21

3.5K 179 36
                                    

Fenny's pov

Aku merebahkan diriku dikasur empukku. Aku merasa lelah sekali dengan apa yang terjadi hari ini. Pengakuan Alvero.....

Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku jadi merasa seperti anak smp yang baru tau bagaimana rasanya dicintai. Walaupun sebenarnya memang seperti itu. Maksudku, selain dengan Gusti, memangnya siapa lagi yang pernah menyatakan cinta kepada seorang Fenny?

Baru kali ini. Dan orang itu adalah Alvero. Bahkan aku belum terlalu mengenal siapa itu Alvero. Oke, yang aku tau hanya Alvero adalah mantan bosku, pemalas, suka tidur, selalu terlihat mengantuk, lumayan pintar, lumayan ganteng juga, terus-

Oke, itu banyak.

Aku mencabik-cabik bantal dengan frustasi. Aku segera turun dari kasurku dan berjalan gontai ke kamar mandi dan berfikir mungkin air hangat akan membuatku menjadi lebih baik.

Selepas mandi, aku hendak turun ke ruang makan untuk makan malam, karena perutku meronta ingin makan sehabis mandi. Namun saat di anak tangga teratas, aku melihat Cerry baru naik ke lantai atas. Otakku berfikir sangat cepat dan menyadari bahwa Cerry sangatlah dekat dengan Alvero. Jadi, bukan kah ada kemungkinan Cerry tau apa yang salah dengan otak Alvero?

"Cerry!" sapaku semangat. "Gue mau..... nanya dong......" suaraku semakin melemah ketika melihat Cerry hanya mengabaikanku dan hanya melewatiku seperti orang asing. Bahkan ia tak repot-repot untuk sekedar melirik saja.

Great. Terus aku harus kayak gimana?

Suara perutku yang kelaparan membuatku sadar tujuanku keluar kamar adalah sepiring makanan. Aku tak peduli jika Cerry kumat sekarang. Yang penting perutku terselamatkan.


***

Aku melepas kacamataku lalu memijit batang hidungku kelelahan. Jam istirahat baru saja berbunyi yang mengakhiri pelajaran matematika hari ini. Aku sangat ngantuk mengingat tadi malam begadang untuk mempelajari materi hari ini dan juga materi Fisika kemarin saat bolos kelas.

"Fenny!"

Aku terlonjak kaget saat Nick meneriakkan namaku tepat ditelinga. "apasih gausah teriak-teriak ngapa."

Nick malah menelototiku dan memberi isyarat untuk melihat ke depan kelas. Yang kulihat adalah semua anak menatapku, ditambah dengan Ibu Norris, guru matematika sekaligus wali kelasku. Aku mengerutkan keningku dalam, bingung mengapa Bu Norris masih disini padahal jam istirahat sudah berbunyi.

Bu Norris menggeleng singkat lalu berkata, "Fenny, ikut ibu ke kantor sekarang."

Aku hanya mengangguk kikuk lalu berdiri mengikutinya ke kantor guru. Aku bertanya-tanya dalam hati, untuk apa Bu Norris memanggilku? Apa aku membuat kesalahan? Tapi, kesalahan apa?

Astaga, jangan bilang kalau ini masalah bolos kelas kemarin! Ya ampun, ya ampun! Aduh ini mau ke kantor guru pula! Gimana kalau ketemu Pak Broto?

Mati aku, mati!

Begitu membuka pintu kantor guru, kepalaku celingak celinguk memeriksa keadaan. Mataku menuju bilik dimana Pak Broto berada. Namun sepertinya ia masih berada di dalam kelas. Karena kepalanya yang agak besar itu tak terlihat seperti biasanya. Yah, syukurlah.

Aku mengikuti langkah Bu Norris menuju bilik paling ujung dan masuk kesana. Bilik setiap guru tidak luas dan juga tidak terlalu kecil. Cukup muat untuk tiga orang. Tiap guru juga bebas meletakkan aksesorisnya didalam bilik pribadi. Bilik Bu Norris lah yang paling kusuka. Ada banyak aksesoris lucu namun tidak berlebihan. Ada bingkai foto keluarganya juga disebelah komputernya.

"Jadi, Fenny, sebenernya kamu ada masalah apa?" ujar Bu Norris begitu kami sudah duduk di kursi yang saling berhadapan.

Aku mengernyit. "Masalah? Saya gak ada masalah kok, bu." jawabku berusaha meyakinkan beliau. Lagi pula, masa ketika aku memiliki masalah pribadi lantas harus menceritakannya kepada Bu Norris? Walaupun beliau wali kelasku, tapi kan tetap saja. Privasi tetaplah privasi.

Between You And MeWhere stories live. Discover now