• little hands

401 30 2
                                    

Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Masih tidak ada tanda-tanda aku akan bangun, bahkan dengan fakta sekarang aku tidak menggunakan alat bantu napas apa pun. Setiap harinya, para perawat tidak pernah bosan menyuntikku.

Lagipula aku heran, jika tujuan dokter Joshua adalah membunuhku, mengapa ia tak langsung saja melakukannya? Dia bisa saja melepas semua alat di tubuhku lalu aku akan langsung tidak bernyawa lagi.

Dan kurasa Gabriela mulai bosan. Dia yang biasanya setiap hari rutin menemaniku, kini hanya tiga sampai empat kali dalam seminggu selama beberapa bulan terakhir. Ya, aku benar-benar menghitung. Mom pun tidak rutin kemari karena aku tahu jelas dia memiliki tiga orang putri lainnya yang harus diurusi. Kakak dan dua adik perempuanku sesekali membesukku dan mengatakan mereka merindukanku. Zach dan Corbyn yang sudah pulih juga sering menemaniku dan berbicara tentang segala hal, salah satunya tentang betapa berbedanya keadaan sekarang yang kami alami dibanding setahun yang lalu, terlebih setelah kepergian Daniel ditambah diriku serta Jonah yang tak kunjung siuman.

Tetapi tetap saja, kini aku lebih sering sendirian. Seolah mereka telah menyerahkan aku pada dokter dan para perawat di sini. Lebih lagi rumah sakit melarang Lavender untuk masuk ke dalam ruanganku. Kata-kata tidak akan mampu mewakilkan betapa aku merindukannya. Dia pasti  sudah semakin tumbuh dan cerdas seperti ibunya.

Bisa kukatakan ... aku merasa kesepian.

Untuk pertama kalinya di pagi ini, kudengar pintu dibuka. Suara roda yang berputar di ubin juga terdengar beriringan dengan tapak sepatu. Dan kurasa bukan hanya satu orang.

"Selamat pagi, Mr. Avery," sapa pria yang kuharap tak pernah ada di muka bumi. "Aku dan perawatku hanya akan memeriksa perkembanganmu."

Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan. Mungkin berkutat dengan kabel-kabel medis yang tidak pernah kuketahui nama dan kegunaannya. Mereka melingkarkan sejenis kain di lengan atasku. Begitu sensasi mengembang yang setiap hari telah kurasakan, baru aku mengetahui jika itu adalah alat pengukur tekanan darah.

"Kau pasti merasa kesepian, bukan?" Pria itu terkekeh. "Kesepian bukanlah menjadi sendirian, itu adalah perasaan ketika kau merasa tidak ada yang peduli padamu."

Kau salah. Sangat salah. Aku tahu semua orang masih peduli padaku. Mereka masih menungguku, tentu saja.

"Tetapi mulai hari ini, kau tidak akan sendirian lagi di ruangan ini, Nak." Ada jeda beberapa detik. "Bagaimana? Semua sudah lengkap? Pastikan tidak ada alat yang tertinggal di ruangannya yang lama."

Apa yang dia bicarakan?

"Kau dan temanmu sangat kompak. Kalian sama-sama belum ingin siuman sampai sekarang. Padahal ini sudah terhitung hampir enam bulan."

Kau yang membuatku terjebak, sialan. Tunggu, apakah dia sedang berbicara tentangku dan Jonah? Apakah itu artinya Jonah juga ditangani olehnya? Ini masalah besar. Pria itu benar-benar tak memiliki hati. Setelah membunuh Daniel, kini dia juga akan melakukannya padaku dan Jonah. Aku tak habis pikir, apa yang sebenarnya dia inginkan dari kami? Kami bahkan tidak pernah mengenalnya sebelum ini.

"Kini aku sudah membuat kalian berada di dalam ruangan yang sama. Kuharap kalian tidak pergi di waktu yang sama juga," ujarnya penuh kesarkasan.

Orang sepertinya sangat tidak pantas menjadi seorang dokter. 

Setelahnya langkah kakinya menjauh, menandakan mereka semua sudah pergi dari ruangan ini. Meninggalkanku dan Jonah dalam keheningan dan suara dari layar monitor pendeteksi denyut jantung masing-masing yang saling bersahutan.

"Happy birthday, happy birthday, happy birthday to you!"

Nyanyian berpadu tepuk tangan terdengar begitu riuh di ruangan ini. Mungkin ada lebih dari lima atau enam orang. Dan seingatku hari ini bukan ulang tahunku maupun Jonah. Jonah sudah terlewati, dan aku masih sekitar satu minggu mendatang.

StuckOnde histórias criam vida. Descubra agora