XIV.Bad circumstances

2.2K 401 12
                                    

Pria jangkung itu menghempaskan badan disofa lalu menarik dasinya kesal. Seharian ini dia berusaha melamar pekerjaan tapi seluruh perusahaan menolaknya, padahal kinerjanya baik sekali. Jimin sadar bahwa ini merupakan ulah Ayahnya, pasti pria itulah yang melakukan ini.

Dari belakangnya kini Jiera berjalan dengan segelas air putih untuk prianya, mengambil jas dan  dasi yang diletakkan Jimin dengan asal, gadis itupun duduk disebelah pria itu.

"Ada apa? Kenapa wajahmu begitu?" Ujar Jiera sembari tersenyum, tangannya memijat pelan tangan Jimin.

"Seluruh perusahaan menolakku, aku yakin ini pasti ulah Appa. Apa tidak bisa dia membiarkanku bahagia sedikit saja?" Jawab Jimin emosi.

Jiera tersenyum teduh, berusaha menenangkan Jimin dengan senyumannya itu. "Jika tidak ada perusahaan yang menerimamu, bekerjalah ditempat lain, sebuah cafe mungkin? Kita bisa bekerja bersama."

Mata Jimin sukses melotot. "Jangan gila! Untuk apa pendidikanku yang tinggi jika harus bekerja dicafe? Memalukan saja."

"Kenapa bicara begitu? Bukannya tidak masalah jika kau bekerja dengan baik dan usahamu sendiri." Jiera berpindah kesebelah Jimin lalu membawa prianya itu untuk menatap kearahnya. "Jangan memandang sebuah pekerjaan sebelah mata. Jika bisa menghasilkan uang, kenapa tidak?"

Jimin menghela napas lalu menarikmu kepelukannya, merasa pusing dengan situasi sekarang ini. Jika dia bisa bekerja di sebuah cafe, dia yakin kebutuhan kalian tidak akan terpenuhi.

"Tapi bekerja dicafe itu gajinya sedikit, tidak akan cukup." Balas Jimin lemas.

"Kita bisa mengirit, mau ya? Asalkan bekerja, tidak apakan?" Bujuk Jiera, terus tersenyum sembari menepuk punggung Jimin. Gadis itu tau benar bagaimana membuat Jimin tenang.

"Baiklah, asal bersamamu aku tak apa."

***

Jiah terus menggeleng dengan mata yang memanas menahan air mata yang akan tumpah. Didepannya terdapat orang tuanya yang memasang wajah marah.

Sejak kedatangan Tuan Ryu yang mengatakan bahwa Jimin kabur dengan kekasihnya membuat pria itu kesal bukan main. Bagaimana tidak? Perjodohan anak mereka sudah direncanakan, jika dibatalkan karena calon pengantin pria kabur akan mempermalukannya saja.

"Kalau dia sudah memiliki kekasih kenapa tidak dibatalkan saja? Aku tidak ingin merusah hubungan orang lain Appa." Jiah terisak, berulang kali membujuk Ayahnya untuk membatalkan perjodohan ini setelah mengetahui bahwa Jimin sudah memiliki kekasih.

"Kau gila Ji? Appa akan sangat malu jika perjodohan ini dibatalkan." Geram sang Ayah menahan emosi didepan putri kesayangannya. "Seharusnya gadis itu yang sadar diri dan melepas Jimin, tapi dia malah mempengaruhi Jimin untuk menentang kedua orang tuanya."

Jujur saja Jiah merasa bersalah, dia tidak mau menjadi pihak ketiga dihubungan orang lain. Apa lagi jika dia jadi menikah dengan Jimin, sumpah Jiah akan merasa sangat bersalah pada kekasih pria itu.

"Appa egois sekali."

"Appa begini demi kebaikanmu!"

***

Kedua pasangan yang masih sibuk mengelap meja itu terus saja melemparkan senyuman pada satu sama lain. Pekerjaan mereka memang sederhana dengan gaji seadanya, tapi tak bisa dipungkiri bahwa Jimin senang sekali bisa bekerja dengan gadisnya. Tenaganya seolah tak pernah habis saat Jiera melemparkan senyuman manis padanya.

"Nanti mau makan apa?" Tanya Jimin begitu selesai dengan pekerjaannya, cafe ini sudah tutup dan mereka bertugas membersihkan dan menguncinya.

"Ramen lagi?" Jiera terkekeh mengingat beberapa hari ini mereka kerap kali memakan ramen karena sudah lelah bekerja.

Jimin langsung menggeleng, bisa mengembang perutnya jika terus makan ramen. "Bagaimana jika kita berbelanja bahan makanan disupermarket dulu? Aku merindukan masakanmu, Ji."

Jiera mengangguk. "Baiklah, ayo."

Mereka berdua segera bersiap mengambil tas masing-masing lalu mengunci pintu cafe tersebut, berjalan disupermarket dengan tangan yang saling bertautan.

Hidup sederhana jika dengan orang terkasih memang bukanlah hal yang buruk.

"Mau makan apa?" Tanya Jiera, mereka kini tengah menatap berbagai macam daging yang terjejer rapi dihadapan mereka."Sup ayam dan tauge bagaimana?"

Jimin mengangguk, mengambil bahan-bahan yang diperlukan lalu meletakkannya ditroli. Pria itu mendorong troli mengikuti sang gadis yang ada didepannya.

Setelah selesai pasangan kekasih itu segera mengantri, namun beberapa menit berdiri Jierapun menepuk tangan Jimin beberapa kali.

"Ada apa?" Tanya Jimin.

Jiera nunjuk toilet. "Aku ke toilet sebentar ya? Tidak apakan mengantri sendirian disinikan?"

"Tidak apa," Jimin tersenyum,"jangan lama-lama ya."

Setelah mendapat izin dari Jimin, Jierapun berlari kecil ketoilet sebab ingin buang air kecil. Begitu selesai, dia merapikan penampilannya dulu dikaca kecil yang ada ditoilet.

Namun saat Jiera keluar, dia terkejut melihat sosok Nyonya Ryu dihadapannya.

"Kau!" Wanita itu menatap Jiera emosi, tangannya terangkat mencengkram dagu Jiera kuat. "Jangan bermain-main denganku, kembalikan putraku atau aku akan merusak kehidupanmu itu."

"Nyonya, aku tidak-"

Nyonya Ryu  langsung mendorong tubuh Jiera  hingga gadis berhenti bicara. "Diamlah! Kau cukup menuruti perintahku! Kembalikan Jiminku maka aku akan memberikanmu uang. Aku tau bahwa kau mendekati Jimin hanya untuk uang."

"Tidak, aku bukan wanita seperti itu." Elak Jiera menggeleng lirih, menepis tuduhan itu.

"Jangan mengelak! Kau pikir aku bodoh hingga tidak tau niat wanita murahan sepertimu?" Balasnya sinis. "Dalam 1 pekan, aku akan menunggu Jimin kembali kerumah dan menerima perjodohannya dengan Jiah. Setelah itu aku akan memberikanmu uang agar kau bisa pergi dari kehidupan putraku."

Tanpa Jiera sempat bicara, Nyonya Ryu pun meninggalkannya begitu saja. Sungguh, rasa cintanya pada Jimin tidak akan bisa dibayar dengan pundi-pundi uang yang dijanjikan oleh Ibu dari pria yang dia cintai itu.

🌍

"Kenapa? Kau diam saja sejak kita dari supermarket." Jimin menatap Jiera yang ada dihadapannya, menikmati makanan yang baru dimasaknya setelah kembali dari minimarket.

Jiera yang masih memikirkan ucapan Nyonya Ryu  tadi buru-buru menggeleng dengan senyuman diwajahnya. "Aku hanya lelah, tidak apa."

"Kalau begitu langsunglah istirahat setelah ini, biarkan aku yang membereskan segalanya." Jiera baru saja akan menolak tapi Jimin langsung menyelanya. "Tidak boleh menolak, aku memaksa."

Akhirnya gadis itu hanya mengangguk kaku, meninggalkan Jimin didapur setelah selesai menikmati makan malamnya.

Gadis Goo itu masih saja terpikir akan ucapan Nyonya Ryu walau kini Jimin tengah memeluknya diatas kasur besar itu. Berpikir apa yang akan Nyonya Ryu lakukan saat dia tidak menyuruh Jimin kembali.

Dia takut, namun sempat berpikir bahwa itu hanya ancaman belaka. Tapi bagaimana jika itu benar? Apakah wanita itu akan benar-benar merusak hidupnya? Bagaimana caranya?

Apa dengan Taehyung? Mengancam akan membunuh kakak laki-laki gadis itu sama seperti yang Jimin lakukan sebelumnya?

Entahlah, untuk saat ini Jiera hanya bisa berusaha berpikir positif tentang ancaman Nyonya Ryu. Dia tidak berani bercerita pada Jimin karena yang mengancam adalah Ibu dari pria itu, bisa saja Jimin tidak percaya padanya.

Baiklah, Jiera akan berusaha menyelesaian masalah ini sendiri.

Tbc


-Jeedesultory-

Epoch [End]Where stories live. Discover now