[iii] A Warm Hug

1.4K 219 104
                                    

✨

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"oww-come one.. just this time"

Darren menghela napas, mengeratkan genggamannya pada pegangan tad ranselnya, "I say no."

"why???"

"Pertama, gue mau ke perpustakaan buat ngerjain semua tugas gue. Kedua, membolos tentu bukan sifat gue, dan yang ketiga-gue takut mama kecewa sama gue"

"okay, fine. See you later friends"

**

Berkali kali cowok bersurai coklat ke emasan itu memijat pelipisnya juga pangkal hidungnya, karena kepalanya mendadak sangat pening, mungkin karena ia terlalu keras dalam belajar dan mengerjakan semua tugas yang di berikan oleh guru.

Darren mengabaikan rasa pening di kepalanya yang semakin membuat konsentrasi nya pecah, ia berusaha fokus sebelum ia merasakan ada yang mengalir dari hidungnya jatuh mengenai kertas tugasnya.

Cowok itu buru buru menutup hidungnya dan berdiri ketika menyadari bahwa yang keluar dari hidungnya itu darah, ia buru buru menuju toilet dan segera membersihkan darah yang mengalir dari hidungnya.

Lima menit kemudian setelah Darren merasa darah di hidungnya sudah bersih, cowok itu cepat cepat keluar menuju perpustakaan.

Koridor perpustakaan sudah sangat sepi karena hanya tersisa beberapa kelas dua belas yang ada pelajaran tambahan atau sekedar mengerjakan tugas seperti yang Darren lakukan, dari jarak kejauhan-Darren melihat seseorang tengah berdiri tegak di tengah koridor, ia mengernyitkan keningnya.

Ia tidak mungkin salah melihat, jika yang sedang berdiri di sana dan tengah menatapnya itu adalah-jansen.

greb!

Darren membelalakkan matanya, tubuhnya sedikit terdorong ke belakang saat tiba tiba Jansen berlari dan menubruk tubuhnya, memeluknya sangat erat. Mungkin benar kata jeva tempo hari lalu, jika Jansen hanya bingung bagaimana caranya mengobrol kembali dengan dirinya setelah lima tahun lamanya tak berjumpa.

"h─hey, how─are you?"

Darren bertanya, namun Jansen tidak menjawabnya. Malah mengatakan hal lain yang tidak nyambung dengan pertanyaannya.

"This is comfortable"

Darren bernafas lega, balik memeluk tubuh Jansen. Namun tiba tiba kepalanya terasa pening kembali, tempat itu seakan berputar putar membuatnya merasa mual juga kepalanya yang berdenyut hebat. Keseimbangan nya hilang ketika di rasa darah kembali mengalir dari hidungnya.

Tubuhnya merosot dari dekapan Jansen, membuat cowok itu sangat terkejut ketika mendapati kakaknya sudah tidak sadarkan diri. Jansen menahan tubuh Darren agar tidak menghantam lantai.

"hey─hey, are you okay?? can you hear me?"

Jansen makin panik ketika Darren benar benar tidak memberikan reaksi pada ucapannya, sekarang ia bingung harus membawa kakaknya kemana. Tidak mungkin ia bawa ke rumah karena semua pasti akan berakhir rumit, Jansen tidak tau alamat rumah Darren, terlepas dari itu─ia juga baru beberapa hari berada di Jakarta. Dokter di klinik sekolahnya juga sudah pulang sejak jam setengah tiga siang tadi.

"come on Jansen... berpikirlah."

Dua detik setelah itu ia mendapat ide. Tangannya bergerak merogoh saku celana Darren, untuk mencari handphone anak itu, Jansen memesan taksi online setelah ia berhasil menemukan handphone kakaknya.

"tujuan sesuai aplikasi ya?" Tanya sopir taksi tersebut setelah ia juga Darren masuk.

Jansen menggaruk tengkuknya canggung.

"Eum.. sorry, I'm still learning Indonesian language, because i'm from London"

Supir taksi itu mengangguk paham, mengubah pertanyaan nya tadi menjadi bahasa Inggris agar Jansen mengerti.

**

Setelah hampir setengah jam Jansen menunggu, akhirnya dokter yang menangani kakaknya keluar juga, ia segera berdiri dan bertanya tentang keadaan Darren.

"everything is fine, he's just stressed, he can come home right away after this, but don't let him think hard things."

"Okay, thank you so much" Tak lupa di iringi dengan senyum manisnya.

Setelah dokter itu pergi meninggalkannya─ia segera masuk ke dalam ruangan Darren, sekedar duduk, melamun sambil menunggu kakaknya membuka mata, perhatiannya teralihkan ketika handphone Darren yang masih ada di genggamannya berdering tanda jika ada pesan yang terkirim.

👤 unknown
You look so happy because you can meet your beloved brother againloser.

Jansen mengernyitkan, dia begitu penasaran dengan isi pesan ini, ingin membaca lebih jauh namun samar ia mendengar suara Darren yang sepertinya sudah sadar, ia buru buru meletakkan kembali handphone milik kakaknya di atas meja dan berjalan menghampirinya.

"where's this?"

"yeah, looks like a hospital" Jansen menjawab alakadarnya.

"─why am I here?"

"mimisan─lalu pingsan. Ah, kata dokter you just stressed, so think less about heavy things"

Jansen sudah ingin memutar balikkan badannya untuk mengambik tas miliknya juga milik Darren, namun tiba tiba Darren mengatakan sesuatu yang membuat Jansen mengurungkan niatnya.

"Jansen"

"hm?"

"thank you"

"hngfor what?"

"for this"

Jansen menunjukkan wajah terkejutnya lalu tertawa kecil, makin lama tawanya semakin keras, rawa renyah yang sama sekali tidak berubah sejak kecil.

"you're my brother lol"

Ia heran saja, bukankah sudah sewajarnya jika─dalam hubungan persaudaraan harus saling membantu dan tolong menolong di saat yang lainnya dalam kesulitan. Rasanya sangat canggung harus bersikap seperti dulu ketika sudah sekian lama tak melakukan percakapan antara kakak dengan adiknya dan bertatap muka.















TO BE CONTINUED

𝐫   𝐚  𝐢  𝐧  𝐜  𝐨  𝐚  𝐭   𝐛  𝐥  𝐮  𝐞

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

𝐫 𝐚 𝐢 𝐧 𝐜 𝐨 𝐚 𝐭 𝐛 𝐥 𝐮 𝐞

BROTHERWhere stories live. Discover now