10

8.4K 1.8K 228
                                    

DONT FORGET TO LIKE AND COMMENT

HAPPY READING

*
*
*
*
*

Kamarnya begitu gelap, tak mengizinkan setitik cahaya untuk menembusnya. Suram dan menyesakan. Tubuh kecilnya meringkuk di sudut ruang hampa. Memeluk lutut dan menenggelamkan kepalanya disana.

Diam tak bersuara. Bekas air mata masih terlihat jelas di pipinya. Matanya memerah akibat terlalu lama menangis, dan suaranya serak akibat menahan segala isakan dan raungan menyedihkan yang ia pendam.

Mengapa semua ini terjadi padanya? Apa salahnya? Apa selama ini dia merepotkan orang tuanya? Apa selama ini dia tak mengerti posisi dan kesibukan mama dan papanya?

Sebegitu tak bergunakah dirinya? Lalu untuk apa dia dilahirkan? Andaikan saja seorang anak bisa memilih dimana dia ingin dilahirkan dan dibesarkan. Mungkin istilah broken home tak akan pernah ada di dunia ini

Kriet

Pintu itu terbuka, menampilkan Mario dengan raut wajah lega karena akhirnya bisa membuka pintu itu dengan kunci cadangan yang entah kenapa sulit ditemukan saat keadaan genting seperti ini.

Langkah lebarnya menghampiri sang tuan muda yang masih membisu. Bersimpuh di depan bocah yang menjadi majikannya itu.

"Tuan muda ..."

Tak ada balasan. Namun dengan sabar Mario tetap berusaha merebut atensi tuan mudanya.

"Tuan muda, mari makan malam bersama."

Namun tetap saja, Jay masih tak bergeming. Hampir saja Mario melakukan hal nekat dengan membopong Jay atau bahkan mencoba melakukan percobaan bunuh diri di depan Jay untuk sedikit menggertak, sebelum suara lirih menyapa indra pendengarnya.

"Apa sudah semua?"

"Tuan muda ..."

"Apa penderitaan yang ditakdirkan untuk ku alami sudah semua? Atau masih ada lagi?"

Mario tak mampu menjawab. Bahkan tanpa sadar netranya sudah memburam akibat air mata yang menggenang. Hatinya sakit melihat anak usia 6 tahun itu mengalami semua ini.

"Aku muak Mario ..."

Mengikuti naluri, Mario meraih tubuh itu ke dalam dekapan hangatnya. Memberi tepukan pelan pada bahu mungil sang tuan muda dan berusaha menenangkannya.

"Tuhan tidak menyayangiku, ya?"

Mario ingin membantah itu, namun untuk sekarang biarkan Jay mengatakan apa yang ia ingin katakan dan meluapkan segala emosi yang ia pendam.

"Aku menurut ketika harus diasuh oleh nanny dan satpam dirumah, aku diam ketika saat ulang tahunku mereka sama sekali tak ada disampingku, bahkan untuk mengucapkan selamat ulang tahun padaku saja tak pernah. Hanya hadiah-hadiah bertumpuk di rumah yang masih menyadarkanku bahwa aku masih punya orang tua."

"Aku tak pernah merengek ketika aku diejek anak-anak lain yang mengatakan hal buruk padaku. Aku berusaha mengikuti titah mereka. Les piano, les bahasa prancis, les menyanyi, ikut banyak lomba bahkan diumurku yang masih 5 tahun. Apa aku masih kurang berguna?"

"Demi Tuhan, aku muak Mario ..."

Akhirnya tangisan keras itu hadir. Kedua tangan Jay meremat jas yang Mario kenakan sambil meraung meluapkan segala emosinya.

Ketika dirasa tangisan tuan mudanya sedikit mereda, Mario mengurai pelukannya dan memegang kedua bahu Jay.

"Semua tak ada yang abadi tuan muda. Suatu saat mungkin semua orang akan meninggalkanmu, namun harus tuan muda ingat. Ada seorang teman sekaligus sahabat yang akan selalu mendampingi tuan muda disaat suka dan duka."

Seulas senyum terbentuk di bibir laki-laki dewasa itu, membuat atensi Jay kini benar-benar terarah padanya.

"Dirimu sendiri."

"Yang menemani semua perjuanganmu, yang akan selalu menemani ketika orang lain menjauhi. Sayangi dirimu sendiri tuan muda, jangan menyakitinya."


~DERANA~


Mario berhasil membuat Jay melahap hidangan makan malamnya. Suasana begitu emosional ketika sosoknya meminta seluruh pelayan untuk makan bersamanya di meja makan.

Hampir saja para pelayan terutama perempuan menangis melihat keadaan sang tuan muda yang saat pertama kali bertatap muka terlihat dingin dan bermulut tajam.

Dont judge book by its cover.

Bahkan sebelum dia kembali ke kamarnya, Jay berdiri di depan seluruh pelayan dan membungkukan tubuhnya mengucapkan terimakasih karena sudah menemaninya selama ini.

Mario dengan setia menemani Jay dan nenunggu sang tuan muda memejamkan matanya sambil mengetik surat izin tidak masuk sekolah untuk Jay.


Lagi-lagi senyumnya terbit melihat tubuh Jay yang berbalut selimut itu sudah menjelajahi mimpi. Tangan kekarnya terangkat untuk mengusap rambut hitam dan halus milik tuan muda kecilnya.

"Semoga kebahagiaan akan menghampiri Anda setelah ini tuan muda."

Mario beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju pintu, namun dering ponselnya menghentikan langkahnya. Dahinya sedikit berkerut ketika melihat layar yang menampilkan nama seseorang yang tengah menghubunginya.

Mr. Andrew

Untuk apa satpam di rumah tuannya yang ada di Amerika menelponnya? Dan kenapa perasaannya mulai tak enak?

Dengan cepat ia menggeser ikon telepon berwarna hijau kemudian menempelkan ponsel ke telinganya.

"Halo Mr. Andrew"

Ternyata satpam yang sudah bekerja hampir 7 tahun di kediaman park yang ada di Amerika itu memberitahukannya sebuah berita.

Yang sayangnya, bukan berita baik.

"Mrs. Jina mengalami serangan jantung. Dan baru saja beliau menghembuskan napas terakhirnya. Nanny yang merawat tuan muda meninggal dunia, Mario"

TBC

Aku nangis pas ngetik chap ini...

Sayangi diri sendiri ya💜💙

Sayangi diri sendiri ya💜💙

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

With nana😊

DERANA || PJS ✔ {Sudah Terbit}Where stories live. Discover now