02 | Terus Bersembunyi

4.6K 963 95
                                    


Kalo terus-terusan ngumpet, kapan bisa dapet?

¤•¤

Audri masih tidak paham candaan apa yang sedang dimainkan Genta dan teman-teman cowok itu. Tetapi apa pun itu, Audri jelas menolak untuk terlibat di dalamnya. Cukup di awal SMA-nya, Audri membiarkan gerombolan cowok itu mengolok-olok dirinya.

Jadi, saat tadi Genta berdiri bersandar di depan daun pintu kelasnya sambil bertanya dengan nada yang Audri yakini sebagai nada pongah, yang Audri lakukan adalah buru-buru mengambil earphone lamanya, menyambungkan ke perangkat smartphone lalu menelungkupkan kepalanya di atas meja. Berpura-pura tertidur sambil mendengarkan lagu dari ponsel, padahal jelas-jelas Audri belum menyalakan lagu apa pun saking terburu-burunya.

Namun ada yang lebih memalukan dari hal itu. Saat lagi-lagi Audri tak bisa mengontrol kecintaannya pada uang.

"Gi, bilangin sama temen lo kalo bos gue mau pesen banyak pastry."

Suara Ravi saat itu terdengar begitu merdu di telinga Audri, sampai tubuhnya sontak menegak kemudian menatap cowok itu penuh binar.

"Pesen apa? Pesen apa? Kasih tau langsung ke gue aja."

Audri masih merutuk jika mengingat kejadian tadi. Ditambah jika mengingat raut pura-pura terkejut milik Ravi, pun dengan Genta dan Januar yang berada di ambang pintu kelasnya.

"Malu-maluin banget ya, Gii." Audri merengek saat jam pulang sudah berbunyi. "Malu banget ini guee."

Melihat kegelisahan Audri, Gia justru hanya tertawa. Dan tawa itu semakin lebar saat mengingat bagaimana binar bahagia di wajah Audri menghilang saat menyadari kebohongan bodoh yang sedang dilakukan. "Nggak apa-apa. Nggak apa-apa. Dulu juga lebih malu, kan. Ditolak di depan banyak cowok. Ada kakak kelas pula."

Ejekan itu membuat Audri kembali merutuk. Namun tak membalas kalimat Gia dengan perkataan. "Gue mau duitnya. Tapi nggak mau ketemu orangnya. Gimana, ya?" tanyanya cemas.

Gia tahu apa yang sedang dibicarakan Audri sekarang. Karena tadi, Ravi bilang kalau Genta akan memesan pastry secara langsung saat Audri menemui cowok itu setelah pulang sekolah. "Ketemu aja lagi," balasnya. Kemudian mulai membereskan buku dan peralatan tulisnya. "Duit lebih penting dari gengsi. Itu moto lo, kan?" cibirnya, yang langsung dibalas Audri dengan pukulan di lengannya. Membuat Gia tertawa.

"Takut gue."

"Nggak gigit kali dia," sergah Gia, serius. "Cuma mukul aja paling. Kan emang dia raja pukul."

Audri semakin bergidik. Mengingat kembali apa saja yang sudah dilakukannya selama bersekolah di Nawasena. Dan sepertinya tak ada satu pun kesalahan yang dilakukannya pada Gentana Bian, selain pernah menyatakan cinta ke cowok itu saat kalah bermain ToD. Namun untuk masalah satu itu, Audri kan yang harus marah? Genta jelas-jelas mempermalukannya dengan jawaban cowok itu.

Nggak dulu, deh. Kalo udah gedean dikit, nanti gue pikir-pikir lagi.

Coba, siapa cewek normal yang tak akan kesal jika mendengar jawaban cowok yang sering dinobatkan sebagai raja Nawasena itu? Audri jelas tak akan lupa bagaimana sorakan dan siulan para cowok yang saat itu berkumpul bersama Genta. Padahal, jika memang ingin menolak ya tinggal bilang saja dengan benar. Bukan mengejek begitu. Sekalipun miliknya memang tak besar, tapi wajar kan karena masih remaja SMA?

Limerence [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang