23

3K 147 14
                                    

Fenny's pov

Aku melangkahkan kakiku menyusuri koridor yang sudah sepi. Padahal ini baru 15 menit dari waktu bel pulang sekolah, namun sekolah sudah benar-benar sepi. Hanya ada beberapa anak yang duduk-duduk dilapangan atau sedang berjalan pulang sepertiku.

Aku benar-benar tidak berniat pulang. Setelah mengetahui kebenaran tentang Cerry, aku benar-benar merasa tidak sanggup untuk bertemu dengannya.

Aku sengaja menelfon mang Tejo untuk hanya meninggalkanku dengan alasan ada tugas yang harus kukerjakan disekolah. Aku ingin naik busway saja sehingga aku bisa berjalan kaki sampai halte. Sudah sangat lama rasanya tidak merasakan jalan kaki lagi sepulang sekolah. Aku benar-benar rindu. Rindu masa-masa saat aku tidak mengetahui kebenaran Gusti.

Katakanlah aku egois. Aku tak peduli. Aku benar-benar merasa seperti berada ditengah-tengah kerumunan masa, terdesak, sesak.

Cinta pertamaku yang kufikir adalah cinta terakhirku juga, ternyata tidak pernah berfikiran hal yang sama. Justru ia mendamba perempuan lain lebih daripada aku mendambakannya.

Dan kini, dua orang baru dengan santainya menyatakan suka kepadaku dan memperlihatkan sikap yang benar-benar manis. Perempuan mana yang tidak berterimakasih?

Tapi, haruskah aku bersyukur lalu melupakan masa lalu? Bagaimana kalau dia kembali dan ternyata dia tidak baik-baik saja tanpaku?

Argh, aku mengacak-acak rambutku frustasi. Bagaimana mungkin aku berfikiran hal seperti itu? Aku benar-benar tidak mempunyai harga diri. Memangnya kenapa jika ia tidak baik-baik saja? Itu bukan urusanmu, Fenny bodoh.

Aku terus melangkah sampai tidak menyadari aku telah sampai di halte bus. Aku duduk menunggu bus datang sambil menggoyang-goyangkan kakiku kedepan dan kebelakang. Tiba-tiba, seseorang menepuk pundakku dan duduk disebelahku. Aku menengok untuk melihat siapa dia. Ah, Alvero.

Aku hanya diam saja lalu kembali membuang pandangan. Orang ini sudah masuk kedalam list orang-orang yang harus kuhindari. Tapi sepertinya benar kata orang, semakin kamu tidak ingin melihat seseorang, orang itu justru akan terlihat olehmu, secara acak. Aku tersenyum sinis karena kalimat itu.

"Lo aneh banget tau ga." Ucap Alvero pelan.

Aku mengernyit dan menengok kearahnya yang juga sedang menatapku. "Aneh?"

Ia tersenyum tipis. "Fenny yang gue kenal kalau dikatain sedikit aja langsung ngomel, ini lo dibilang aneh malah nanya?"

Aku melongo. "Huh?"

Vero malah cekikikan sendiri. "Lo bener-bener hebat ya. Jalan sendirian sambil ngelamun, tapi bisa sampe sini dengan selamat."

Lagi-lagi aku hanya melongo sambil ber "hah?" ria.

Kenapa Vero bisa tau aku tadi ngelamun? Emang mukaku disini melas banget gitu sampe dia tau aku ngelamun? Atau jangan-jangan dia ngikutin aku? Ha-ha-ha. Lucu. Gamungkin banget lah, orang dia udah pulang dari bel sekolah tadi. Tapi bukannya dia bawa kendaraan? Kenapa dia naik bus?

"Lo kok disini?" Tanyaku setelah cukup lama menimbang-nimbang untuk bertanya atau tidak.

Lagi, Vero hanya tersenyum lalu mengabaikanku lagi. Aish, ini anak emang paling bisa bikin kesel, deh.

"Heh, lo punya mulut gak sih? Orang nanya bukannya dijawab malah-"

"Ssttt. Jangan berisik kenapa sih, itu busnya dateng. Buruan berdiri biar kebagian tempat!"

Aku bahkan belum sempat mencerna apa yang ia katakan namun kedua tangan Vero sudah mendorongku untuk menaiki busway. Benar saja, kita masih sempat mendapatkan tempat duduk.

Baguslah, kalau begini lebih baik aku tidur daripada harus meladeni orang yang hanya akan mengacuhkanku setelahnya. Aku menyandarkan punggungku lalu memejamkan mata. Mulai berusaha untuk tidur. Saat aku benar-benar akan kehilangan kesadaran, aku merasakan sesuatu disumpalkan ke telinga kiriku. Sedetik setelah itu, lagu Mandy Moore - Only Hope mengalun indah memenuhi indra pendengaranku. Aku menengok kesebelah kiri, tempat Vero berada. Ternyata memang dia yang memasangkanku sebelah headset miliknya. Kini ia sedang dalam posisi sepertiku tadi, memejamkan matanya.

There's a song that inside of my soul

It's the one that I've tried to write over and over again

I'm awake in the infinite cold, but you sing to me over

And over and over again

Saat aku sedang menatapi figurnya, ia bangun dengan tiba-tiba lalu mengambil buku paket ditasnya dan membukanya secara acak tepat didepan wajahnya.

Namun ia sama sekali tidak membacanya, ia justru menengok kearahku sambil berbisik. "Gue bener-bener gapengen ngomong ini tapi gue bener-bener ganyaman."

Huh? Ngomong ap- tunggu. Jangan bilang ia mau mengatakan kalau ia suka padaku sama seperti saat diperpustakaan silam? Aish, haruskah di busway?

"Gue daritadi ngikutin lo soalnya....."

"Mending lo jangan ngomong sekarang. Orang-orang bisa denger." Ucapku memotongnya.

Ia tampak bingung namun bersikeras melanjutkan. "Gabisa. Harus sekarang."

"Tapi kan-"

"Kayaknya orang itu ngikutin kita mulu daritadi."

Aku membungkam mulutku yang hendak memarahinya karena ingin mengatakan perasaannya padaku ditengah kerumunan orang. Aku begitu bersyukur aku belum mengatakannya. Aish, mengapa aku bodoh sekali? Tapi tunggu, orang yang mengikuti kita?

"APA?!" pekikku agak keras sehingga beberapa orang didekatku menatapku sinis. Aku langsung menutup mulutku lalu berbisik dengan sangat pelan, "penguntit gitu maksud lo? Mana?!"

Ia mengangkat kedua bahunya acuh. "Dia lagi peratiin kita." Aku langsung celingak-celinguk kesana kemari namun tangan Vero menangkap daguku dan menghentikannya.

"Jangan nengok ish." Ucapnya greget sendiri.

Aku melepaskan tangannya lalu kembali berbisik. "Kalo emang bener, kita harus cepet lapor polisi, Vero!"

"Emang lo mau temen sebangku lo sendiri masuk penjara?!" Bisik Vero masih terlihat gemas.

Aku melongo sambil mencoba untuk celingak-celinguk lagi namun tangan Vero kembali menahan daguku.

"Jangan nengok, Fenny." Ucap Vero benar-benar terlihat ingin menggigitku.

Aku cemberut sendiri karena aku pasti terlihat seperti orang gila. Aku melepaskan tangan Vero lalu kembali memejamkan mataku dan mendengarkan lagu Only Hope yang berakhir dan digantikan oleh lagu Maroon 5 - Daylight. Aku berfikir dalam hati mengapa Nick mengikutiku? Bukankah dia juga langsung pulang saat bel pulang sekolah berbunyi? Apa dia menungguku? Tapi, untuk apa?

"Gue kira dia pencopet atau apa, taunya dia si anak homeschooling itu, ya?" Ucap Vero lagi pelan.

Masih sambil memejamkan mata, aku menjawab dengan pelan juga. "Dia sekarang udah gak homeschooling sih. Dia udah full-time belajar disekolah."

Tiba-tiba headset di telingaku copot karena Vero yang membuat gerakan untuk menghadapku. "Serius?!"

"Ish. Ngapain gue boong? Ganggu aja elah lo." Ucapku yang sudah menghadapnya juga.

Vero terlihat berfikir keras lalu bergumam sangat pelan. "Emangnya dia udah sembuh?"

"Apa?"

Vero kembali melihatku dengan kebingungan yang tampak jelas di wajahnya. "Ah, enggak apa-apa."

"Tapi tadi gue denger lo bilang dia udah sembuh? Maksudnya?"

Vero terlihat lebih bingung lagi dari sebelumnya. "Emang lo gak tau?"

Nick, aku benar-benar harus menghajarmu untuk tidak memberitahukan hal penting tentang dirimu.



********************

aish mampus aje besok gue UH pkn tapi malah nulis ini asdfggjjllakajajaaghsajakal

Between You And MeWhere stories live. Discover now