talk me down : 19

832 143 39
                                    

Jalan raya Yogyakarta selalu meningkat kemacetannya di akhir pekan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jalan raya Yogyakarta selalu meningkat kemacetannya di akhir pekan. Namun Mahesa tidak dapat mengeluh. Karena hanya pada akhir pekan dia memiliki waktu senggang, akibat kesibukan pekerjaannya menjadi seorang Game Creator di sebuah perusahaan game terbesar di Jawa Tengah. Dia akan menghabiskan waktu senggangnya di akhir pekan bersama Riri, wanita yang akhirnya resmi menjadi istrinya sejak dua bulan lalu.

Terkadang, Mahesa akan memanfaatkan waktu senggangnya itu untuk menjenguk dan melihat perkembangan Jeaden di rumah Nadhif. Seperti sekarang ini, disebabkan istrinya harus memenuhi kewajiban sebagai dokter bedah yang siap melakukan operasi kapanpun di rumah sakit, mereka jadi tidak punya kesempatan untuk quality time bersama hari ini. Alhasil, pria itu memutuskan untuk berkunjung ke rumah Nadhif saja.

Mahesa berjalan mengendap-endap. Dia mendekati Jibran yang saat ini sudah berusia lima tahun. Anak itu terlihat duduk seorang diri di ruang tengah sedang fokus merangkai lego di sana. Mahesa sudah terbiasa masuk ke rumah Nahif tanpa permisi, bertindak seolah berada di rumahnya sendiri. Perlahan Mahesa mendudukkan diri di sebelah anak itu.

"Heh bocah main yuk sama Om."

Jibran menoleh dan mengerjap dengan polos, "Main apa, Om?"

Mahesa menarik tangannya dari belakang punggungnya. Dia lantas memperlihatkan sebuah kotak kardus ukuran sedang yang membuat Jibran bertanya-tanya apa isi dalam kotak tersebut.

"Nih Om bawain game yang baru Om bikin," Mahesa menawarkan senyuman termanisnya agar anak itu semakin tergoda.

"Kamu bakal jadi tester pertama yang main game ini kalo mau. Soalnya game ini belum dilaunching."

Jibran memiringkan kepalanya. Dia tidak paham dengan kata-kata asing yang pria itu ucapkan, dia hanya mengerti bahwa game adalah permainan yang menyenangkan.

Anak itu kemudian bertanya, "Ini sama seperti yang kemarin kah Om?"

"Oh ya jelas beda. Ini gamenya lebih seru."

Jibran melebarkan matanya yang berbinar-binar, "Wah asik! Ayo main Om!"

"Mau-mau aja disuruh manggil Om. Panggil dia pakde aja, Nak," Nadhif tiba-tiba menimbrung, dia mendudukkan diri di sofa sementara dua orang lainnya berada di lantai berlapis permadani. "Pakde Mahes gitu."

"Enak aja pakde," Mahesa mendengus kesal. "Aku belum punya anak ga pantes dipanggil pake 'pak' apalagi pakde. Baru pulang kamu, Na? Akhir pekan kerja juga tah?"

"Papa pulaaaang yeay!" Jibran menghampiri ayahnya dan mengeluarkan jurus memelas andalannya. "Pa, mana kinderjoyku?"

"Ada tuh di tas, ambil aja," Nadhif menunjuk tas kerja di sebelahnya. Dia menaikkan satu alisnya menatap Mahesa dengan skeptis, "Sekㅡ sejak kapan Kak Mahes pake aku-kamu?"

Mahesa memutar bola matanya malas, "Iya iya... aku akui perkataanmu dulu itu benar, Na. Menikah itu bukan hanya perihal menyatukan dua hati manusia dalam satu ikatan suci. Tapi sebagai seorang pemimpin dalam rumah tangga, aku harus bisa memberikan contoh yang baik untuk istriku dan anak-anakku kelak."

BLUE NEIGHBOURHOOD [ ✓ ]Where stories live. Discover now