BAB 28

1.2K 114 88
                                    

Keesokan harinya, Gibran sudah berada di depan rumah Sherin, berniat untuk menjemput Bella. Masalah mamanya, semalam ia sudah memohon pada mamanya agar kembali mengizinkan Bella untuk tetap tinggal bersama. Beruntung izin itu ia dapatkan.

Saat bel di dekat pintu Gibran tekan, dua menit setelahnya muncul seorang cowok dengan handuk yang masih menggantung di lehernya.

"Lo siapa?" tanya cowok itu yang tak lain adalah Dika.

Semalam—tepatnya pukul sebelas malam, Dika memutuskan untuk pulang dan pagi ini rencananya ia akan kembali ke rumah sakit. Waktu pulang, ia terkejut melihat keberadaan anak kecil yang tidur di kamar adiknya. Untung saja Bi Ida belum tidur, alhasil ia tahu semuanya dari Bi Ida yang cerita.

"Saya Gibran."

"Oh, kakel adik gue? Ketua OSIS SMA Dharmawangsa?" tebak Dika.

Biasanya saat Dika teleponan dengan Sherin, ia sering mendengar Sherin yang menyebut nama Gibran. Hal itulah yang membuat ia bisa menebak orang di depannya saat ini—setelah orang itu menyebutkan namanya.

"Iya. Di sini saya mau menjemput adik saya."

"Bella maksud lo?"

Gibran mengangguk lalu dipersilakan masuk oleh Dika. Dika kembali ke kamarnya, sementara Gibran masuk ke dalam kamar yang semalam ia masuki.

Terlihat di dalam kamar, Bella yang masih dengan posisi tidurnya dan mata terpejam rapat. Bella juga memeluk boneka beruang besar milik Sherin.

Sepuluh menit kemudian, Gibran berhasil membangunkan Bella dari alam mimpinya.

"Ayo siap-siap, sebentar lagi kita akan pulang."

Bella mengucek kedua matanya. "Kak, Bella mau ketemu Om Alex sama Tante Rina dulu, boleh?" tanyanya.

Gibran tampak berpikir sebelum akhirnya ia mengiyakan permintaan Bella. Lagi pula ia juga harus berterima kasih pada keluarga Sherin yang mau mengasuh Bella sementara waktu.

Setengah jam kemudian, Bella sudah rapi dan bersiap untuk kembali ke rumahnya. Senyum tampak terbit di wajahnya.

Pintu rumah sudah di depan mata. Ketika Bella hendak keluar dari rumah, ia melihat Bi Ida dan  langsung memeluknya erat. Seolah-olah wanita paruh baya dengan celemek di dadanya ini adalah ibu kandungnya.

"Bi Ida jangan lupain Bella, ya. Bella sayang banget sama Bi Ida."

Air mata Bi Ida mengalir begitu saja. Sekilas info, jika Bi Ida ditinggalkan anaknya untuk selama-lamanya saat anaknya masih seusia Bella dan saat itu juga, mendapat talak tiga oleh suaminya karena dianggap sebagai ibu yang tidak becus mengurus anak. Kejadian itu terjadi sekitar tiga belas tahun silam.

"Bi Ida juga sayang banget sama Bella, kapan-kapan main ke sini lagi, ya?"

"Pasti, Bi. Kalau gitu Bella pamit pulang dulu, ya, Bi."

Usai berpamitan dengan Bi Ida. Gibran segera pergi dari rumah Sherin, akhirnya ia bisa kembali tinggal satu rumah dengan Bella. Entah kenapa rasa senangnya berkali-kali lipat saat melihat senyum di wajah Bella.

Sesuai dengan permintaan Bella, Gibran mengajak Bella untuk menemui kedua orang tua Sherin. Namun, di tengah perjalanan ia tak sengaja melihat segerombolan orang yang tawuran saat sampai di gang yang lumayan sepi.

Alhasil Gibran menepikan motornya, lalu meminta Bella untuk tetap di tempat.

Begitu Gibran mendekat, ia justru terkena pukulan balok kayu di pelipisnya, untung pukulan itu tak cukup keras. Namun, tak bisa dipungkiri darah segar mengalir begitu saja.

"Berhenti!" teriak Gibran yang berhasil menghentikan aksi tawuran itu.

Gibran mengetahui salah satu dari keempat orang itu, karena orang itu sering sekali keluar masuk BK. Dia adalah Reyhan—kakak kelasnya.

"Mau apa lo ke sini, hah! Mau cari mati!" Reyhan mendekat ke arah Gibran.

Sementara yang lainnya sudah kabur. Ternyata Reyhan berkelahi dengan tiga orang murid dari SMA Dirgantara.

Melihat Gibran yang terdiam, amarah Reyhan semakin memuncak. "Ck! Jawab lo, punya mulut kan!"

"Anda sadar dengan apa yang Anda perbuat tadi? Itu sama saja Anda merusak reputasi sekolah kita."

"Gue di sini ngelakuin apa yang seharusnya gue lakuin dan gara-gara lo gue gagal bawa mereka ke kantor polisi."

Gibran mengerutkan keningnya, ia sama sekali tak paham atas maksud dari perkataan Reyhan. Saat ia bertanya, Reyhan justru memukul perutnya hingga terjatuh.

"Lemah banget lo, baru gue pukul udah ambruk! Oh, ya lo mau tahu maksud omongan gue tadi, hah? Asal lo tahu mereka yang udah sabotase truk yang udah nabrak sekolah kita dan buat Sherin koma di rumah sakit."

"Dari mana Anda tahu?"

"Gue punya buktinya," ujar Reyhan lalu menyerahkan ponselnya yang menampilkan sebuah video berdurasi tiga menit.

Dalam video itu tampak tiga orang tadi tengah dimarahi oleh seseorang bertopeng dan percakapan mereka lah yang membuktikan jika mereka yang melakukan sabotase itu. Pertanyaannya dari mana Reyhan bisa mengetahui semuanya? Bahkan sampai bisa merekam kejadian itu.

"Gimana? Bener kan omongan gue tadi?" Reyhan memandang remeh Gibran.

"Dari mana Anda mendapatkan video tadi?"

"Lo nggak perlu tahu masalah ini, yang jelas gara-gara lo gue gagal ungkap dalang yang udah nyuruh mereka."

Saat Gibran hendak berkata, suara gemuruh dari langit mengagetkannya, padahal ini masih pagi dan seketika juga ia tersadar akan keberadaan Bella yang masih di dekat motornya. Ia menghampiri Bella lantas memeluknya. Hal itu tentu saja tak luput dari pandangan Reyhan.

Gumpalan awan hitam kian menyatu, tak lama kemudian rintik hujan mulai membasahi jalanan yang semula kering. Gibran menggendong Bella lantas membawanya ke pinggiran toko untuk meneduh. Sementara Reyhan sudah pergi entah ke mana bersamaan dengan hujan yang semakin deras.

-----

Ketiga orang yang sempat berkelahi dengan Reyhan berhasil kabur dan saat ini mereka berada di salah satu rumah yang diketahui milik orang yang menyuruh mereka melakukan sabotase itu.

"Tadi si Rafa telepon gue kalau kalian di serang Reyhan?" tanya seseorang bertopeng hitam pada salah satu di antara ketiganya yang bernama Rafa.

"Iya bener, tapi kita berhasil kabur, ya walaupun tadi ada ketos Dharmawangsa. Gue yakin si Reyhan udah cerita semuanya sama dia," jelas Rafa.

Cowok bertopeng itu memukul dinding sangat keras, hal itu membuat tangannya memerah. Sepertinya cowok itu terlihat menyesal atas apa yang telah ia perbuat.

"Sorry, gue udah libatin lo bertiga sama masalah ini. Bahkan sekarang kita udah benar-benar jadi buronan polisi."

"Santai aja, Bro! Namanya juga cowok, berani bertindak berani bertanggung jawab," ujar Dery yang mendapat anggukan Rafa dan Roki.

Setelah itu mereka bertiga memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing. Namun, sepertinya sebentar lagi polisi akan berhasil menangkap mereka.

"Maafin gue Sherina Aliesa Alexandra. Gue udah buat lo koma," gumam cowok bertopeng itu sambil melepaskan topengnya.

.
.

Hayo! Siapa orang itu?

Tebak yuk! 👉

Jangan lupa Vote dan Coment ya 😍

Sekian dan Terima Kasih.

Sampai ketemu di BAB 29.

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Salam sayang
Azka.



Formal Boy (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang