Bab 34 - Pertandingan Pertama

186 41 7
                                    

"Rex is all about offensive moves." Coach Felix memulai briefing-nya pada Izy. "Dia akan meminta Frisca menyerang di awal. Simpan tenagamu, tunggu sampai stamina Frisca mulai terkuras, lalu habisi dia."

Izy menelan ludah. Izy tahu maksud Coach Felix dengan 'habisi' adalah kalahkan Frisca dalam permainan bulu tangkis. Entah mengapa Izy merasa seperti di medan laga.

Seperti yang Izy duga, Coach Felix adalah perpanjangan lidah dari Coach Indra yang baik. Walau pria itu tak selalu ada saat Izy latihan, tapi dia paham apa yang Coach Indra ingin Izy lakukan. Strateginya tajam dan detail, terlebih lagi karena dia sangat mengenal Rex Kamano.

Namun begitu juga dengan Rex. Tentu dia juga bisa memprediksi sedikit-banyak apa yang ada di dalam isi kepala Coach Felix. Sehingga Izy tak boleh lengah.

"Aku sempat menonton pertandingan Frisca dan aku bisa bilang stamina Frisca tidak bisa diremehkan."

Ya, sebelum bermain bulu tangkis, Frisca sempat ikut klub atletik saat SMP.

"Jadi, Izy, kamu harus memperkirakan juga berapa lama kamu menahan diri. Jangan sampai kamu kehabisan waktu untuk menyerang. Kelola waktu bermainmu dengan baik."

Coach Felix beralih pada Galen yang dari tadi hanya diam mengawasi mereka.

"Ada tambahan, Len?"

Galen menggeleng, tetap tak melontarkan sepatah kata pun sampai Izy masuk ke lapangan. "Don't worry. She knows what to do," ucap Galen menenangkan sang pelatih.

* * *

"Ayo, Fris! Ikut bulu tangkis aja yuk!"

Izy masih ingat betul bagaimana dulu Izy membujuk Frisca untuk masuk klub bulu tangkis di hari pertama mereka menjadi siswa Azzura Gamma. Hari itu tidak ada pelajaran, hanya promosi ekskul. Lapangan sepak bola disulap meriah. Belasan stand masing-masing ekskul berjejer, mencoba merayu para murid baru untuk menjadi anggota mereka.

"Duh, gimana ya, Zy... Gue udah janji masuk atletik..."

Frisca bimbang. Sejak SMP dia memang anak atletik. Sempat ikut beberapa kali kejuaraan daerah walau belum pernah menang. Dan dia sudah berjanji pada senior ekskul atletiknya sewaktu SMP bahwa ia akan tetap berada di jalur atletik.

"Aelah, senior lo itu juga nggak masuk Gamma kan? Lagian atletik bisa ngasih lo apa sih? Cowok ganteng nggak ada, prestasi biasa-biasa aja. Mending bulu tangkis. Ada banyak peluang pertandingan dari skala daerah sampai internasional," Izy berusaha menghasut Frisca.

Frisca menghentikan langkah dan mata almond-nya memicing. "Bener cuma gara-gara itu?" Dia tahu apa yang sebenarnya Izy incar dari ekskul bulu tangkis, lebih spesifiknya ekskul bulu tangkis di Azzura Gamma.

"Be... Benerlah..." Izy tergagap, menghindari kontak mata dengan Frisca.

"Bukan gara-gara Kak Ian?" Kepala Frisca mengedik ke arah stand ekskul nomor 11. Ian sedang melambaikan tangan ke arah mereka. "Tuh. Dipanggil Kak Ian."

Izy membawa pipi meronanya, diseret Frisca mendekati stand itu. Sepanjang perjalanan, semua pandangan laki-laki mengikuti langkah mereka. Tak lupa mereka berlomba-lomba berteriak mencoba membujuk Frisca masuk ke ekskul mereka. Izy membayangkan area food court kaki lima dekat SMP mereka. Di mana begitu melangkah masuk, mereka langsung dikepung lembaran menu makanan.

Izy sudah biasa. Itulah risiko bersama seorang Frisca, primadona sekolah. Bahkan julukan itu tetap melekat pada Frisca di sekolah baru. Frisca memang dilahirkan dengan paras menawan dan ukuran tubuh idaman para gadis seusia mereka. Ditambah dengan sifat ramahnya, dia dengan cepat menjadi populer. Cantik, kaya, populer. Frisca tidak punya insecurity hampir terhadap apa pun.

Drop ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang