35

2.3K 119 6
                                    

A/n:

Aye aye uts udah selesai dan sekarang liburan! Ini gue update langsung 4 part WKWK. Dan ini kayanya bakal tamat 2 part lagi. Kayanya.

Gaseru ya? Gadapet ya feelnya? Yah gue juga ngerasanya gitu. Gak gereget. Tapi tetep, makasih ya yang masih tetep baca, vote dan comment uh lope lope sini dah gue cipokin semua. HAHA. Udah ah happy reading!

Alvero's pov

"Lo yang stop acting kayak lo ngertiin gue padahal lo enggak!"

Gue natap matanya yang melihat gue dengan sorot tajam. Gue melihat kemarahan sekaligus kekecewaan disana.

Fenny ngelewatin gue dan gue gak bisa nahan dia.

"Dan berenti bilang lo cinta sama gue padahal lo tau gue aja enggak! Stop saying tons of shit."

Bam.

Gue merasakan ngilu luar biasa begitu mendengar kalimat yang keluar dari mulut Fenny sendiri.

Gue gatau apa-apa lagi. Gue bener-bener blank.

Jadi Fenny gasuka kalo gue bilang cinta sama dia? Jadi dia gasuka..... gue.

"Fuck." desis gue sambil menendang meja didepanku.

Sakit, tapi seperti ga ada apa-apanya dibanding ngilu yang gue rasain didada.

"Ver? Lo oke?" ucap seseorang yang ternyata Derry. Oh, bagus, gue bahkan lupa kalo Derry daritadi masih ada dipintu. Berarti dia denger semuanya.

Great.

"Aish, sori. Lo ga oke. Gue tau gue gada hak ngurusin masalah lo sama Fenny tapi for your information aja, tadi gue liat Fenny nangis. Gue baru liat dia nangis hari ini sejak 3 tahun gue kenal dia." Ucap Derry.

Gue memejamkan mata. Merasa lebih buruk dari sebelumnya.

"gue mau balik." ucap gue akhirnya lalu keluar kelas, berjalan menuju parkiran. Tapi di gerbang sekolah, gue liat Fenny masuk ke mobil Gusti.

Sigh.

***

Fenny's pov

Di dalem mobil Gusti, kita ga bicara apa-apa. Aku juga lagi unmood gara-gara Vero tadi. Dan sepertinya Gusti paham aku lagi gamau ngomong apapun.

Ternyata Gusti membawaku ke pasar malam itu. Tempat dimana Gusti menanyakan apakah aku mau menjadi pacarnya. Tempat dimana aku menjawabnya dengan kata "ya".

Tapi bukan itu yang mendominasi ingatanku. Sekarang, yang aku ingat justru saat aku dan Vero bertemu disini. Dibangku yang sekarang aku dan Gusti duduki.

Waktu itu aku masih bekerja sebagai pelayan di DarkLight...

"Kamu masih inget tempat ini, kan?" Ucapan Gusti membuat ingatanku buyar. Aku kembali sadar bahwa aku sedang bersama Gusti.

Kalau Vero tau aku sedang bersama Gusti, dia pasti marah-marah nggak jelas. Menyebal- tunggu, memang, apa peduliku?

"Fen?" Gusti menyentuh lenganku pelan, mencoba menyadarkanku dari lamunan. "Kok daritadi aku perhatiin kamu ngelamun terus?"

"Hah? Enggak." Ucapku cepat. "Jadi, ada apa? Cepet, ngomong. Bunda pasti khawatir aku belum pulang juga."

Gusti terlihat termenung. "Bunda ya? Bunda apa kabar? Baik-baik aja kan? Butiknya gimana? Lancar? Ah.. dulu, dia selalu percaya kalo kamu pergi sama aku. Pasti sekarang dia benci sama aku."

Aku berdehem. "Bunda baik." Jawabku singkat, tak mengindahkan kalimat terakhirnya.

Gusti mengukirkan senyum tipis. "Kemarin aku ketemu Sisca, dia putusin aku. Dia bilang dia masih cinta sama Nick."

Aku diam saja, menunggunya melanjutkan cerita.

"Dia bilang dia nyesel udah nyia-nyiain Nick. Dia bilang dia gamau nyia-nyiain Nick untuk yang kedua kalinya." Dia mendengus. "Dia udah nyadarin aku, kalo aku juga ngerasain hal yang sama."

Aku mengernyitkan dahiku. Tapi masih diam.

"Aku nyesel ninggalin kamu, Fen. Aku nyesel ngancurin kepercayaan kamu, Bunda dan Ayah kamu. Aku nyesel. Aku minta maaf."

Aku masih saja diam.

"Bisa-bisanya aku bahagia sedangkan kamu... kamu kebingungan sama perubahanku. Aku bener-bener... minta maaf." Lagi, dia mengucapkannya dengan nada lemah. "Makanya, aku mau perbaikin semuanya. Aku mau kamu terima aku lagi, aku mau kita coba sekali lagi. Gimana, Fen?"

Aku melotot. "Apa?!"

"Aku tau ini mungkin mendadak tapi.. kamu masih gabisa lupain aku kan? Kamu masih punya rasa sama aku kan? Aku gaakan pergi ke Thailand dan akan stay disini kalo kamu mau nerima aku, ya Fen?"

Aku tertawa sinis. "Apa kamu bilang? Kamu gaakan pergi kalau aku terima kamu lagi?" Aku menarik napas, "Wow. Aku speechless, Gus. Kamu minta maaf tapi masih jadiin aku pilihan?"

Gusti cepat mengelak, "nggak gitu, Fen! Maksudku nggak gitu."

"Oh ya? Aku gapeduli. Aku mau pulang." Ucapku dengan napas memburu lalu berdiri.

"Fen!" Gusti juga ikut bangkit dari duduknya. "Aku gamaksud gitu. Aku cuma mau kita coba lagi, toh, kamu masih gabisa lupain aku kan?"

Aku tertawa sinis, lagi. Menepuk-nepuk dadaku untuk meredakan nyeri yang terasa didalam sana. "Iya! Aku emang masih gabisa lupain kamu! Hampir seumur hidup, Gus! Hampir seumur hidupku, apapun yang aku lakuin itu ada kamu! Aku selalu percaya sama kamu! Tapi tiba-tiba kamu pergi sama orang lain! Kamu balik dan kamu bilang perasaan aku gak nyata. Terus aku ini apa? Selama ini aku apa?!"

"Dan tiba-tiba kamu notice perasaan aku begitu cewek baru kamu itu udah ninggalin kamu. Kamu fikir hati aku ini kos-kos an?! Bisa kamu datengin dan tinggalin sesuka hati kamu?!" Aku mengusap wajahku frustasi.

Gusti nampak terkejut, tentu saja. Karena aku juga terkejut dengan apa yang baru saja kukatakan. "Maka dari itu aku minta maaf dan meminta kesempatan kedua. Kamu mau kan?"

Aku menatapnya dengan tajam. "Enggak."

Gusti terperangah. "Kenapa? Bukannya kamu bilang kamu masih gabisa lupain aku? Kalau gitu, lupain apa yang terjadi dan kita ulang semuanya, oke? Kamu jangan naif, Fen. Kamu tau kamu masih butuh aku."

Kontan, kulemparkan tamparan pertamaku dipipinya. Keras.

"Naif? Aku gatau kamu sebrengsek ini, Gus. Makasih udah nawarin, tapi aku ga butuh hati kamu lagi. Aku ga butuh kehadiran kamu lagi. Mau pergi ke Thailand? Keujung dunia aja sekalian! Aku gamau tau."

Aku berbalik dan melangkah pergi dari tempat menyesakkan itu. Tapi omongan Gusti menghentikan langkahku.

"Apa karena cowok itu? Alvero? Emangnya, apa sih bagusnya dia?!"

Dengan geram, aku menjawab. "Seenggaknya dia gapernah lepasin orang yang dicintainya."

Lalu aku melangkah pergi.

Dan kali ini, kupastikan tak akan pernah kembali lagi.

Between You And MeWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu