BAB 38

1.2K 117 112
                                    

Ketika Gibran sampai di rumah, tepatnya pukul setengah sepuluh malam. Ia segera menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya di malam-malam seperti ini.

Usai melaksanakan ritual mandinya, Gibran beranjak ke dapur untuk mencari makan. Perutnya sejak siang tadi meminta untuk diisi. Namun, saat menginjakan kaki di area dapur, Gibran mendapati Bella yang tertidur dengan tangan yang diletakkan di atas meja makan.

Melihat Bella yang tertidur pulas, membuat Gibran tidak tega jika membangunkannya. Alhasil perlahan-lahan ia mulai menggendong Bella agar tidak terbangun dari tidurnya, tetapi sepertinya Bella perasa.

"Kak Gibran?" Bella terbangun dari tidurnya lantas memeluk Gibran dengan erat seraya menumpahkan air matanya.

Ketika Bella melepas pelukan itu, Gibran menyeka air mata yang membasahi pipi gembul Bella. Bagaimana pun juga masalah yang kini di hadapinya, Bella sama sekali tidak paham dengan apa yang terjadi. Sebab masih terlalu kecil untuk mengetahuinya.

Jadi, Gibran memutuskan untuk tetap bersikap seperti biasa kepada Bella. Walau pun setelah mengetahui kebenaran jika ia dan Bella memiliki hubungan darah.

"Kenapa Bella tidur di sini?"  tanya Gibran.

Bukannya menjawab, Bella malah mengatakan hal lain. "Bella di sini cuma nyusahin, ya, Kak."

Sambil tersenyum Gibran berkata, "Jangan bilang gitu, Kak Gibran justru senang Bella ada di sini." 

"Em, tapi, Kak ... maksudnya selingkuhan itu apa, Kak?" tanya Bella secara tiba-tiba.

Gibran terdiam untuk sesaat, ia bingung harus mengatakan hal apa kepada anak berusia enam tahun di depannya.

"Sudah malam ini, lebih baik Bella sekarang tidur. Ayo Kak Gibran antar ke kamar atau mau digendong?"

"Jawab dulu pertanyaan Bella tadi, Kak!"

"Memangnya kenapa Bella tanya seperti itu?"

"Karena Tante Elsa selalu ngomong kalau Bella ini anak hasil selingkuh! Dan Bella nggak tahu apa itu selingkuh, yang Bella tahu selingkuh pasti jelek kan, Kak?"

Sungguh, Gibran diambang kebingungan. Ia tak tahu harus mengatakan apa kepada Bella. Mulutnya seolah terkunci, tak mau membahas kebenaran yang sangat menyakitkan. Akhirnya, Gibran memutuskan untuk menggendong Bella dan membawanya ke kamar. Niatnya untuk mengisi perut, ia urungkan begitu saja.

Bahkan sesampainya di kamar, Gibran segera merebahkan tubuh Bella di atas tempat tidur lalu menarik selimut dan pergi begitu saja tanpa ada kata-kata yang terucap dari mulutnya.

Saat memasuki kamar, pandangan Gibran tertuju pada album foto keluarganya. Banyak sekali memori di setiap foto-foto yang ada. Memori yang sampai kapan pun Gibran akan tetap mengingatnya. Apalagi hal itu menyangkut keluarganya.

Sebelum papanya meninggal, Gibran merasa hidupnya sangat berarti. Sosok pahlawan hadir dalam hidupnya, mengajarkannya tentang berbagai hal. Salah satunya adalah untuk menghargai seorang wanita. Namun, kenapa almarhum papanya menyakiti hati seorang wanita yang telah berjuang melahirkan Gibran ke dunia ini.

-----

Keesokan harinya Gibran berangkat ke sekolah pagi buta. Sekitar pukul enam, ia sudah berada di dalam kelas yang masih ada tiga siswi di sana. Wajahnya terlihat pucat, sebab tadi pagi pun Gibran tak mengisi perutnya yang sudah memberontak untuk di isi sejak kemarin.

Salah seorang siswi di kelas, menghampiri Gibran dan duduk di sebelah.

"Gib, lo lagi ada masalah?" tanya siswi ber-name tag Farida.

"Saya baik-baik saja," jawab Gibran.

"Gue tahu lo lagi ada masalah. Orang yang lo temui semalam itu kakak gue."

Jadi, orang yang semalam Gibran temui adalah kakak dari teman sekelasnya sendiri? Namun, pertanyaannya dari mana kakaknya Farida tahu jika dirinya sekelas dengan adiknya?

"Dari mana kakak Anda tahu jika saya sekelas dengan Anda?"

"Ya, mungkin lo nggak pernah lihat kalau selama ada rapat atau apa pun itu, kakak gue yang dateng dan dia tahu lo karena jabatan lo ketua OSIS di sini."

"Kenapa demikian? Mengapa tidak orang tua Anda?"

"Gue anak broken home, Gib. Mama sama Papa gue pergi entah ke mana, setelah mereka berdua memutuskan untuk bercerai. Sekarang gue cuma tinggal sama Kak Yuli dan karena itu juga Kak Yuli batal menikah dengan pilihannya sebab calon mertuanya nggak mau punya menantu anak broken home." Farida menampilkan fake smile-nya. Kejadian itu sudah menimpanya kala dirinya masih kelas 10.

"Eh, maaf-maaf malah curhat gue," imbuh Farida.

"Tidak apa-apa. Seharusnya saya minta maaf."

"Santai aja, Gib. Oh, ya, bentar."

Farida kembali ke bangkunya lantas mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan kembali ke bangku sebelah Gibran.

"Nih, Gib. Gue tahu lo pasti belum sarapan kan? Ini ada nasgor buatan gue sendiri, lo makan gih keburu masuk." Farida menyerahkan kotak bekal berwarna hitam ke arah Gibran.

"Tidak perlu, lagi pula itu bekal Anda. Jadi, Anda yang harus memakannya."

"Udah makan aja! Gue bisa beli di kantin ntar, gue juga udah sarapan tadi di rumah. Tenang aja gue nggak ada maksud apa-apa kok, gue cuma mau bantu temen sekelas aja. Nih, buruan makan!"

Setelah berulang kali mendapat desakan dari Farida. Kini, Gibran mulai memakan nasi goreng di depannya hingga habis.

"Terima kasih. Kotak ini akan saya kembali nanti, setelah saya mencucinya waktu istirahat."

"Sama-sama. Oh, ya gue mau bilang sama lo. Seberat apa pun masalah yang lo jalani sekarang, lo harus yakin sama diri lo sendiri kalau lo mampu hadapi itu semua. Karena life must have problems. Precisely with that problem, we can measure our ability to deal with it. Ya, walau pun kita sendiri berat jalaninya. So, keep strong, Gib!"

Gibran tersenyum mendengarnya. Ia tak menyangka jika Farida akan berbuat demikian. Padahal jarang sekali bertegur sapa antara satu sama lain. Walau pun Gibran tahu, masalah yang dihadapi keluarga Farida lebih berat dari masalahnya sendiri. Gibran jadi teringat kata-kata yang semalam diucapkan oleh kakaknya Farida.

"Kalau lagi ada masalah hadapi sama ikhlas jangan lupa, kalau udah ikhlas percaya deh hatimu lebih tenang. Anggap saja masalah kamu itu hanya secuil dari masalah-masalah yang dimiliki oleh orang lain. Mungkin hal itu bisa membantu untuk keluar dari masalah. Ya walau pun namanya hidup pasti ada aja masalah."

Tak lama setelahnya murid di kelas XI IPA 1 mulai berdatangan dan bel masuk pun akhirnya berbunyi.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap guru yang mengajar ketika memasuki kelas.

Seisi kelas menjawabnya dengan kompak. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

Guru yang diketahui bernama Pak Eko, mengawali kegiatan belajar mengajar hari ini dengan ulangan tanya jawab cepat. Di mana setiap murid akan maju satu persatu untuk menjawab tiga soal dengan lancar. Minimal dua di antara ketiganya benar, jika hanya satu atau bahkan tidak ada yang benar. Maka pulang sekolah akan diminta untuk mengulang.

Namun, saat giliran Gibran tiba-tiba terhenti di soal kedua tatkala hampir saja Gibran terjatuh karena kehilangan keseimbangan. Beruntung seorang siswi dengan rambut yang dikepang satu di belakang masuk dan menahan Gibran.

.
.

Siapakah orang itu?

Jangan lupa Vote dan Coment ya 😍

Sekian dan Terima Kasih.

Sampai ketemu di BAB 39.

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Salam sayang
Azka

Formal Boy (END) Where stories live. Discover now