❄ 16

812 108 39
                                    

21+
Kalo mau baca part ini, saran pas udah buka puasa yaa😌

Entah bagaimana laptop Dean sudah tidak ada di pangkuan pria itu dan tangannya meraih wajah Selly lalu mempertemukan bibir mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah bagaimana laptop Dean sudah tidak ada di pangkuan pria itu dan tangannya meraih wajah Selly lalu mempertemukan bibir mereka.

Bibir Dean meraih bibir Selly dengan lembut. Menyesap rasa manis yang ingin Dean lahap habis hingga kelembutan itu menghilang.

Dean mengerang serak di sela ciuman, sedangkan napas Selly sudah memburu.

Hanya dengan satu tangan, Selly meraih rambut belakang Dean untuk memperdalam ciuman. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Dean meraih pinggang Selly dan merapatkan tubuh mereka. Membiarkan Selly duduk di pangkuannya dengan mulut mereka saling beratut seolah hidup mereka bergantung pada itu.

Selly menarik wajah dengan terpaksa demi kelangsungan hidup. "Membungkamku atau pertahananmu runtuh?" ucap Selly terengah.

"Awalnya hanya ingin menutup mulutmu, tapi setelah menatap bibirmu aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menciummu."

Selly terkekeh. "Kupikir daya tarikku sudah hilang di matamu."

Hilang? Bagi Dean, sedikitpun tak ada daya tarik yang berkurang dari diri Selly.

Dean kembali mencium Selly dengan kuat dan mendamba. Selly membalasnya karena ia hanya menginginkan dan hanya membutuhkan Dean. Tangan Dean semakin erat memeluk pinggang Selly. Benak mereka seketika penuh.

Tangan Selly yang bebas masuk ke dalam baju Dean. Pergerakannya tidak leluasa karena tangan satunya terkilir.

Walau hanya satu tangan, Dean benar-benar frustasi dengan sentuhan itu, terlebih terhalang pakaian di antara keduanya. Tak tinggal diam, Dean juga menyusupkan tangan mencari titik sensitif Selly di balik piama tipis hingga membuat wanita itu melepas ciuman hanya untuk mendongak nikmat.

Dean mengecup leher itu hingga meninggalkan jejak.

Tiba-tiba Dean menjauhkan diri. Benak Selly yang sudah penuh dengan momen mereka bercumbu, memaksaa diri membaca situasi apa yang membuat Dean berani-beraninya kembali memotong sesuatu yang sudah melemahkan seluruh sarafnya. Bahkan mungkin sekarang Selly tidak bisa berdiri sesaat walau dipaksa.

Selly memberanikan diri untuk membuka matanya. "Wow, di saat seperti ini kau masih bisa membangun bentengmu lagi, Dean? Karena jujur saja saat ini aku sudah tak berdaya." Tangan Selly yang bebas menekan pelipisnya karena pusing.

Dean meraih tangan Selly hingga wanita itu kaget. "Aku tidak mengatakan hanya sampai di sini, tidak lagi. Kau lupa perkataanku di danau? Jika kita memulainya lagi, kali ini aku tidak akan berhenti."

Di antara tidak percaya apa yang ia dengar dan perasaan senang, jantung Selly kembali berdetak cepat. "Ke kamarmu?"

"Kita tidak mungkin melakukannya di ruang tengah, Selly."

Never Go AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang