03

1.1K 297 28
                                    


Selamat datang kembali!

03. Keputusan

;

Jake keluar dari kamar dan turun menuju dapur untuk memgambil buah dan minuman, dia tidak bisa makan nasi di malam hari, bisa-bisa dia muntah berkali-kali. Rumah ayahnya sangat besar, bahkan ada lift, dan jalan yang berputar-putar.

Jake bingung, karena sudah 7 tahun lamanya dia pergi dari rumah itu. Dan, bisa-bisanya Taehyung bilang tidak perlu pembantu, maid, pelayan atau apalah itu. Ya, hanya ada satu sopir dan satu satpam saja. Bahkan demi keamanan, banyak CCTV dimana-mana.

Ah, ya. Seokjin sangat kaya, bisa dibilang begitu. Mempunyai bantak perusahaan, bahkan di Australia juga. Semua perusahaan diberikan pada Taehyung, tanpa terkecuali.

Taehyung sebenarnya tidak mau menerima, dia punya rumah sendiri. Tapi, mengingat Jake sendirian, dia ingin sekali menjadi ayah bagi anak laki-laki itu, bahkan sekarang pun Jake itu rumahnya, Jake yang dia punya. Itulah sebabnya Taehyung tulus menyayangi Jake, tanpa alasan.

"AH! SIAL!"

Jake berhenti tepat didepan pintu ruangan kerja Taehyung, mendengar kemarahannya dia sedikit khawatir.

"Pah, are you okay?" Tanya Jake sambil mengetuk pelan pintu Taehyung. "Aku masuk ya? Aku khawatir sama Papah," Tambahnya, membuka pintu pelan-pelan lalu melihat Taehyung yang sedang gelisah dengan beberapa dokumen di meja kerjanya.

"Pah? Semuanya oke 'kan? Kalau capem tidur aja. Perlu bantuan Jake buat masalah perusahaan?" Tawar Jake, jangan dipikir dia sok tau masalah perusahaan. Tapi, Jake sudah mempersiapkan semua itu dari dua tahun yang lalu, Taehyung juga tau itu.

Katanya biar Papah tidak lelah mengurus semua sendirian.

Taehyung mengusap wajahnya kasar, membereskan dokumen miliknya. "Tidak ada, Jake tidur aja. Papah juga mau tidur." Ucapnya.

Saat dokumen itu ingin dimasukkan ke dalam map, dengan cepat Jake mengambilnya dari tangan Taehyung. "Papah selalu bilang kayak gitu, nanti kalau aku udah keluar pasti lanjut kerja. Biar aku lihat dokumennya du-, Mamah?"

Ayo, bayangkan muka Jake seperti apa kalau terkejut?

Dia melihat foto mamahnya tertera di satu lembar kertas bertuliskan 'Pemilik Perusahaan Kim'.

"Pah? Bisa jelasin?"

"Mamahmu itu mengambil alih salah satu perusahaan ayahmu. Perusahaannya mulai goyah dan mau kerjasama dengan perusahaan yang dipegang Papah."

"Mamah tau kalau ayah punya perusahaan lain?"

"Jake, ayahmu itu suka simpan banyak rahasia. Ayahmu itu sulit ditebak. Sedangkan Jake tau kan Mamah kamu seperti apa, dia gila harta. Sayangnya tau perusahaan Seokjin cuma satu padahal kalau digabung ada lima perusahaan besar," Taehyung menghela pelan, meminum kopinya sebentar lalu meneruskan ucapannya lagi, "Dan belum juga beberapa cabang restoran diluar kota Seoul, Mamahmu juga nggak pernah tau hal itu."

Ekspresi Jake masih sama, hanya saja dia terkejut bahwa Mamahnya tidak tau betul seperti apa Papahnya, bahkan sampai-sampai merahasiakan perusahaan besar dan juga beberapa cabang restoran.

"Ingin Papah batalin kerja sama atau memilih lanjut?"

"Kenapa Papah tanya aku?"

"Jake, semua ini milik kamu. Saat ini memang Papah yang pegang kendali. Tapi kalau Jake udah dewasa semuanya akan kembali ke Jake lagi, paham?."

"Jake paham, tapi itu milik keluarga kita, cuma Ayah Seokjin, Papah Taehyung, Aerin dan Aku." Ucapnya kemudian duduk di sofa.

"Mamah?"

"Aku nggaj pernah ngerasain didikan seorang Ibu. Dulu dia selalu pergi ke club dan nggak peduli sama kedua anaknya. Jake bakal terimakasih banget karena dilahirin di dunia, tapi seorang anak butuh ibunya kan? Bahkan dia nggak pernah datang ke pemakaman Aerin dan juga Ayah." Jake menunduk lesu, "Cuma karena incar kekayaan ayah aja."

"Kamu tau sejak kapan soal itu?" Taehyung beranjak mendekat dan duduk disamping Jake.

"Aku risih banget dengerin Ayah sama Mamah bertengkar, dan Aerin selalu bilang mereka berisik. Aerin dulu sering lari ke kamar kalau ada yang ribut, aku cuma usap kepalanya dia udah bisa tidur. Sedangkan Jake butuh ketenangan buat bisa tidur."

Dia menoleh dan menatap mata sang Papah "Lanjutin aja kerjasamanya Pah, aku mau tau seberapa jauh dia bertahan dengan perusahaan itu."

;

Saat ingin pergi duduk dan makan, Sunghoon datang dan menghalangi jalan Jake, "Jadi gaimana? Lo udah mikirin buat masuk tim basket kita?" tanyanya.

Apa Sunghoon itu biasa ngedesak seseorang?

Jake membuang nafas jengah, "Gue rasa nggak bisa. Basket itu hobi gue, gue takut ntar bisa bosan kalau terus main basket. Tapi kalau lo ajak gue bmain basket bareng gue bisa ikut juga kok." Jawabnya lalu mengambil langkah lagi.

"Lo mau kemana?" Hah, lagi-lagi Sunghoon mencegahnya pergi.

"Gue mau nemenin adik lo makan. Lihat, dia sendirian tuh." Jawabnya sambil melirik ke arah Ni-ki.

Adik tirinya itu selalu saja bisa mengambil perhatian orang lain, Sunghoon terpaksa memanggilnya, "Ni-ki!! Sini!,"
"Ambil makanan lo, bawa kesini makan bareng kita. Cepetan, gue nggak mau dibantah." Suruhnya, Ni-ki hanya mengangguk pelan menuruti kakaknya.

"Tuh bocah bicara apa aja sama lo?" Tanya Sunghoon pada Jake, bukan apa-apa, hanya saja dulu Ni-ki adalah tipikal anak yang suka mengadu.

Jake mengernyit, menaruh sendok makannya, "Soal apa?"

"Ya soal kita, apalagi?" Sahut Jay cepat.

"Nggak ada," Jake dengan cepat menggeleng, "Gue cuma mau temenan aja. Jay, gimana kondisi Jungwon kemarin?"

"Nggak usah sok peduli." Perubahan wajah Jay terlihat sangat jelas.

"Jake, lo kenal Jungwon?" Tanya Heeseung.

"Sebenarnya nggak, cuma kemarin gue ke Rumah Sakit dan nggak sengaja lihat Jay dan dengerin dia bicara sama Jungwon." Jawabnya membuat Jay sedikit heran, padahal Jake menemui Jungwon lebih dulu.

"Buat apa lo ke Rumah Sakit?"

"Bawain titipan dari ayah buat temennya." Jawabnya pelan kemudian menoleh ketika Ni-ki sampai di meja mereka, "Ah, Ni-ki duduk di sebelah gue sini."

"Dari yang gue lihat, kenapa kalian berdua nggak begitu akrab sama adik kalian?" Tambahnya.

Jay berdecih, memandang remeh Jake yang menurutnya paling sok tau akan kehidupan orang lain, "Lo terlalu banyak ikut campur urusan kita kayaknya. Lo nggak akan ngerti karena lo nggak punya adik."

Senyuman kecil Jake mendadak pudar, dia menatap Jay tajam, "Gue punya, gue sayang banget sama dia. Sayangnya dia nggak adabwaktu umurnya masih delapan tahun." Suara dinginnya itu jarang sekali dia tunjukkan, menatap Jay tanpa berkedip dan menyelesaikan ucapannya.

"Emang adik lo ... sorry, meninggal karena apa?" Sunoo berharap ucapannya tidak menyinggung perasaan Jake.

"Dibunuh."

Semuanya mendadak hening di meja itu, tidak ada yang membuka suara lagi menyahuti jawaban Jake tadi. Termasuk Ni-ki yang mulai mematung, bahkan wajah Sunoo terlihat sadikit takut.

;

Tbc.

Connect; 090621

❝ ʙʟᴏᴏᴅʏ ᴘᴀʀᴛʏ ❞ ||ᴇɴʜʏᴘᴇɴ [ᴇɴᴅ]✔Where stories live. Discover now