9

8K 1.7K 203
                                    

DONT FORGET TO LIKE AND COMMENT

HAPPY READING

*
*
*
*
*

Jay belajar begitu giat. Bahkan dia lebih memilih menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan sekolah ataupun perpustakaan yang ada di rumahnya. Ditemani Heeseung dan Jungwon tentunya.

Walau Jungwon kadang merengek bosan, namun dengan iming-iming traktiran dari Jay membuat bocah Yang itu akhirnya menurut.

Ya, Jay masih memperjuangkan keutuhan keluarganya.

Bocah Park itu masih percaya kalau semua akan membaik jika dia mendapatkan nilai 100. Naif sekali memang. Tapi namanya juga seorang anak. Kepercayaan masih ada pada orang tuanya walaupun sudah disakiti berkali-kali.

Heeseung dan Jungwon tidak mengetahui ini. Jay beralasan jika ia hanya ingin menjadi pintar dan mendapatkan nilai bagus. Lagipula Heeseung masih yakin kalau dia akan terus menjadi peringkat 1. Dan itu harus.

Hingga saat ulangan, Jay benar-benar mengerjakan soal-soal itu seteliti mungkin. Tak membiarkan sekecil apapun kesalahan dalam perhitungannya.

Hasil ulangan akan diumumkan setelah istirahat. Jay memilih tidur dikelas karena dirinya benar-benar mengantuk akibat begadang tadi malam. Tentu saja ditemani Heeseung yang tengah terduduk santai memakan bekal di sampingnya.

Saat bel masuk berbunyi, jantung Jay rasanya mau copot. Tapi ia menutupinya dengan baik. Dalam hati ia terus merapalkan doa agar ia berhasil meraih apa yang di mau.

"Park Jongseong, silahkan maju."

Jay maju mengambil hasil ulangannya. Meraih kertas ulangannya dengan sedikit gemetaran dan melihat coretan nilai yang terletak di sebelah kanan atas kertas itu.

100. Sempurna.

"Selamat Jay, kau mendapatkan nilai 100 dan menjadi yang tertinggi di kelas ini."

Riuh suara tepuk tangan terdengar kencang dari teman-teman sekelasnya. Namun Jay tidak peduli itu. Yang ia peduli adalah tujuannya yang berhasil, setelah ini ia akan menghubungi kedua orang tuanya. Berharap semua akan baik-baik saja.

Semua orang memuji Jay. Seorang anak baru yang bergitu berbakat dan pintar. Kecuali satu orang, yang kini meneteskan air matanya sambil meremat kertas ulangannya sendiri yang terdapat coretan 98 di pojok kanan atas.


~DERANA~


Jay terus tersenyum lebar membuat Mario sedikit bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi dengan tuan mudanya ini.

Rasa bahagia benar-benar membuncah, apalagi ketika melihat mobil orang tuanya sudah terparkir apik di garasi rumah. Apa orang tuanya sedang menunggu hasil ulangan Jay? Wah, Jay benar-benar ingin menangis bahagia sekarang.

"Jay pulang ..."

Mata bulatnya menelisik keberadaan kedua orang tuanya dengan tangan yang masih menenteng kertas ulangannya.

"Dimana papa dan mama?" tanyanya pada seorang pelayan.

"Tuan besar dan Nyonya berada di ruang kerja, tuan muda."

Kaki kecilnya berlari dengan riang menghampiri ruang kerja papanya yang ada di lantai dua, tepat di samping kamarnya. Meraih kenop pintu dengan sedikit berjinjit lalu membukanya perlahan.

"Mama papa ..."

Didepannya ada orang tuanya yang sekarang tengah duduk berhadapan dan terlihat sedang mencorat-coret beberapa lembar kertas. Kedua orang dewasa itu menyadari jika Jay tengah memperhatikan mereka.

Jay berpikir jika itu paling urusan kerjaan. Satpam rumahnya di Amerika bilang kalau kerjaan orang tuanya itu hanya tanda tangan di banyak kertas untuk menghasilkan uang. Kan orang kaya.

Awalnya seperti itu, sebelum suara ayahnya terdengar memecah keheningan.

"Sampai bertemu lagi di pengadilan. Jay akan ikut bersamaku."

"Tidak bisa. Jay ikut bersamaku dan Edi."

"Aku papanya!"

Jay melihat jika papanya berdiri dan berteriak sembari menuding mamanya.

"Dan aku mamanya! Orang yang melahirkannya! Dia masih kecil, dan pengadilan pasti memutuskan kalau dia ikut bersamaku!"

"Kau pikir dia bayi? Dia sudah besar. Harus memilih sendiri. Dan dia akan ikut bersamaku yang bisa menafkahinya!"

"Kau pikir Shim Edison adalah gelandangan? Dia pebisnis di Australia!"

"Ck lihatlah. Kau membanggakan selingkuhanmu"

"Hei tuan Park! Kau tidak mengaca? Kau duluan yang berselingkuh bersama Kim Jalang Jiyeon itu!"

Plak

"JAGA UCAPANMU BRENGSEK!"

"PAPA!"

Jeritan Jay menginterupsi perdebatan sengit keduanya. Jay berlari menghampiri mamanya yang sudah tersungkur akibat tamparan keras dari papanya.

"Mama tidak apa-apa?"

Tangan mungilnya mengelus pelan pipi mulus mamanya yang sekarang terlihat memerah. Jay mengalihkan pandangannya ke arah sang papa yang masih memandang sengit istrinya itu.

"Kenapa papa memukul mama?!"

"Jay, pergi ke kamar mu."

Namun Jay hanya diam dan tak beranjak sedikitpun dari tempatnya. Lalu sebuah tangan besar dan kekar menarik- ah tidak, lebih tepatnya menyeret tubuh kecilnya keluar.

Jay ketakutan sekarang. Melihat kasarnya sang papa yang menyeretnya tanpa rasa belas kasih membuatnya gemetaran. Bahkan ketika Mario ingin mencoba membantu Jay, ia malah di dorong kasar oleh sang tuan besar.

Air mata mengalir deras. Jay sama sekali tak bersuara, namun batinnya kini tengah menjerit.

"Aku benci papa"

TBC

DERANA || PJS ✔ {Sudah Terbit}Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon