BAB 41

1.3K 126 126
                                    

Malam harinya, Arinta berkutat dengan tugas sekolah yang diberikan oleh guru, tetapi konsentrasinya hilang kala mengingat perkataan ibunya tadi sore. Di mana keputusannya untuk berhenti bekerja di tempat Gibran adalah hal yang tepat.

Ketika Arinta menanyakan alasannya, sama sekali tak ada jawaban yang terdengar olehnya. Namun, ibunya sempat berucap nama Elsa. Hal itu yang membuat Arinta semakin dibuat heran.

"Ayo Arinta fokus!" ujar Arinta menyemangati dirinya sendiri.

Ting!

Layar ponsel di sebelah buku tulis menyala, pertanda jika ada sebuah pesan—didukung dengan dering suara yang baru saja terdengar jelas. Buru-buru Arinta membukanya dan ternyata ada pesan dari sahabatnya—Sherin.

Dalam pesan itu Sherin meminta Arinta agar menemuinya besok usai pulang sekolah.

-----

Sepertinya malam ini benar-benar terasa panas, bukan hanya hawa yang tercipta dari lingkungan sekitar. Melainkan suasana hati Gibran yang sedang dilanda galau—sama seperti remaja lainnya yang bingung dengan yang namanya cinta.

Bahkan saat ini, Gibran tengah membuka ketiga kancing atas, hingga menampilkan sedikit dada bidangnya. Keringat tak henti-hentinya menetes di area wajahnya, di tambah AC di kamarnya yang mati dan tidak ada kipas angin di dalamnya.

Jika apa yang dilakukan Gibran saat ini ia lakukan di sekolah, sudah bisa dipastikan dirinya akan semakin menjadi pusat perhatian. Walau dalam pikirannya tak pernah terbesit akan hal itu—berbeda dengan salah satu sahabatnya, Deni si playboy dan tukang tebar pesona.

Terkadang Gibran heran dengan sahabatnya yang satu ini, Deni memiliki jumlah mantan yang sudah tak terhitung. Sisi herannya terletak pada rasa, apakah Deni selalu cinta dengan mantan-mantannya itu? Bahkan pernah belum ada sehari sudah putus dan berganti esok harinya.

"Kenapa dengan saya?" gumam Gibran lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Gibran menggelengkan kepalanya, lantas bangkit dari tidurnya dan mengambil buku kimia yang ada di mejanya lantas membolak-balikkan halaman sambil memahami isinya.

Sungguh, dalam kondisi seperti saat ini. Gibran tak bisa fokus belajar, memang seperti ini kah, perasaan orang jika jatuh cinta? Haruskah Gibran belajar dari Deni?

Lagi dan lagi Gibran menggelengkan kepalanya, ia tidak boleh terus menerus berurusan dengan masalah cintanya. Sebab urusan pribadi lainnya pun masih banyak yang harus diselesaikan, belum lagi masalah sekolah.

Tiba-tiba suara ketukan pintu kamarnya, membuat Gibran spontan menoleh dan mendapati mamanya yang masuk lalu mendekat ke arahnya.

"Kamu lagi belajar Gibran?" tanya Elsa.

"Iya, Mah."

"Ada yang mau mama bicarakan sama kamu, Gibran. Masalah Bella."

Mendengar itu, Gibran lantas menutup bukunya. "Mama mau bahas apa lagi? Kalau mama mau usir Bella, Gibran akan sangat kecewa dengan mama."

"Mama sudah memutuskan untuk memperbolehkan Bella tetap tinggal bersama kita dan mama juga akan berusaha ikhlas menerima masa lalu almarhum papa kamu."

Gibran tersenyum dan langsung memeluk Elsa dengan erat. Rasanya sudah lama sekali ia tidak memeluk mamanya seperti saat ini, karena kabar yang baru saja didengar membuat hatinya merasa tenang.

Namun, ada yang aneh? Mengapa mamanya mengijinkan secara tiba-tiba? Padahal kemarin masih sangat membenci Bella.

"Kamu pasti heran kan sama apa yang baru saja mama katakan?"

Formal Boy (END) Where stories live. Discover now