26

3K 121 4
                                    

Aku berjalan gontai ke dalam rumah masih sambil kefikiran oleh perkataan Alvero disekolah. Bukan berarti aku luluh dengan pernyataan cintanya, oke?

Ah, baiklah, mungkin aku memang sedikit luluh. Tapi hanya sedikit , oke? Karena pada dasarnya aku masih belum bisa menghapus sepenuhnya perasaanku pada orang itu.

Aku memang bodoh masih bisa-bisanya menyimpan perasaanku untuk orang yang ternyata sama sekali tidak mencintaiku. Tapi setidaknya, dia sudah berada disampingku hampir seumur hidupku! Bukan hal yang mudah untuk mempercayai sepenuhnya bahwa orang yang selalu dan sangat kau percayai ternyata hanya memasang topeng untuk menjadi yang kita inginkan tapi ternyata... dibalik itu dia tak merasa apa-apa.

Selain itu, aku juga yakin Gusti pasti pernah menyukaiku. Atau setidaknya, hampir menyukaiku. Bukan aku kepedean atau apa, tapi bukankah mustahil jika Gusti tidak pernah merasakan sesuatu? atau, memang hanya aku yang merasa?

Gosh, mengapa menyebut namanya saja sedahsyat ini akibatnya?

Nyeri luar biasa.

Aku mengacak rambutku frustasi. Untung diruang tamu sepi. Semua orang sedang bekerja. Bahkan bunda melanjutkan pekerjaan lamanya. Dan tak ada satupun pelayan disini.

Aku berniat untuk merebahkan diri ke kasur saat kulihat Cerry menuruni anak-anak tangga dengan malas-malasan.

Sepertinya dia tidak menyadari keberadaanku.

Entah apa yang mendorongku, tapi aku mempercepat langkahku dan berhenti tepat didepannya lalu tanpa memberi jeda untuk Cerry angkat bicara, aku berkata,

"bisa ngomong berdua?"

***

"So.... gue mau nanya lo sesuatu." ucapku setelah akhirnya kami berdua duduk diruang tengah.

Cerry mengangkat sebelah alisnya, bertanya.

Aku berdehem pelan. "Lo... gimana perasaan lo ke Alvero?"

Aku bisa melihat wajah Cerry yang terkejut. Tapi itu hanya sekilas karena dengan cepat ekspresinya berganti menjadi datar kembali.

"perasaan? wait, what are you talking about?"

"Gue rasa lo tau apa yang gue maksud."

Cerry tampak sedikit resah sesaat. Aku hampir berfikir untuk tidak memaksakan jawaban jujurnya lagi ketika ternyata dia menjawab dengan retoris. "Dan gue rasa lo udah tau jawaban atas pertanyaan lo."

"Kayaknya basa basi juga ga ngaruh, iya kan?" ucapku tanpa benar-benar mengharapkan jawaban Cerry. "Jadi, gue mau tanya, apa lo ngejauhin gue karena gue sama Alvero...deket?"

Cerry menyunggingkan senyum sinisnya. "Seriously, Fen? Kayak gitu cuma dibilang deket? you have no idea."

"Then, what?"

"Lo tau gue tau kalo Alvero suka sama lo, Fenny! Dia suka sama lo yang bukan apa-apanya dibanding gue yang udah disisi dia since.... a long time. Lo... gak tau apa-apa."

Aku terpaku melihat mata coklat milik Cerry yang berair.

"Gue gapernah minta hal ini-"

"Just shut up! gapernah minta Vero buat suka sama lo, gitu?! Terus lo mau nunjukkin kalo lo bisa dapetin hati Vero segampang itu, gitu?! Sedangkan gue disini usaha sekeras apapun tapi ga- Oh, shit."

"Nggak gitu, Cerry, astaga. Gue gada maksud kayak gitu-"

"Cukup. I'm done." ucapnya sambil bangkit dari duduknya lalu berjalan kearah tangga. Baru beberapa langkah menaiki tangga, ia berbalik. Menatap tepat dimanik mataku.

"tapi dari mana lo tau tentang ini? Apa... Nick yang ngasih tau lo?" tanyanya penuh selidik.

Aku cepat menggeleng. "Enggak. Nick gada bilang apa-apa..."

Cerry menaikkan sebelah alisnya, lagi. "Ck. Oh, ya? Gue kira dia ngasih tau lo. Ternyata dia masih bersikap sok keren didepan lo." gumamnya pelan, seperti berbicara sendiri.

Aku sedikit terpaku. Tak tau harus menanggapinya seperti apa.

"Oh iya, mantan lo itu.. siapa namanya? Gusti? Gue ketemu dia kemaren. Ganyangka aja lo baru putus udah move on ke orang lain secepat itu. You are great."

Setelah itu aku merasa sengatan luar biasa menusuk dadaku. Membuat sensasi nyeri disekujur tubuhku. Membuatku beku.

Kurasa Cerry sempat terdiam melihat reaksiku. Namun aku tak bisa menggerakan tubuhku untuk sekedar merubah ekspresiku. Aku..

Gusti... kembali?

"Lo..... kenapa lo nangis?" samar tapi pasti, aku mendengar suara Cerry bertanya dengan ragu.

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. Baru menyadari ternyata bulir-bulir air mata sudah turun deras ke pipi. Dengan cepat aku menghapusnya dengan tangan lalu menggeleng-geleng sendiri.

"Dimana.. dimana lo ketemu dia?" aku mendengar sebuah suara yang ternyata keluar dari mulutku sendiri.

"Gusti?"

Aku memejamkan mata sejenak. Merasakan sensasi itu lagi saat Cerry menyebut namanya.

Cerry menaikkan sebelah alisnya melihat reaksi yang sama. "Gue.. gue liat dia di- tunggu. Kenapa reaksi lo kayak gini? Bukannya lo udah..."

"move on? Geez, Cerry. I'm not that strong, kalo lo pengen tau. Lo segitu khawatirnya kah gue bakal rebut Vero dari lo? Nggak, Cer. Nggak ada niatan sama sekali dihati gue. Kita cuma temen. Mungkin Vero emang punya perasaan sama gue tapi... tapi gue enggak. Atau seenggaknya, belum. Dan lo pikir kenapa? Satu, karena gue tau kalo lo- lo punya rasa sama Vero dan gue nggak setega itu buat ngambil dia dari elo. Dan yang kedua... karena sebenernya... sebenernya gue masih nyimpen secuil perasaan untuk Gusti. Orang yang lo bilang udah kembali lagi." ucapku panjang lebar tanpa mempedulikan ekspresi Cerry yang terkejut luar biasa. Aku menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Begitu terus sampai nafasku yang terengah-engah kembali normal.

Namun biarpun nafasku sudah kembali --agak-- normal, tubuhku masih terlalu kaku.

Dan seperti tak ada henti-hentinya kejutan dihari ini untukku, sebuah telpon dari Luna mengabarkanku bahwa sekarang Nick sedang berada dalam ruang operasi. Bahwa sebenarnya hepatitis yang dideritanya sudah menyebabkan kanker dihati Nick.




an:

bentar lagi kayaknya ending. kayaknya, sih wkwkw. maafkan aku ceritanya maksa huhu

Between You And MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang