▪︎6-Cross Amulet▪︎

45 8 15
                                    

Suasana kantin di fakultas sastra hari ini tidak terlalu ramai. Sebagian besar banyak menghabiskan waktu di perpustakaan untuk belajar, mengingat sebentar lagi akan diadakan ujian tengah semester. Namun, Bea lebih memilih untuk menghabiskan waktu istirahatnya di kantin sambil menyantap seporsi sup pangsit.

Bea menyumbat kedua daun telinganya dengan earphone dan membuka buku catatannya untuk mengulang pelajaran. Ia terlalu larut dalam dunianya hingga tak sadar ada sepasang pantofel hitam yang berhenti di dekatnya.

Tanpa permisi, sang empunya langsung duduk di sebelah gadis itu dan menarik sebelah earphone milik Bea.

Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya. "Lagu apa ini?"

"Jachy? Hah, kukira siapa tadi." Bea mengelus dada lalu menarik kembali earphone miliknya.

Jachy menyengir. "Aku udah panggil tapi kamu gak dengar. Lagu apa itu? Kamu belum jawab pertanyaanku."

"Itu lagu Lengsir Wengi, lagu yang cukup terkenal di daerahku," jawab Bea sambil menandai bagian penting dengan highlighter kuning neon di buku catatannya.

"Musiknya cukup creepy, but I like it," ujar Jachy sembari terkekeh.
Bea menggeleng-gelengkan kepala. "Gak salah Jericho cap kamu cowok aneh."

"Walau aneh begini, tapi kamu suka, kan?" tanya Jachy dengan sebelah alis naik ke atas.

"Hah? Ngaco kamu!" Bea terkekeh geli mendengar pertanyaan Jachy. Bagaimana mungkin dia suka dengan lelaki biasa?

"Ah, jadi kamu gak suka sama aku? Aku sedikit kecewa."

Bea terkekeh lagi mendengarnya. "Untuk apa kecewa? Kamu ganteng, pasti ada banyak perempuan yang ngantri, tapi omong-omong Jericho mana?" tanyanya menyadari bahwa Jericho tidak ikut bersama Jachy.

"Katanya dia mau ke perpustakaan cariin kamu. Padahal aku udah paksa dia ke sini, karena aku tahu kamu ada di sini," jawab Jachy.
Bea melepas earphone-nya lalu menatap lekat kedua bola mata dark grey itu. Mencari celah kebohongan di dalam sana, meski ia tahu hasilnya nihil.

"Kamu beneran bisa ngeramal sesuatu, ya?" tanya Bea sembari memicingkan mata.

Jachy terkekeh kecil lalu menopang wajah dengan tangannya. "Mau kuramal tentang masa depanmu? Atau-" Ia mendekatkan wajahnya pada Bea, "background keluargamu?"

Semilir angin tiba-tiba berembus tepat di belakang leher Bea, membuat sang gadis bergedik ngeri. Ia menelan ludah samar saat bola mata milik Jachy menatapnya dalam. Seolah ada sesuatu yang mengerikan di sana.

"Hahaha apa maksudmu?" tanya Bea seraya menyisir rambut ke belakang.

"Lupakan saja!" Jachy menyengir lalu memundurkan wajahnya. "Hanya saja aku dapat merasakan aura gelap di dalam dirimu, seperti ada hal asing di dalam tubuhmu. Apa kamu lagi diikuti roh jahat?"

Bea mengernyitkan dahi. "Roh jahat? Aku baik-baik aja."

"Ah, okay! Lalu apa yang gelap di dalam tubuhmu itu?"

"Bisa kita ganti topik lain? Bukankah UTS lebih penting daripada berbicara tentang roh-roh jahat?" ujar Bea seraya menyisir rambut ke belakang.

"Oh, tentu saja! Diskusi terkait materi Profesor Zing tampaknya jauh lebih menarik," sahut Jachy lalu menarik sebelah sudut bibirnya ke atas.

•••

Di belahan benua lain, tepatnya di pinggir kota Amsterdam, Sally dan Mark tengah berziarah ke makam Jackson, hamparan laut biru tua. Ya, meski belasan tahun telah berlalu, tetapi hingga kini jasad Jackson belum ditemui jua. Entah ke mana Anton dan Lucifer membawa tubuh kakaknya pergi.

"Menurutmu, apa Jackson gege udah ke surga?" tanya Sally menatap kosong ke depan.

"Entahlah, tapi Tuhan pasti melindunginya," jawab Mark sembari mengusap lengan Sally. "Sorry, harusnya aku gak membiarkan Jackson pergi dari pandanganku," ujarnya merasa bersalah.

Sally menggeleng. "Bukan salahmu, Mark! Jackson gege pasti gak suka kalau kamu terus menyalahi dirimu. Ini sudah takdir karena gege, Bambam dan Jef-sebentar!"

"Kenapa?" tanya Mark.

"Jeffrey ada di mana?" Sally bertanya balik.

Mark mengedikkan bahu. "Aku gak tahu, setelah dia putuskan pensiun dari dunia hiburan gak ada yang tahu lagi kabarnya."
Hati Sally mendadak gelisah, diremasnya kuat ujung sweater rajut miliknya. Apa Jeffrey target berikutnya?

"Kita harus ketemu sama Julian, Mark!"

"Julian?" Mark mengernyit bingung. "Siapa dia?"

"Akan kujelaskan nanti, tapi kita harus cepat ketemu dengan dia. Dia pasti tahu di mana Jeffrey berada," jawab Sally sambil menarik lengan Mark untuk segera pergi.

"Tunggu dulu, Sally! Apa kai-"

"Julian mantan jamaat Anton dan teman satu grup Lucas dan Jeffrey," potong Sally dalam satu tarikan napas. "Dia pasti tahu di mana Jeffrey, Mark. Dan kita harus ketemu dia ... sebelum Anton membawa ia ke nerakanya juga."

Mark menggeleng. "Gak mungkin, Sal! Dia pasti punya jimat yang melindunginya. Kalau tidak, ia sudah mati bersamaan Jackson dan Bambam."

Sudah mati? Kata-kata itu sungguh menganggu, tetapi yang dikatakan Mark ada benarnya. Jika Jeffrey harusnya mati dari dulu jika tidak mempunyai jimat yang dapat menangkal Anton dan para pasukan iblis. Namun, bagaimana jika jimat itu sudah berpindah tangan.

"M-Mark, mungkinkah Jeffrey sudah mati?" tanya Sally gemetar.
"Kenapa kamu tanya begitu?"

Sally mengenggam kalung salib di tangannya. "Jimat Jeffrey ada padaku."

-TBC-

masih ingat sama kalung yang dikasih Jeffrey ke Sally?


Klandestin [SEQUEL CINDERELLA'S WINTER]Where stories live. Discover now