▪︎PROLOG▪︎

207 27 53
                                    

Amsterdam, 2039 ....

Seorang lelaki bertubuh tegap nan atletis berdiri di hamparan rumput hijau, di depan sebuah gedung tua bekas kebakaran belasan tahun lalu. Senyum miring terpatri di bibir saat memorinya memutar kilas peristiwa waktu itu, saat gereja megah ini dibakar dan menewaskan seluruh jamaatnya.

"Jackson, sudah kubilang bukan jangan macam-macam dengan Lucifer," lirihnya.

Lelaki berusia setengah abad itu berjalan masuk ke dalam gereja yang sudah dibangun lagi olehnya dan para jemaat baru. Dua patung salib terbalik digantung di dinding dan di antaranya terdapat sebuah patung baphomet yang cukup besar.

"Tapi sayang sekali aku belum sempat membalaskan dendam pada suami adikmu itu. Ah, harusnya dia juga kukirim ke neraka, karena Lucifer mengutuk semua yang melanggar."

Tap! Tap! Tap!

Sepasang pantofel hitam berhenti tepat di belakang lelaki itu, lalu sang pemilik menundukkan kepala untuk memberi salam.

"Tuan Anton, saya sudah menemukan di mana mereka tinggal sekarang," ucap sang ajudan bersurai cokelat tua dengan bola mata bewarna dark grey.

Senyum Anton langsung mengembang mendengarnya. "Di mana mereka?" tanyanya tanpa menoleh ke belakang.

"Mereka ada di Hongkong."

"Hongkong?" Anton membalikkan tubuh ke belakang, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana dan memicingkan mata. "Ah, karena itu aku sulit menemukan mereka. Ternyata sudah kembali ke sana."

"Mereka dipindahkan oleh John, ayah mertua Sally sekaligus pendeta terkemuka di pinggir Amsterdam."

John? Nama itu tak terlalu asing di telinga Anton. Namun, ia sama sekali tidak bisa mengingat siapa lelaki bernama John dan apa lelaki itu pernah menjadi bagian dari penghancuran sektenya?

"Sayang sekali aku tidak bisa mengingatnya, tapi kalau kita memberi pelajaran kepada lelaki tua itu bukankah akan membuat nona Sally merasa sakit?" tanya Anton tersenyum miring.

"Tidak."

Jawaban lelaki berkepala dua itu membuat dahi Anton mengerut. Ia melangkah mendekat lalu mengangkat sebelah alis. "Maksudmu?"

Lelaki itu mengulas senyum miring. "Hanya sedikit pelajaran akan menimbulkan sedikit rasa sakit saja, kenapa Tuan tidak mengirimkan ia ke ... neraka saja?"

Kirim ke neraka? Terdengar bagus. Sudah lama juga ia tidak mengirimkan sesuatu ke lubang neraka. Ah, Lucifer pasti akan senang bertemu dengan pendeta di sana.

"Idemu memang luar biasa." Anton bertepuk tangan kencang. "Tak sia-sia aku mengadopsi dan menjadikanmu kaki tanganku. Idemu sungguh briliant," pujinya.

Sedangkan yang dipuji tengah membusungkan dada bangga. Ia menyisir surai gelapnya dengan jari ke belakang sembari ternsenyum miring. Ada gunanya juga ia sering membaca devil's holy book yang diberikan Anton dulu.

"Sekarang kita selesaikan dulu urusan kita di sini, kita harus mengirimkan tua bangka itu ke neraka lalu kita terbang ke Hongkong," ucap Anton.

"Baik, Tuan."

"Tunggu aku, Sally Wang. Aku akan kembali datang ke hidupmu."

-TBC-

Salam hangat, sehangat bara api neraka untuk kamu, dari tuan Anton

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Salam hangat, sehangat bara api neraka untuk kamu, dari tuan Anton.

Klandestin [SEQUEL CINDERELLA'S WINTER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang