Bonus Chapter III

3.4K 405 29
                                    

Vote dulu ya, Jeffie💗
Chapter ini lebih panjang dari biasanya. Setelah baca ini, jangan lupa cek wall aku untuk bisa baca part NC mereka berdua.

_____
















Masalah merupakan bagian dari kehidupan. Tidak mungkin ada kehidupan yang tidak memiliki masalah. Baik itu masalah kecil atau besar, setiap orang juga pasti pernah mengalaminya.

Seperti kehidupan Jimin dan Jiera. Mungkin di masa lalu memang mereka memiliki sebuah masalah yang cukup besar. Namun sekarang mereka sudah bahagia karena perjuangan yang mereka lakukan.

Masalah juga identik dengan jalan keluar, setia masalah pasti memiliki jalan keluarnya masing-masing.

Masalah yang menimpa Jimin dan Jiera juga begitu, memiliki jalan keluar.

Dengan mereka pergi keluar negeri dan berjuang bersama bukanlah suatu hal yang bisa disebut menyelesaikan masalah. Mereka hanya mengindari masalah, hanya untuk sementara.

Oleh sebab itu saat ini Jiera ingin menyelesaikan masalah itu. Menenangkan Jimin dan mencoba memberi pengertian pada sang suami bahwa dia sudah baik-baik saja, tidak ada yang akan mengganggu mereka lagi.

Nyonya dan Tuan Ryu juga sudah meminta maaf akan kesalahan mereka. Jadi bukankah itu adalah akhir dari masalah mereka? Setelahnya semua akan berjalan tanpa hambatan sebab masalah ini sudah selesai.

"Tidak bisa begitu sayang, mereka telah menyakitimu. Aku tidak akan tinggal diam untuk itu." Jimin tetaplah Jimin yang keras kepala.

Pria itu menolak keinginan Jiera yang menyuruh Jimin memaafkan kedua orang tuanya, tidak membentengi hubungan mereka lagi. Membangun keluarga yang utuh dan bahagia. Bukankah itu menyenangkan?

"Tidak baik menyimpan dendam begitu, suamiku." Tangan lentik  Jiera mengelus lembut rahang Jimin, tersenyum manis untuk menenangkan sang suami.

Jiera tahu benar bagaimana trik bujuk rayu yang harus dia berikan pada Jimin, dia bisa dengan mudah meruntuhkan pertahanan Jimin hanya dengan belaian, senyuman dan suara lembut yang menyapa telinga.

"Maafkan Eomma dan Appamu, jangan menyimpan dendam dihatimu. Kau suamiku yang baik, hatimu pasti bisa memaafkannya bukan?" Sekali lagi Jiera berusaha memberi pengertian yang membuat Jimin menghela napas.

Sudah dikatakan, Jimin itu benar-benar bucin. Jika Jiera sudah membujuknya dengan segala ucapan lembut wanita hamil itu, maka pertahanan Jimin akan runtuh begitu saja.

Akhirnya Jimin mengangguk pelan sebelum menenggelamkan kepalanya diceruk leher sang istri, mencium aroma vanilla yang selalu membuatnya candu.

"Bagus! Kalau begitu nanti malam kita harus pergi menemui Eomma dan Appa, mereka mengajak kita makan malam bersama." Sorak Jiera senang, Jimin hanya menganggukkan kepalanya pelan.

Jimin juga tidak ingin memendam kebencian untuk kedua orang tuanya terus-terusan. Bagaimanapun orang tua Jiminlah yang membuat Jimin bisa hidup sampai sekarang.

Mereka yang membesarkan Jimin, mengajarkan Jimin berjalan dan bicara.

Agaknya, tidak pantas Jimin melangkah jauh meninggalkan mereka disaat merekalah yang membuat Jimin bisa melangkah.

Suara yang tinggi dan membentak juga tidak berhak Jimin keluarkan pada orang tuanya, sebab merekalah yang mengajarkan Jimin untuk bicara.

Namun rasa kesalnya masih menyergap didada, memikirkan keegoisan orang tuanya selalu berhasil membuat hatinya memanas.

Epoch [End]Where stories live. Discover now