tolong ke ruanganku sekarang juga."

"Baik, Editor."

Vey bangkit dengan perasaan yang masih berbunga-bunga akibat keberhasilan beritanya. Dia sampai tak fokus pada langkahnya dan malah menabrak seorang pria yang amat ia kenal.

"Astaga, Vey. Kau ini!" kejut Liam sedikit memundurkan langkah. Jika tidak, dia atau Vey pasti akan terjatuh.

"Eh, maafkan aku, Li. Aku tidak sengaja."

"Kau buru-buru sekali mau ke mana?" Netra pria itu memicing.

"Editor Chang memanggilku," jawab Vey seraya membenarkan rok seatas lutut yang ia kenakan.

Tepuk tangan singkat mengudara dari tangan Liam. Dia tampak ikut berbahagia dengan pencapaian patnernya. "Wah, penghargaan apa lagi yang akan Editor berikan padamu, Vey?"

Kedua bola mata Vey bergulir sejenak. "Semoga saja lebih baik dari penghargaan bulan kemarin." Gadis itu terkekeh pelan, jelas ia hanya bercanda. Mana mungkin Vey bekerja hanya demi ingin mendapatkan penghargaan. Itu bukan tujuannya.

"Dan semoga aku juga mendapat bonusnya," tambah Liam disertai tawa. Dia pun tak luput menjadi sorotan walaupun tidak melebihi Vey, karena pemuda itulah yang menjadi mitra dan selalu menenami Vey setiap terjun ke lapangan.

"Sudah, aku pergi dulu. Editor pasti menungguku." Derap langkah dari high heels yang membungkus tungkai gadis itu terdengar sedikit nyaring. Dia sama sekali tidak melihat raut wajah Liam yang penasaran akan alasan apa Editor Chang memanggil patnernya.

🐚🐚🐚

Binatang berbulu putih kini terus menggoyangkan ekor tepat pada wajah sang majikan. Dengusan beberapa kali lolos dari hidung kecilnya, Mitc geram karena pria di hadapannya tak kunjung membuka mata. Pria yang masih menyambangi alam mimpi itu tetap tak peduli, tubuhnya yang berakar serabut hanya bergerak sesekali untuk berpindah posisi mencari titik ternyaman. Warna hitam pekat pada kulit pemuda tersebut pun sangat kontras dengan seprei putih tulang yang membalut sebagian tubuhnya. Bahkan seprei itu sedikit basah karena keadaan kulit pria itu yang memang lembab.

"Gav, bangunlah. Ini sudah hampir siang." Mitc berceloteh dengan tetap menggerakan ekornya untuk membangunkan Gav.

Gav menguap sejenak, ia kemudian berujar dengan netra yang masih terpejam. "Mitc, kenapa kau tidak membiarkanku tidur nyenyak? Sungguh, aku baru merasakan tidur di tempat senyaman ini. Jadi berhentilah menggangguku," ocehnya terdengar malas.

Kucing itu malah melompat tepat ke dada bidang Gav. Mitc menggarukkan kukunya pelan pada baju pria itu. Dia benar-benar tidak habis pikir Gav akan seperti ini saat bertemu dengan salah satu benda Klan Permukaan bernama kasur. Padahal, hal itu tidaklah aneh, karena benda tersebut juga ada di klan mereka. Namun, benda empuk itu hanya ada di istana. Jadi mana mungkin Gav —sosok dari kalangan Skyr— dapat merasakannya. Sekadar bebatuan beralaskan daun tebal yang selalu menemani pria itu saat ia tertidur ketika berada di negerinya dulu.

Mitc salah telah membawa Gav ke rumah itu semalam. Harusnya setelah keluar dari rumah sakit ia membiarkan Gav luntang-lantung di jalanan, tetapi hati hewan manis itu tidaklah kejam. Di sanalah Gav sekarang, di rumah milik Xio yang berdekatan dengan danau. Jika Xio sedang bertugas mengawasi permukaan, dia selalu bermalam di rumah minimalis nan asri tersebut.

Semakin lama Gav semakin risih, ekor dan kuku-kuku Mitc masih saja mengganggunya. Ia pun berakhir membuka mata seraya meregangkan badan. Akar-akar serabut mulai menyusut ke dalam tubuh seakan-akan di sanalah tempat persembunyian mereka. Kulit hitam pekat yang lembab pun perlahan sirna, tergantikan dengan warna kulit sawo matang seperti manusia pada umumnya. Wujud Ras Zygal memang tidak sesempurna manusia, itulah pemikiran Gav sehingga ia memilih untuk berubah layaknya manusia. Namun, tidak jika saat dirinya tertidur. Wujud yang sesungguhnya akan muncul.

Baru saja terbangun dari tidur, tiba-tiba senyuman mengembang di wajah tampan pria itu. Seolah hal bahagia tengah menyertainya. "Kurasa aku harus berterima kasih pada Raja Kazh," gumam Gav.

"Untuk apa? Raja kejam itu tidak pantas mendapat ucapan terima kasih darimu. Ingat, Gav, dia yang sudah membuatmu seperti sekarang. Dia yang mengutukmu!"

Suara Mitc seketika terdengar penuh kekhawatiran dan kebencian. Sepertinya hewan tersebut sangat setia pada sang majikan, sehingga apa yang majikannya benci ia pun akan lebih membencinya.

Tangan kekar Gav bergerak menyisir rambut gondrongnya dengan asal. Embusan napas lega pun hadir. "Kau salah, Mitc. Justru karena Raja Kazh mengutukku ke sini, aku jadi bisa bertemu dengan kunci kehidupanku. Bahkan, tadi aku memimpikannya. Sungguh mimpi yang sangat indah," ucapnya dengan tatapan sulit diartikan.

Mitc menelungkupkan kepala pada lengan Gav, hewan betina itu memang sangat manja. "Maksudmu gadis yang menolongmu kemarin? Um ... Vey? Kau bermimpi tentang dia?" tanya Mitc, "dan kau bilang apa tadi? Kunci kehidupanmu? Dengan alasan apa kau menyembutnya begitu." Kalimat terakhir kucing itu sedikit bergetar.

"Ya, dia hadir di mimpiku. Jelas karena dia sudah menyalamatkan nyawaku, maka dia adalah kunci kehidupanku. Bahkan dia tampak sangat khawatir saat aku hilang dari rumah sakit." Anggapan Gav tetap kuat, dia sungguh percaya diri.

"Bisa jadi dia menolongmu hanya karena kebetulan."

Kepala pemuda itu menggeleng keras. "Tidak, aku yakin dia memang gadis yang ditakdirkan untukku. Kupastikan, kalau dia menolongku sekali lagi, maka dia memang benar-benar jodohku."

Bulu yang menyelimuti tubuh Mitc seketika meremang, ia seakan tidak terima dengan ucapan majikannya. "Ingat, Gav. Kau tidak boleh jatuh cinta pada manusia. Mereka berbeda denganmu."

"Sayangnya, perasaan cinta itu baru saja menetes."

🐚🐚🐚

Setetes cinta mulai lahir di hati Gav, akankah tetesan itu terus bertambah?

EVIGHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang