Bonus Chapter II

2K 390 22
                                    

Ketiga orang itu kini berakhir diruang tamu dengan suasana yang canggung. Kedua orang yang lebih tua menampilkan raut penyesalan, sedangkan pria muda yang merupakan putra mereka menampilkan raut wajah tidak suka.

"Apakah kami tidak bisa menemui menantu dan calon cucu kami?" Lirih nyonya Ryu dengan mata berkaca-kaca. Putranya ada didekatnya, tapi terasa begitu jauh. Jimin membuat tembok besar diantara mereka.

"Untuk apa kalian datang? Untuk apa kalian menemuinya? Kalian ingin menghinanya agar dia pergi dari kehidupanku untuk kedua kalinya?" Ucap Jimin emosi, tak sanggup lagi menahan sesuatu yang selama ini dia tahan.

"Apa maksudmu Jim? Siapa yang meninggalkan siapa?" Tuan Ryu mengerutkan kening bingung, tak mengerti atas ucapan Jimin.

"Appa ingat saat 1 tahun lalu Appa memintaku menemui Appa? Disaat aku pulang, aku melihatnya, aku melihat orang yang sangat aku cintai meregang nyawa dikamar." Sorot mata pria Ryu itu menampilkan kebencian yang begitu dalam. "Kalian yang melakukannya kan? Kalian yang mencuci otaknya untuk melakukan itu bukan?"

"Kalian tau? Berbulan-bulan dia dirawat dirumah sakit karena kalian! Dan jika saat itu dia tidak selamat maka kalian juga tidak akan pernah melihatku seperti sekarang. Aku lebih memilih mati bersamanya dibanding hidup dengan pengekangan kalian!"

"Ryu Jimin!!" Teriak Nyonya Ryu. Ibu mana yang kuat mendengar anaknya berkata begitu? Wanita paruh baya itu turun dari sofa, berlutut tepat dihadapan Jimin dan menangis. "Maafkan Eomma, maaf ... Eomma tidak seharusnya melakukan itu."

"Eomma menyesal Jimin-ah ..."

Jimin justru membuang muka. "Apa dengan Eomma menyesal akan mengembalikan keadaan?"

"Apa yang harus Eomma lakukan agar kau memaafkan Eomma heum? Eomma mohon Jimin-ah, ini salah Eomma. Eomma yang meminta Jiera pergi dari kehidupanmu."

Jimin bangkit dari duduknya, dan menatap kedua orang tuanya itu. "Pergilah dan jangan temui aku lagi. Bukankah sejak aku keluar dari rumah, aku bukan bagian dari keluarga kalian? Kita tidak memiliki hubungan apapun."

"Ryu Jimin!"

Kali ini bukan Nyonya atau Tuan Ryu yang berteriak. Melainkan Jiera yang diam-diam menguping pembicaraan mereka.

"Sayang, apa yang kau lakukan? Masuklah kekamar dan istirahat. Aku akan segera menyusulmu." Imbuh Jimin halus, berbanding terbalik dengan sikapnya pada kedua orang tuanya tadi.

Namun Jiera justru menggeleng, kakinya melangkah mendekati Nyonya Ryu dan membantu wanita itu untuk berdiri.

"Apa yang kau lakukan Jim? Mereka orang tuamu, tak seharusnya kau bertindak kasar begitu."

"Sayang, masuklah kekamarmu, biar aku yang mengurus ini. Kau harus istirahat." Jimin berusaha menarik tangan Jiera lembut, namun Jiera menggeleng.

"Tidak sebelum kau meminta maaf pada mereka. Kau begitu kasar Jim." Mendengar ucapan Jiera, Jimin mendengus kesal.

Jelas-jelas kedua orang tuanyalah yang salah, kedua orang tuanyalah yang membuat Jiera dirawat dirumah sakit berbulan-bulan. Lantas, mengapa Jimin yang harus meminta maaf?

"Bukankah mereka yang seharusnya meminta maaf? Terlebih wanita ini, dia 'kan yang membuatmu ingin mengakhiri hidupmu saat itu?"

Jiera menggeleng, tak percaya Jiminnya yang penuh kasih sayang itu akan kembali kasar begitu menginjakkan kaki di Korea. Terlebih pada orang tuanya sendiri.

"Itu masa lalu Jim. Bukan kah kau yang menyatakan padaku untuk jangan menoleh kebelakang? Kita tidak perlu mengingat masa lalu itu lagi kan?" Tangan Jiera menyentuh tangan Jimin lembut. Namun Jimin malah menepisnya.

Epoch [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang