9 - a truth

846 160 17
                                    

!! tulisan miring adalah kilas balik + 3k word. 

Angin malam berhembus, mengantarkan hawa dingin yang menembus sampai ke kulit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Angin malam berhembus, mengantarkan hawa dingin yang menembus sampai ke kulit. Di balkon kamarnya, Morgen termenung sembari ditemani lintingan tembakau yang ia apit pada kedua jarinya, dihisapnya lintingan itu kuat-kuat sampai udara di sekitar memenuhi rongga dadanya lalu ia hembuskan hingga mengeluarkan asap-asap kecil dari hidungnya. Sudah lama sekali ia tidak mencicipi kenikmatan pada ujung benda kecil ini, jika bukan karena kepalanya yang terasa sangat berat. 

Hari ini begitu melelahkan dari hari sebelumnya, membuat ia tidak sanggup bahkan hanya untuk sekedar menutup mata. Disela-sela kegiatannya, sebuah panggilan masuk dari ponselnya membuat ia berhenti sejenak. Butuh beberapa detik untuk Morgen menerima panggilan tersebut setelah ia memadamkan lintingan rokoknya. 

"Halo?" sapaan dari seorang wanita di ujung sana begitu jelas terdengar.

Lagi-lagi Morgen terdiam sejenak, sepertinya ini akan menjadi malam yang panjang seperti tempo hari saat ia memutuskan untuk menerima panggilan dari si gadis.

"Ya halo, ada apa?" tanya Morgen.

"Gen ini Roseee."

"Kayaknya kamu memang selalu kenalin diri tiap kali kita telponan ya?" balas Morgen.

"Hehe aku cuma antisipasi aja, takut kamu belum save nomor aku setelah kita lost contact beberapa waktu lalu," celoteh Rose di sana.

"Oke girl, apa lagi sekarang? Pasti Wisnu?" tebaknya tanpa ragu, karena memang tiap kali Rose menghubunginya malam-malam begini tidak lain hanya untuk curhat perihal pacarnya—Wisnu. Meski sudah berulang kali Morgen berencana untuk tidak menerima teleponnya tapi ia tetap tidak bisa karena ia adalah Rose. Sahabat sekaligus wanita yang ia cintai.

Katakanlah Morgen bodoh karena dengan sukarela mendengarkan curhatan Rose tentang Wisnu yang jelas-jelas membuat perasaanya hancur. Katakanlah Rose juga bodoh karena tidak pernah peka terhadap perasaan teman laki-lakinya itu. Morgen pernah bertanya, dari sekian banyak teman yang ia miliki kenapa harus Morgen yang ia jadikan tempat berkeluh kesah? Dan jawaban Rose saat itu karena Morgen satu-satunya orang yang bisa ia percaya dan tidak akan mengkhianatinya. Hanya ia yang begitu mengenal tentang Rose juga bagaimana Wisnu. Tentang mereka yang saling menaruh rasa hingga akhirnya Morgen yang harus mengalah.

"Apa sesering itu aku curhat soal Wisnu ya? Tapi kali ini bukan tentang dia," balas Rose membuat alis Morgen terangkat.

"Terus? Apa soal diagnosis waktu itu?" tanya Morgen begitu was-was.

Rose tidak lantas menjawabnya dengan cepat membuat Morgen memastikan bahwa teleponnya masih terhubung.

"Tadi aku nemuin dokter James lagi,  sesuai sama pertemuan yang entah udah keberapa kali, akhirnya Dokter James bilang aku bener-bener harus istirahat bulan depan karena diagnosis soal kesehatan mental aku benar. Aku... kena social anxiety disorder.. "

Wisnu & ErinnaWhere stories live. Discover now