[xxiv] Who Says You're Not Worth It?

728 80 122
                                    

Mungkin kamu merasa
tidak berharga untuk seseorang.
Namun kamu tak ternilai harganya
bagi yang lain.

Abigail ─

Brother ─ started

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Brother ─ started

























**

"Kalau aku liat kamu mau berusaha bunuh diri lagi kaya tadi─inget ya, aku nggak akan pernah maafin kamu, aku nggak akan pernah ngunjungin makam kamu." Abigail mengomel panjang lebar sejak ia tiba di apartemennya bersama Jansen setelah tidak sengaja memergoki cowok itu sedang berusaha mengakhiri hidupnya dengan pisau lipat yang sudah mengarah pada dada kirinya.

"Why you saved me─"

"Why?? you said 'why' ?? you idiot. Jansen, bunuh diri bukan jalan keluar, melainkan pintu menuju masalah yang lain."

Jansen menunduk. Memang tak pernah muncul niat untuk melukai dirinya sendiri di dalam benaknya, Jansen hanya lelah dengan segala sesuatu yang menimpa dirinya.

"Dia bilang aku tidak berguna, aku tidak berharga, jadi bukankah lebih baik aku ma─"

Abigail memejamkan matanya sejenak sembari menghela napas panjang. "Semua manusia pasti bakal mati, tapi ada waktunya. Waktu mu bukan sekarang. Dan.. tidak berharga??─"

Abigail menjeda kalimatnya sebentar kemudian meletakkan toples berisi kue kering yang ia bawa di meja, lalu duduk disebelah lelaki itu.

"Bagaimana bisa kamu menganggap dirimu tidak berharga sementara untuk melahirkanmu ke dunia ini sebagai bayi yang sehat saja─ibumu rela mempertaruhkan nyawanya."

"...."

"Jansen.. hidup itu seperti buku. Halaman per halaman harus kita lewati hingga mencapai halaman yang terakhir. Jika kisahmu bersamanya di halaman ini telah usai─kamu tidak boleh terus menerus terjebak dalam bagian kesedihan di halaman ini, kamu harus segera bangkit dan beranjak menuju halaman berikutnya, bukankah kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi di halaman berikutnya?"

"...." Jansen bungkam, tak mampu menyangkal. Sebab yang dikatakan oleh gadis itu sepenuhnya benar. Yang merasakan sakit dan lelah di dunia ini bukan hanya dia. Sudah sejauh ini, jadi akan sia sia jika menyerah begitu cepat.

"Sekolah kamu gimana? minggu depan aku harus ke Berlin, orang tuaku ada disana." Abigail mengganti topik pembicaraan.

Jansen mendongak, dan menaikkan satu alisnya, sorot matanya seolah mengatakan 'berlin?'

"Proses pemindahan sekolah ku udah diurus, lusa aku mulai sekolah disini, aku nggak balik lagi ke Indonesia. Kamu sendiri? kuliah─"

"Ah, mungkin lulusnya bakal mundur sedikit."

BROTHERTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon