Bab 70 - Luka

158 34 9
                                    

Galen lepas kendali.

Sulit baginya untuk mengendalikan diri hari itu. Terlalu banyak kejutan dan Galen tak tahu harus merespon bagaimana kecuali menjadi dirinya sendiri.

Di pinggir Merlion Park Galen menyendiri, persis tempat yang sama saat dulu dia dan Izy pertama kali berkencan di Singapura. Galen ingat Izy memeluk iba tubuh Galen yang remuk akibat ulah ayahnya dan mereka berakhir duduk-duduk sambil makan es krim. Bahkan aktivitas yang biasa-biasa saja bisa jadi sangat berkesan jika bersama Izy.

"Fight me. Like this is our last match."

Kalimat itu berhasil memprovokasi Galen. Selama beberapa saat, Galen tidak bisa mengenali Izy. Suara-suara di kepala Galen tanpa henti berteriak menyerukan kepedihan bercampur keputusasaan. I'm not ready to lose you! Begitu bunyinya.

Saat tersadar, Galen mendapati Izy sudah tersungkur di atas lantai beton gagal mencoba menghalau serangan Galen.

"Zy... Sori..."

"Ng-nggak apa-apa..." Izy mencegah Galen membantunya bangun. "Gue yang minta, kok..." Sedikit tertatih, Izy pun menyingkir ke pinggir lapangan.

***

Why Andrew...

Masih di tempat yang sama, Galen kini membuka perban di tangan kanannya yang sudah terlalu basah karena darah, bermaksud menggantinya dengan perban yang lebih kering. Beberapa turis penasaran mengamatinya mengganti perban, tapi Galen tak peduli. Izy telah memenuhi setiap sudut otak Galen.

Sebelum menutup lukanya kembali, Galen memperhatikan luka itu. Darah telah berhenti menetes. Sisa rasa sakit yang menggerogoti (Galen tak tahu mana yang lebih sakit, luka di tangan atau hatinya). Kalau besok luka ini tambah parah, mungkin ia perlu ke klinik.

Galen hanya berharap semoga Andra tidak marah cermin kamar mandinya hancur kena tinju Galen.

Galen ingat betul perasaan bahagia yang meluap memenuhi hatinya saat pertama kali berada di tempat itu bersama Izy beberapa bulan yang lalu. Alih-alih kencan super romantis, Izy memilih untuk duduk santai makan es krim karena kasihan pada tubuh Galen yang remuk disiksa Andra seharian. Berdua bersama perempuan yang sangat disayanginya, bicara hanya tentang hal-hal yang mereka sukai, tanpa membahas kesalahan-kesalahan di masa lalu. Rasanya hidup Galen akan baik-baik saja.

Nyatanya sekarang Galen seorang diri, mengenang masa-masa indah yang mungkin tak akan pernah ia dapatkan lagi bersama Izy. Ucapan Izy sebelum bermain tadi jelas-jelas menunjukkan kalau Izy serius menarik garis batas di antara mereka.

Sebenarnya bukan ucapan Izy yang membuat Galen mengamuk. Walau hatinya pecah berkeping-keping, Galen akan merelakan apa pun keputusan Izy asalkan itu memang membuat Izy bahagia. Laki-laki pilihan Izy...

Andrew...

Terserah mau bilang standar Galen terlalu tinggi, tapi yang jelas Galen tidak rela melepas Izy untuk laki-laki seperti Andrew.

* * *

"Gue denger bokap lo dirawat di sini?"

Andrew membuka percakapan dengan topik yang tak terduga. Di sebuah kedai kopi dekat apartemen Andra mereka duduk berhadapan seusai main bulu tangkis. Kebetulan Izy berlari kembali ke lapangan karena ponselnya tertinggal, sisalah Galen dan Andrew dalam situasi yang aneh.

"Hahaha, tenang. Bukan Izy yang ngasih tau gue. Kebetulan keluarga tante gue ada yang kerja di perusahaan keluarga lo." Tawa Andrew sama sekali tidak terdengar nyaman di telinga Galen. "Dia juga bilang kalian pakai uang perusahaan untuk biaya pengobatan bokap lo."

Drop ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang