O - 7

1.8K 464 14
                                    

Hyunsuk mencengkram kuat tangan Mashiho. Walaupun hari sudah terik, mereka tetap merasa takut. Selama tidak bertemu dengan zombie, mereka akan aman. Mashiho menuntun Hyunsuk berjalan ke sebuah toko persenjataan legal.

Hyunsuk menghentikan langkah Mashiho. "Lo mau kesana? Mau ngapain? Lo gak tau itu toko penjualan senjata ilegal?" Tanya Hyunsuk tidak habis fikir. Tapi reaksi Mashiho justru tertawa.

"Apasih? Kenapa mikir kalo kita bakal di tangkep terus di bawa ke kantor polisi, di tahan gitu?" Mashiho tertawa. "Siapa yang mau tangkep kita? Polisi? Gak mungkin kali." Ujar Mashiho membuat Hyunsuk tersadar dan tersenyum malu.

Mashiho kembali menuntun Hyunsuk masuk ke dalam toko persenjataan. Seperti yang Mashiho tau, toko ini punya banyak senjata api dan benda tajam lainnya.

"Lo bisanya pake pistol atau pisau?" Tanya Mashiho pada Hyunsuk sambil memilih-milih. Hyunsuk ragu menjawab.

"P-pisau?"

Mashiho menoleh ke belakang. Bisa di lihat jelas kalau Hyunsuk ketakutan. Mashiho paham, dia menganggukan kepala. "Lo kayanya gak perlu deh. Biar gua aja-,"

"Jangan." Hyunsuk menggeleng. "Kalo kaya gitu, gua cuma beban nanti. Lebih baik gua pake pisau buat jaga-jaga. Siapa tau berguna nanti." Kata Hyunsuk mencoba meyakinkan. Mashiho diam sekejap sebelum menganggukan kepala.

Mashiho memberikannya sebilah pisau. "Yang lo incer itu nanti kepala. Otaknya. Pake kalo terdesak aja. Selebihnya biar gua yang atasin." Kata Mashiho memberi intruksi. Hyunsuk menganga kagum.

"By the way, gua belum tau nama lo. Gua Choi Hyunsuk." Dia memberikan uluran tangan. Mashiho yang melihat-lihat senajata api di tangannya langsung membalas uluran itu.

"Takata Mashiho. Kita seumuran kan?"

Hyunsuk menimang-nimang. "Gua kelahiran 1999 sih." Ucap Hyunsuk membuat Mashiho ternganga. Melihat itu, Hyunsuk mengerutkan kening. "Jangan bilang, lo lebih muda?"

Mashiho cengir. Dia mengangguk membuat Hyunsuk mendengus. Sudah tidak pakai hyung dengan bahasa seperti seumuran. Memang benar-benar Mashiho ini.

"Yaudah sekarang lo siap gak Kak?" Tanya Mashiho memastikan. Hyunsuk mengangguk yakin. Mashiho tersenyum lalu menggenggam tangan Hyunsuk erat. "Kalo gitu, ayo keluar dari Busan sama-sama."

***

Yedam dan Yoshi menghentikan langkah membuat tiga orang di belakangnya ikut berhenti. Mereka menyuruh tiga orang di belakang untuk mengikuti mereka sambil diam-diam. Jeongwoo dan Junghwan mengangguk sedangkan Haruto sedang kebingungan.

Yoshi dan Yedam sampai di sebuah gedung. Ada ruangan yang bisa mereka pakai untuk bersembunyi beberapa waktu. Jeongwoo dan Junghwan mendudukan Haruto di tengah-tengah mereka.

Yedam menaruh banyak snack di dalam lingkaran mereka. "Sekarang isi perut kalian. Sebisa mungkin berhemat karna kita gak tau bisa dapet makan lagi atau nggak nanti." Pesan Yedam. Ketiganya mengangguk kecuali Haruto yang diam saja, bersender di tembok.

Jeongwoo khawatir. Dia membuka headband di mata Haruto kemudian membeku melihat wajah sahabatnya yang pucat pasi. Haruto kembali mual dan muntah. Bibirnya pucat berwarna pink keputihan.

Yoshi membuang nafas berat. Haruto butuh obat, tapi disini tidak ada apotek. Junghwan memberikan Haruto makan namun pemuda itu tidak bisa makan karna terus-terusan muntah sampai wajahnya memerah.

Jeongwoo menangis. Tidak tahan melihat Haruto yang seperti itu. Dia berdiri dengan tekad akan membawakan obat.

"Jangan gegabah. Mending kita-,"

"Gua gak bisa Kak." Potong Jeongwoo menggeleng. "Gua gak mau Haruto kaya gini terus. Kalo dia pingsan gaada yang kuat gendong. Kak Jihoon yang kuat udah gaada." Jelas Jeongwoo. "Gua janji bakal balik sama Haruto dengan keadaan baik-baik saja." Ujar Jeongwoo meyakinkan.

"Kita bisa ke apotek bareng-bareng Park Jeongwoo." Yedam bertutur memperingati.

Jeongwoo kekeuh menggeleng. "Kalian cari Kak Jihoon. Biar gua sama Haruto yang ke apotek." Jeongwoo menjeda. Dia mengukir senyum tipis. "Kita ketemu nanti di perbatasan. Ok?"

Yoshi dan Yedam hampir menangis karna harus berpisah lagi. Tapi akhirnya mereka mengangguk. Jeongwoo melirik Junghwan yang menangis dengan kepala merunduk. Jeongwoo menghampiri Junghwan lalu menepuk bahu sahabatnya. "Hwan, ayo ketemuan nanti di perbatasan, gimana?"

"Lo harus janji Kak." Junghwan memberikan kelingkingnya dengan tangisan pelan. Jeongwoo tersenyum lalu menautkan kelingking.

"Janji."

setelah berjanji pada Junghwan, Jeongwoo memapah Haruto pergi dari ruangan. Sepi melanda di ruangan itu. Junghwan merunduk. Sekarang dia kehilangan Haruto dan Jeongwoo. Dua orang yang sering bermain bersamanya.

Yoshi dan Yedam sama-sama menghela nafas berat. Kenapa mereka harus terpecah belah?

'Semoga kalian bener-bener kembali bareng kita.' Batin Yoshi, Yedam dan Junghwan bersamaan.

***

"Woo, gua mua- wlee."

Sambil memapah, Jeongwoo mengelusi punggung Haruto. "Lo bertahan Har. Gua udah rela mapah lo sendiri masa lo ninggalin gua?" Ucap Jeongwoo. Dia takut Haruto benar-benar akan pingsan.

Tubuh Haruto oleng, Jeongwoo semain takut. Ini tidak bisa dibiarkan. Jeongwoo melihat sekeliling berusaha mencari toko obat namun yang dia temukan adalah segerombol zombie yang mengejar mereka berdua. Sontak Jeongwoo tanpa aba-aba langsung menggendong Haruto bridal style dan dia berlari kencang menjauh dari para zombie.

Sebuah keberuntungan di dapat Park Jeongwoo setelah berlari kencang sambil menggendong si bongsor. Sekarang dia berada di apotek. Jeongwoo langsung membawa Haruto masuk dan dia tahan pintu dengan box-box berat.

Tanpa Jeongwoo sadari, kalau ada seseorang di dalam selain mereka.

***

Mashiho awalnya ingin pakai pistol. Tapi karna dia sadar dari kejadian saat Yoonbin menembakan pistol justru semakin banyak yang berdatangan membuat Mashiho memilih pisau.

Bicara tentang Yoonbin, Mashiho jadi merasa bersalah lagi. Dia harap, Yoonbin tetap hidup. Meski Mashiho sendiri yang lihat bagaimana zombie itu mengerubungi Yoonbin. Jumlahnya begitu banyak, tidak mungkin Yoonbin selamat.

"Kak, menurut lo, apa ada orang yang bertahan hidup selain kita?" Mashiho bertanya. Hyunsuk hanya mengindik bahu tidak tau. Mashiho membuang nafas. "Kalo jalan kaki begini bisa sampe berminggu-minggu kita sampe di perbatasan." Gumam Mashiho kehilangan semangat. Hyunsuk meliriknya.

Tangan Hyunsuk merangkul Mashiho. "Jangan bicara seperti itu. Kita cari mobil yang bisa di pakai. Jangan patah semangat, kita harus berjuang sampe di perbatasan dan kejar mimpi masing-masing."

Hanya itu yang bisa Hyunsuk beri untuk Mashiho. Dia tidak bisa berikan rasa aman untuk Mashiho. Dia tidak tau harus melakukan apa untuk menyelamatkan Mashiho nanti jika mereka di hadapkan masalah besar. Tidak ada yang tau masa depan, manusia seperti tokoh peran yang mengikuti alur pencipta.

Tidak ada kata tidak bisa kalau pencipta sudah berkehendak. Tidak ada yang bisa mengubah jika pencipta sudah menuliskan scenario. Tidak ada manusia yang bisa memilih ingin menjadi apa nantinya jika pencipta sudah mentakdirkan. Lantas, sebagai manusia kita hanya di anjurkan bersyukur.

Dan, Hyunsuk sangat-sangat bersyukur di pertemukan Mashiho dan Yoonbin malam itu. Setidaknya sampai saat ini, dia punya tujuan yang akan dia perjuangkan.

***

[I] OUT✓Where stories live. Discover now