25 | Saling Serang

2.2K 214 26
                                    

"Lo cuma perlu menikmati hadiah kesakitan yang gue kasih nanti."

¤•¤

Genta masih memperhatikan Audri yang terlelap di kursi sebelahnya. Tangannya perlahan merapikan rambut hitam yang terurai lembut menutupi wajah kecil itu. Senyumnya kembali muncul, beriringan dengan perasaan yang sedikit lega.

Hari ini, Genta akhirnya tahu bahwa Audri juga memiliki luka yang selama ini selalu ditutupi dengan baik. Hari ini, Genta juga akhirnya memberitahu Audri bahwa dirinya masih berteman dengan luka yang sama dan belum kunjung sembuh.

Tapi gue percaya, Ta. Luka di masa lalu itu ada, biar kita jadi lebih kuat.

Itu kalimat penutup yang Audri berikan setelah mereka menceritakan kesakitan yang pernah terjadi di masa lalu. Sudut hati Genta tentu saja menghangat. Tidak ada penghakiman apa pun yang diterimanya. Tidak juga ada kalimat penenang yang mengatakan bahwa kepergian Ola bukan salahnya. Audri hanya diam, mendengarkan lantunan luka yang dikisahkannya.

Sayangnya, Audri hanya belum tahu. Bahwa luka yang Genta miliki semakin parah karena kesalahan dari seseorang yang justru masih bertengger penting di hidup cewek itu. Hanya saja, Genta sudah bersumpah akan menggeser habis posisi bajingan itu di hati dan juga hidup Audri.

Itu janjinya.

Dan Genta jelas tidak akan pernah mengingkari janjinya.

Gerakan tangan Genta terhenti saat melihat sebuah motor berhenti tepat di depan mobilnya. Bibirnya menyunggingkan senyum miring saat melihat sosok yang turun dari motor besar itu. Genta segera keluar dari mobilnya dan berdiri menantang pergerakan Deva yang ingin menghampiri pintu penumpang mobilnya.

"Mana Audri?"

Genta hanya menjawab dengan seringai miring. Tetapi tubuhnya jelas menutupi akses Deva untuk melihat Audri yang masih terlelap di dalam mobil.

"Minggir, Bangsat. Gue mau bangunin Audri."

"Siapa yang lo bilang bangsat? Gue?" Genta mendengus keras. "Kalo gue bangsat, terus lo apa? Bajingan bangsat?"

Rahang Deva sontak mengeras hebat. Deva sungguh ingin meninju wajah Genta bertubi-tubi. "Gue nggak tahu maksud lo apa deketin Audri kayak gini, Ta. Tapi sumpah, gue bakal habisin lo kalo sampe Audri jadi korbannya!"

Raut wajah Genta berubah dingin. "Tau apa sih lo?"

Deva mendengus sinis. "Gue tau lo benci banget sama gue, Ta. Sekalipun gue nggak tau alasannya, tapi gue bakal bikin lo nyesel kalo lo bikin Audri terlibat."

Genta masih ingin mendengarkan omong kosong dari cowok tolol di depannya ini.

"Apa maksud lo nyari tau soal gue ke anak-anak di sekolahan lama gue?" sembur Deva sinis.

Sejak siang Deva berusaha menemui Audri untuk meminta cewek itu menjauhi Genta, karena dia mendapatkan berita dari salah satu temannya di sekolah lamanya, bahwa Genta sedang mencari-cari informasi tentangnya. Dan hal itulah yang semakin membuat Deva yakin bahwa Genta memang sedang mengincarnya—entah karena alasan apa. Tetapi sepertinya pentolan Nawasena itu berniat melibatkan Audri untuk menghancurkannya. Bajingan memang!

"Yakin lo mau tau?" tantang Genta. Kali ini wajahnya tidak lagi dingin, tetapi bibirnya justru memberi senyuman meremehkan. "Gue takutnya lo justru langsung mati di tangan gue, waktu gue kasih tau lo jawabannya, Radeva Anggara."

Limerence [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang