talk me down : 15

995 176 44
                                    

Betapa ajaibnya bahwa hari esok datang setiap hari

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Betapa ajaibnya bahwa hari esok datang setiap hari. Namun, kita tidak pernah menyadari bahwa itu adalah sebuah keajaiban. Sampai hal itu terjadi, ialah ketika hari esok tidak datang lagi.

Itu karena kita terlalu naif, dan kita hanya menyadari apa yang berharga setelah kita kehilangannya.
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━











Pukul tiga dini hari. Rendi masih terjaga ketika kesepian bertandang. Diantara segala yang dia miliki di dunia ini, satu per satu dari mereka pergi. Kini hanya tersisa kesepian yang senantiasa menemani. Hanya kesepian yang bersedia datang tak mengenal waktu. Dan ketika kesepian bertamu dia menyambutnya tanpa ragu.

"Sedang bergumul dengan isi kepala sendiri ya?"

Rendi mendesah frustasi, merebahkan diri di atas ranjang dan memejamkan mata. Sesungguhnya dia benci mengakui bahwa ketika melihat kesepian seolah dirinya sedang bercermin. Bisa dilihatnya isi kepala yang mencuat kesana-kemari sebagai ramai yang dipaksa bisu, kebisingan yang tak teraba telinga, dan kemiringan yang dianggap menyimpang.

"Jangan berisik. Gue cuma pengen tidur," katanya dengan bengis. Sejak masalah itu hadir, Rendi tak pernah bisa tidur lelap.

"Aku di sini ingin menemanimu untuk menghujat tuhan-tuhan di dalam kepalamu."

Rendi berdecak, "Kali ini gue ga butuh siapa-siapa. Gue bisa menanganinya sendiri."

"Kamu memang tidak punya siapa-siapa lagi. Ibumu telah tiada, ayahmu sudah kecewa, dan kamu kehilangan orang yang kamu cinta. Oleh karena itu kamu menciptakanku, bukan?"

"Kamu menyedihkan."

"Orang yang lu sebut menyedihkan ini adalah pencipta lu. Jangan sombong, gue bisa bikin lu binasa," menekan bibir setelahnya, Rendi menahan emosi ketika suara tawa itu menggaungi rungunya.

"Kalau aku binasa, begitu juga kamu. Kita adalah kesatuan, kamu jelas tahu itu."

Suara itu membuat giginya bergemelatuk, menahan angkara yang sudah menggerogoti raganya. Rendi kembali berujar, "Diam, biarin gue tidur bentar. Gue ga punya waktu buat ladenin lu."

Tidak lama kemudian Rendi kembali mendengar suara itu, kali ini lebih lirih, "Aku membawakanmu hadiah."

Rendi mengerutkan dahi begitu dalam, hadiah? Daripada diberi hadiah, dia lebih mengharapkan diberi kematian. Lantas dia bangun dan memberikan tatapan kosong. Kesepian selalu ada suka ataupun tidak, selalu hadir kala dia tengah panas-panasnya bergumul dengan isi kepala. Kesepian seperti teman yang tidak pernah dia anggap ada.

"Apa itu?"

Kesepian menyerahkan sebuah kotak hitam yang dihias dengan pita warna senada, "Buka saja, kamu akan tahu sendiri."

BLUE NEIGHBOURHOOD [ ✓ ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora