008-Memory

47 26 3
                                    

Hoseok bingung dengan semua keadaan ini. Dia hanya menatap dapurnya, menghangatkan makanan yang tadi malam ia masak. Lelah karena keadaan dia dan adiknya yang kian memburuk. Yatim piatu dan hanya adiknya yang ia miliki.

"I just wanna be happier," gumamnya.

Hoseok kembali pada makanan yang tengah ia hangtkan. Hanya makanan sisa dari restoran tempat ia bekerja. Setidaknya cukup untuk membantunya menghemat. Hoseok memgambil mangkuk yang ada di dekatnya dan memasukkan makanannya ke sana. Dia pun berbalik dan menuju ke depan sebuah pintu kamar dan membukanya.

Seorang gadis tengah berbaring miring, menghadap ke jendela kamarnya. Hoseok mendekat, dia adalah adiknya. Wajahnya pucat, dia tak mengeluarkan suara sama sekali. Bahkan saat Hoseok memanggilnya pun, dia tak menjawab.

"Saeron-ah, ini Oppa. Oppa bawakan makanan untukmu," ujar Hoseok.

Gadis itu masih diam tanpa menanggapi kakaknya. Hoseok lalu mendekat dan duduk di tepi ranjang lalu meletakkan makanannya di meja samping tempat tidur Saeron. Dia belum mau menoleh sama sekali. "Huft! Sampai kapan kau akan diam begini, Saeron? Sejak dua bulan lalu kau hanya diam dan hanya menjawab ya atau tidak," keluh Hoseok.

"Jika terus begini, kau hanya membuatku bingung. Kau bahkan menolak seluruh naskah drama yang masuk. Sebenarnya ada apa?"

Belum ada tanggapan sama sekali dari Saeron. Matanya terbuka lebar menatap ke luar jendela. Entah apa yang dilihatnya, tapi tatapannya terlihat kosong. Gadis itu seperti tak mendengar ucapan Hoseok sama sekali.

"Namjoon.... Apakah dia baik-baik saja?"

"Entahlah. Aku tidak tahu."

Akhirnya ia berbicara. Saat Hoseok melibatkan Namjoon dalam pembicaraannya. Saeron sangat sensitif jika mengenai manajernya. Tapi entah apa yang terjadi, Namjoon tak terlihat semenjak dua bulan yang lalu.

"Hmm.... Kemarin Direktur Kwon Sang Nam menemuiku. Dia bertanya perihal dirimu," lanjut Hoseok.

"Ah. Dasar keparat! Aku akan membunuhnya," benak Saeron mengumpat. "Hiks." Berlanjut dengan suara seperti isakan.

Hoseok tak mendapat tanggapan lagi, dia mendengar suara isakan itu. Tapi dia tak mau bertanya lagi apa-apa tentang Saeron, yang dilakukannya hanya akan membuat Saeron semakin stres. Hoseok bangkit dari tempatnya duduk. Dia berpamit sebelum akhirnya keluar dari kamar Saeron.

"Saeron-ah! Oppa pergi ke tempat kerja. Jika para keparat itu datang...."

Hoseok menghentikan perkatannya. "Kau bunuh saja. Oppa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku akan menghancurkan mereka dengan caraku sendiri," gumamnya.

"Ah, kau teriak saja sekencang-kencanganya agar tetangga mendengar, oke?" lanjut Hoseok kemudian keluar dari kamar Saeron.

Masih tak ada tanggapan dari Saeron.

***

RUMAH SAKIT SHINJIN

Namjoon hanya menuruti wanita yang sekarang dipanggilnya ibu. Dia sekarang berhadapan dengan bangunan besar yang disebut rumah sakit. Dia mengamati bangunan itu dengan seksama, tentu saja sangat asing baginya. Di sampingnya ada ibu, dengan wajah ramahnya dia memasukkan tangannya ke lingkaran tangan Namjoon.

"Namjoon-ah! Ayo!" ajaknya dengan wajah berseri dan menarik Namjoon.

"Kita akan menemui dokter Park Ji Min untuk mengetahui kesehatanmu," ujar Dahye.

"Eomma, tapi...," sela Namjoon.

"Kenapa? Kau ingat sesuatu?" tanya Dahye dengan wajah senang dan mata yang berbinar.

A Boy Without Identity | Kim Nam Joon ✓Where stories live. Discover now