22 ; another side

278 43 12
                                    

Hari ini adalah hari yang panjang, setelah Erin berhasil mengikuti kemana pria itu pergi lalu mengikutinya untuk meeting kesana kemari akhirnya mereka sampai juga di rumah pada malam hari. Kasur empuk itu belum juga menjadi sasaran Erin karena ia masih harus berkutat dengan beberapa pekerjaan rumah yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dan Wisnu yang ikut sibuk dengan urusannya di ruang kerja yang ia siapkan ketika di rumah.

"Bisa gak kerjanya besok lagi?" kata Erin sembari meletakkan gelas berisi kopi panas di atas meja Wisnu.

Wisnu tidak menyuruhnya, ini inisiatif Erin.

"tumben," komentar Wisnu.

"Sebelum disuruh harus inisiatif dulu."

"Good wife."

Erin mendecih.

"Emang belum puas kerja dari pagi sampe malem.. masih lanjut lagi di rumah?" tanya Erin heran.

"Tadinya sih mau udahan tapi disediain kopi, artinya kamu nyuruh saya begadang malam ini," jawabnya melirik Erin.

Benar juga.

"Aduh alasan mulu deh, udah cepetan jangan terlalu larut. Overwork juga gak baik."

"Iya, makasih perhatiannya."

"Idih.." kata Erin lalu pergi meninggalkan Wisnu sendiri.

Kekacauan yang terjadi hari ini membuat Wisnu hampir tidak bisa untuk berhenti berpikir tentang kelangsungan perusahaannya. Sampai ketika di rumah pun ia masih harus berpikir, mencari cara, mengerjakan sesuatu agar mendapatkan solusi dari masalah yang menimpanya.

Erin menutup pintu ruang kerjanya dengan hati-hati. Berdiam sejenak, lalu berjalan ke arah sofa. Perasaannya gelisah melihat sikap Wisnu yang tampak tidak baik-baik saja setelah masalah yang terjadi di perusahaan.
Hingga akhirnya ia memilih untuk menunggunya di sofa sampai tidak tahu lagi jam sudah menunjukkan pukul berapa.

Memasuki larut malam hampir jam setengah satu, Wisnu keluar dari ruang kerjanya sembari melepaskan kacamatanya yang membuatnya terasa pegal.

Sempat terdiam sebentar tatkala ia dapati Erinna tertidur pulas di sofa.

"Astaga, kenapa sih pake nungguin."

Wisnu berjalan mendekat memperhatikan wanitanya yang nampak begitu kelelahan. Kasihan jika harus dibangunkan padahal ia sudah mencapai titik kenyamanan.
Pria itu akhirnya memikirkan cara lain.

Dibawanya dua buah bantal beserta selimut. Ia angkat kepalanya dengan begitu hati-hati agar tidak merusak mimpi Erin disana. Selimut pun ia pakaikan ke tubuh wanitanya agar angin tidak mengganggu tidurnya. Tubuh Erin secara alami mengeratkan selimutnya.

"Dingin ya Rin? maaf ya udah buat kamu ketiduran disini," ucap Wisnu sebelah tangannya mengelus kepala Erin pelan, menyingkirkan anak rambut yang mengenai wajah Erin. 

Meoww

Meoww...

"Uhh kamu mau disayang juga ya?" Wisnu mengangkat Molly yang terus-terusan menempelkan badan ke kakinya. 

Wisnu mengelus penuh sayang kucingnya Molly yang semakin hari semakin terlihat membulat, ditengah kesibukannya bekerja ia tetap memperhatikan serta menjaga hewan peliharaanya itu. 

Meoww

Bagi Wisnu, kucing adalah sumber kebahagiaan. Dikala ia sedang sedih atau marah, makhluk itu mampu membuat perasaanya lebih baik. Berkat wajahnya yang menggemaskan serta bulu-bulu halusnya yang membuatnya menjadi lebih tenang. Seringkali Wisnu mengajak kucingnya berbicara, meski ia tahu bahwa kucing itu tidak akan menjawab pertanyaanya atau menimpali ucapannya tapi ia yakin bahwa makhluk itu mengerti dan itu menjadi healing tersendiri bagi Wisnu. Maka bukan perkara mudah baginya ketika ia dapati kucing kesayangannya yang sudah menemaninya sejak lama itu mati. Rasanya sebagian dari dirinya hilang. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 03 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Wisnu & ErinnaWhere stories live. Discover now