Ch. 34 : Ke Pasar Malam

383 52 73
                                    

Sore hari, ketika Reiji dan Katsuki terlelap di ranjang mereka masing-masing, Ryuu berjalan menuju meja tulis miliknya dan mengambil bambu yang ia runcingkan layaknya pena. Reiji pernah menertawai Ryuu karena tidak dapat menggunakan kuas dengan baik sebagaimana seharusnya orang-orang pada umumnya. Tulisan Ryuu bisa dibilang benar-benar kacau, tidak terlihat dengan jelas apa yang bocah itu tuliskan selain garis tegak lurus dan beberapa garis berkelok.

Bahkan Yuiko, ibu Ryuu, sempat mengira bahwa putranya tidak mahir dalam menulis. Namun, siapa yang menyangka ketika berusia enam tahun, Ryuu meruncingkan bambu tipis untuk tusuk sate dan menjadikannya pena, pada saat itulah tulisan "sebenarnya" dari seorang Ryuu tampak. Penulisan dengan kuas dan dengan bambu runcing benar-benar seperti ditulis oleh orang yang berbeda! Setiap garis yang ditulis oleh Ryuu tampak sangat tegas dan rapi, jika ini di masa depan, mungkin dapat bilang tampak seperti tulisan komputer.

[Seberantakan apapun tulisan Ryuu, akan masih lebih baik dari tulisan kalian. Tulisan Author tepatnya.]

Ryuu menggoreskan pena ke atas kertas tebal, menuliskan beberapa kalimat sebelum akhirnya melipat kertas tersebut menjadi bentuk burung bangau, meletakkan mantra dan aura miliknya di sekitar burung tersebut, sebelum akhirnya melepas burung tersebut keluar jendela. Ia menengok ke arah jam matahari yang ia buat beberapa waktu lalu dan mengira-ngira bahwa saat ini adalah pukul lima sore. Segera saja, ia membangunkan kedua teman sekamarnya itu.

"Bangun. Kalian tidak ingin ke pasar malam?" Ryuu menepuk-nepuk tiang ranjang seraya menyiapkan jubah yang akan mereka gunakan nantinya. Akan tetapi, sudah lima belas menit sejak ia membangunkan kedua kerbau itu, tidak ada reaksi sama sekali. Bocah itu mengerutkan keningnya. Akhirnya, ia merasakan rasa kesal kakak perempuannya ketika membangunkannya setelah begadang semalaman.

Ryuu menarik napas sebelum menendang masing-masing ranjang dengan keras yang membuat kedua manusia yang tengah terlelap itu secara mendadak membuka mata mereka dan melihat ke sekitar dengan waspada. Begitu menemukan Ryuu yang berkacak pinggang, mereka menjadi lebih rileks. "Kenapa sampai menendang ranjang, sih? Aku manusia, bukan hewan! Cukup bangunkan aku dengan kata-kata!" Katsuki mendengus kesal.

"Akan butuh waktu lama sampai kalian berdua terbangun jika aku memakai cara yang lebih halus. Juga, aku yakin kalian takkan ingin kubangunkan dengan cara itu. Sudahlah, jangan mengeluh. Jika kalian tidak ingin pergi, aku akan pergi sendiri ke pasar malam." Ryuu dengan sigap memakai jubah penyamarannya dan mulai mengubah wajah serta pita suaranya.

Katsuki yang melihat hal tersebut sontak terkejut dan secara spontan melompat ke hadapan Ryuu dan menatap anak yang dua tahun lebih muda darinya itu dengan lekat, "Sihir apa itu? Mengubah wajah dan suara? Luar biasa! Apakah bisa kau terapkan padaku juga?"

"Tentu, aku memang berencana begitu. Jadi..." Ryuu melangkah mundur beberapa kali, "Jangan pasang wajahmu sedekat itu, pupil mataku bisa-bisa menyatu."

Katsuki bertepuk tangan, "Hebat! Kau tahu, sejujurnya aku merasa khawatir tentang bagaimana membawa kalian berdua melewati pasar malam dengan wajahku yang sudah dikenali oleh banyak orang. Aku takut akan terjadi beberapa masalah yang akan berdampak serius. Tak kusangka aku terlalu banyak berpikir." Katsuki tersenyum lebar seraya mengusap kepalanya dengan lega.

"Baiklah, baiklah, Ryuu tidak mungkin mengajakmu jika dia tidak punya rencana. Sekarang, minggir dan biarkan Ryuu mengubah wajahku terlebih dahulu." Reiji mendorong Katsuki ke samping dan meminta Ryuu untuk segera mengubah wajah dan suaranya.

Setelah mengubah penampilan, suara serta memakai jubah penyamaran, ketiganya pun beranjak dari asrama menuju pasar malam. Begitu memasuki pasar malam, Katsuki bertanya, "Apakah ada hal khusus yang kalian cari? Aku bisa menyarankan gerai-gerai yang memiliki kualitas harga dan barang yang sesuai."

Reiji hendak bersuara, akan tetapi bocah pirang tersebut berhenti dan menatap Ryuu. Secara otomatis, tatapan Katsuki pun beralih pada Ryuu juga. "Sebenarnya sejak dulu aku penasaran, apakah setiap keputusan yang hendak pirang bodoh ini ambil harus disetujui terlebih dahulu olehmu, Ryuu? Kupikir kalian teman. Apakah sejatinya bocah ini pelayanmu? Kalau iya, memang tidak heran lagi, sih."

"Hei, itu kasar sekali!" Reiji mengambil ancang-ancang untuk menendang Katsuki sebelum akhirnya mengurungkan niatnya dan menjelaskan, "Bukan masalah keputusan atau apa. Hanya saja... Ibuku memberikan uang saku untukku selama di akademi sepenuhnya pada Ryuu. Beliau takut aku menghilangkannya atau menghamburkannya begitu saja. Padahal kupikir aku cukup baik dalam mengatur penggunaan uang."

"Kau menghabiskan dua puluh emas hanya untuk membeli makanan, Rei. Itu yang kau sebut baik dalam mengatur penggunaan uang?" Ryuu mencibir. "Kita tidak akan membeli apapun untuk sementara ini. Aku hanya ingin melihat arena pertarungannya. Maaf jika membangkitkan trauma milikmu, Katsuki. Hanya saja, aku ingin melihat seberapa kotor arena itu."

Katsuki mengangkat bahunya, "Bukan masalah besar, hanya saja biaya yang diperlukan untuk masuk cukup besar. Arena itu tidak terbuka untuk umum, jika hanya ingin menonton sesekali akan menjadi kerugian besar karena biaya yang ditetapkan sebesar 50 keping perak perorang. Akan tetapi, jika menjadi penonton tetap yang setidaknya tiga kali seminggu menonton akan dibebankan biaya 25 keping perak untuk membuat kartu anggota dan biaya perawatan sebesar 5 perak perbulannya."

Reiji yang mendengar angka-angka tersebut segera tertawa, "Bukankah itu hanya menonton orang dipukuli saja? Mengapa begitu mahal? Lebih baik membeli makanan dibanding menonton pertandingan yang mengganggu mata. Bukan begitu, Feng?" Reiji menyenggol lengan Ryuu dengan begitu percaya diri. Namun, Ryuu mengabaikan hal tersebut dan bertanya, "Bagaimana dengan masuk sebagai alat tarung sepertimu dulu?"

"Aku?" Katsuki menunjuk dirinya sendiri, "Tentu saja gratis. Alat tarung akan dibuang begitu kalah, sehingga dibiarkan masuk secara gratis. Namun, jika berhasil meraih kemenangan sepuluh kali berturut-turut, maka dia akan dibebaskan dari biaya apapun, termasuk tuan yang membawanya ke arena tersebut. Aku beberapa kali kalah, namun tuan yang membawaku gemar menyiksa alat tarungnya dan cukup kaya, sehingga ia tidak begitu peduli soal uang. Hanya kesenangan akan orang-orang yang dipukuli saja yang dipedulikannya."

Ryuu terdiam sejenak, "Apakah satu tuan hanya bisa membawa satu alat tarung? Atau jika membawa alat tarung lebih dari satu sebuah biaya tambahan akan ditambahkan?"

Reiji menatap Ryuu dengan tatapan bingung sekaligus cemas. Reiji tidak tahu apa yang direncanakan oleh temannya itu, namun dirinya yakin hal ini bukanlah suatu hal yang baik. Katsuki juga sama bingungnya dengan Reiji, namun anak itu hanya menjawab dengan ringan, "tidak ada biaya apapun. Hanya saja, plat pengenal yang diberikan akan memiliki tanda "Petarung" dan yang membawa mereka akan diberikan tanda "Tuan". Perawatannya akan benar-benar berbeda. Jelas kau tahu maksudku."

Begitu Katsuki menyelesaikan kalimatnya, Ryuu tersenyum. Senyum yang membuat bulu kuduk Reiji dan Katsuki secara bersamaan berdiri. Apapun ide yang keluar dari mulut Ryuu, mereka bersumpah akan menyesali hal tersebut.[]

L/N ;

Happy Eid Mubarak, semuanya! Mohon maaf lahir dan batin yaaa (≧∇≦)/ Anyway, semoga THR kalian tahun ini lebih banyak dari tahun kemaren ya~

Maaf baru bisa update sekarang karena aku baru selesai ujian sekolah dan ngurus beberapa hal. Setiap kali mau ngetik, ada aja yang ganggu, jadi gak bisa fokus buat ngetik, hehe.

Btw, Ryuu mau ngasih ide apa tuh? Ada yang mau kasih tebakan? Waktu dan tempat dipersilakan~

Happy Eid Mubarak,

Itadori Yuji's Kanojo (●´∀`●)

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 15, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Re : Overlord [Slow Update]Where stories live. Discover now