▪︎8-Join The Community▪︎

23 5 13
                                    

Dari Julian, Sally dan Mark tidak mendapatkan informasi banyak terkait Jeffrey. Hanya secarik kertas berisi alamat mantan idol itu, dari jawaban orang-orang yang mereka tanyai, katanya alamat itu ada di pinggir kota. Sebenarnya Sally bingung, mengapa Jeffrey memilih untuk pensiun dari dunia hiburan dan mengasingkan diri.

Mobil yang disewa Mark selama mereka berada di Belanda berhenti di sebuah rumah berukuran cukup besar yang didominasi warna cokelat. Halaman rumah itu terlihat berserakan oleh guguran daun.

"Kamu yakin ini rumah Jeffrey?" tanya Sally sembari memperhati sekitar yang seolah tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Bahkan rumah-rumah yang mengapit rumah Jeffrey pun tampak sepi bak 'tak berpenghuni. Namun, bedanya halaman rumah yang lain tidak sekotor rumah Jeffrey.

"Dari alamat yang Julian ini benar rumahnya, kecuali dia bohong, Sal," jawab Mark.

"Aku gak begitu akrab dengan Jeffrey, sih, tapi aku masih ingat kalau dia orang yang paling rapi dan bersih. Aneh banget kalau dia biarin rumah dia kotor gini," celetuk Sally.

"Kita coba ketuk dulu, mungkin di sakit atau sudah berubah. Kamu sudah belasan tahun tidak bertemu dengan Jeffrey," ucap Mark.

"Benar, ya sudah coba ketuk aja."

Sepasang suami istri itu melangkah masuk ke dalam halaman rumah Jeffrey dan berhenti tepat di depan daun pintu. Lalu tangan Mark menjulur ke depan, meraih bel dan menekannya. Namun, tidak ada yang membukakan pintu.

"Coba lagi!" ucap Sally yang diindahkan oleh Mark.

Namun, hasilnya tetap saja. Berulang kali Mark menekan bel itu, tetapi tidak ada jawaban dari sang empunya. Hingga seorang wanita paruh baya yang tinggal di sebelah rumah Jeffrey keluar dari melihat mereka berdua.

"Ada urusan apa kalian di sana?" tanya wanita itu setelah mengambil sebotol besar susu di teras rumahnya.

"Kami ingin bertemu dengan pemilik rumah ini, apakah kau tahu dia ada di rumah atau tidak?" balas Mark.

Wanita itu menggelengkan kepala. "Dia tidak ada di rumah, sudah lama pergi," jawabnya.

"Apa kau tahu dia pergi ke mana?" Kini giliran Sally yang bertanya pada wanita tua itu.

"Maksudku dia sudah pergi selamanya, dia sudah lima tahun meninggal."

Sontak kedua bola mata Sally dan Mark membulat lebar kala mendengar jawaban yang keluar dari wanita tua itu. Jeffrey sudah meninggal lima tahun yang lalu?

"Kau serius?" tanya Sally yang dijawab oleh anggukkan kepala oleh wanita tua itu. "Kenapa? Dia sakit?"

"Hah, badanku sakit. Kalau kalian mau mendengarkan cerita, sini masuklah ke rumahku," ucap wanita tua itu lalu berjalan masuk tanpa menutup pintu agar Sally dan Mark bisa masuk ke dalam rumahnya.

Rasa penasaran yang kian membesar, membuat Sally dan Mark memutuskan untuk pergi ke rumah wanita itu dan mencari tahu apa yang terjadi di balik kematian Jeffrey.

"Duduklah!"

Sally dan Mark mendaratkan bokong di atas sofa tua milik wanita itu lalu tanpa basa-basi, Sally langsung bertanya, "apa yang terjadi pada Jeffrey?"

"Oh nama laki-laki itu Jeffrey?"

Sally menatap Mark sekilas sebelum menganggukkan kepalanya. "Kau tidak tahu namanya?"

"Tidak ada yang tahu namanya siapa, bahkan tidak ada yang datang di hari pemakamannya kecuali orang-orang di sekitar sini. Bahkan makamnya saja 'tak bernama," jawab wanita itu.

Kini Sally sedikit paham mengapa tidak ada berita tentang kematian Jeffrey, sebab ia tinggal di pinggiran kota dan orang-orang yang tinggal di sekitar sini tidak ada yang tahu tentang dirinya.

"Dia meninggal karena apa?" tanya Mark.

"Oh dia bunuh diri, katanya dia depresi dan memutuskan untuk mencekik lehernya sendiri sampai mati," jawab wanita itu.

Cekikan? Itu sama dengan kasus kematian Bambam belasan tahun lalu. Lelaki berdarah Thailand itu juga ditemukan mati karena cekikan, dan kasus itu dianggap bunuh diri. Mungkinkah semua ini ada di benang merah yang sama?

***

Sudah hampir seminggu Bea tinggal bersama Jachy dan Jericho di kediaman Jericho. Sebenarnya gadis itu merasa tidak nyaman dan ingin kembali ke asrama. Namun, ia tidak bisa sebab lelaki itu tidak mengizinkannya pulang dan di sisi lain Bea memerlukan bantuan lelaki itu untuk mempertahankan nilainya.

Akhir-akhir ini nilainya kian memburuk, karena sang ibu terus menelepon dan membuatnya tidak bisa berkonsentrasi mengerjakan soal-soal ujian tengah semester. Tentu saja hal itu berpengaruh buruk terhadap nilai dan akan mengancam beasiswanya.

"Agh!" Bea menjambak rambut frustasi lalu membanting pelan kepalanya ke atas meja kecil di depan televisi ruang keluarga di rumah Jericho.

Jachy yang baru saja pulang tersenyum miring melihat tingkah Bea lalu ia mendaratkan bokong di atas sofa panjang di belakang Bea duduk. Sedangkan si empunya rumah masih berada di kampus untuk mengurusi tugasnya sebagai ketua panitia.

"Kenapa?" tanya Jachy dengan senyuman yang 'tak luntur dari bibir tipisnya.

Bea menoleh ke belakang sekilas lalu menggeleng pelan. "Gak papa," jawabnya.

"Butuh bantuan?" tanya Jachy menawarkan diri.

"I'm okay, Jac," balas Bea.

Jachy menghela napas lalu menyandarkan punggung lebarnya ke sandaran sofa sambil menyilangkan kaki. "Aku baru aja pulang setelah bantuin temanku menaikkan nilainya. Kamu tahu? Dia punya nilai yang jelek, karena tidak bisa berkonsentrasi jadi aku bantu saja dia dan nilainya naik. Kamu bangga 'kan punya teman sekeren aku?"

Cerita Jachy jelas berhasil memancing atensi Bea. Teman yang dimaksud Jachy memiliki cerita yang sama dengan dirinya. Lantas ia mengangkat wajah, menatap Jachy dengan bola mata berkaca-kaca.

"Gimana cara kamu bantuin teman kamu?" tanya Bea to the point.

Jachy tersenyum miring. "Katanya kamu gak butuh bantuanku."

"No, a-aku cuma nanya, gak bermaksud untuk minta bantuanmu, Jac," balas Bea meluruskan.

"Oh, ya?" Jachy mengangkat kedua alisnya.
Bea menganggukkan kepala. "Iya, jadi cepat ceritakan padaku gimana kamu membantu temanmu itu!"

Lelaki itu mendekatkan wajahnya pada Bea, lalu mengulas senyum miring dan menatap gadis itu tepat di kedua manik cokelat miliknya. "Kamu ingat komunitas satanisme yang pernah kuceritakan padamu waktu itu?" tanyanya nyaris berbisik.

"Ng ... iya, kenapa?"

"Gabunglah ke sana, karena temanku mendapat bantuan dari sana," jawab Jachy pelan, tetapi penuh penekanan.

-TBC-

Holaaa!! Ingat ges mereka tuh jago banget hipnotis kita dengan rayuan mautnya dan aku punya kabar gembira buat yang pengen jadi tim gercep boleh banget intip ke karyakarsa aku, username : bileikha dan ayo mutualan di sinii

Klandestin [SEQUEL CINDERELLA'S WINTER]Where stories live. Discover now