11 | Satu Rasa

3K 932 170
                                    

Adakah manusia yang hanya mencintai satu kali dalam hidupnya?

¤•¤

Yang mungkin Genta tidak tahu adalah; Audri sedang dilanda kecemasan saat menyadari Intan melihatnya bersama dengan cowok itu. Ini jelas bahaya! Dulu saja, Audri harus mati-matian menjelaskan pada cewek itu kalau pernyataan cintanya pada Genta hanya main-main karena kalah bermain ToD. Untungnya saat itu, Intan tak memperpanjang libasannya.

Tetapi ... bagaimana dengan sekarang?

Sekalipun memang tak ada apa-apa dengan Genta, tapi mengingat kalau dirinya bukan cewek yang dekat dengan cewek itu sampai bisa pergi dan pulang bersama, Intan cs. pasti akan melumatnya habis ini.

"Jadi ke rumah Gia dulu?"

Audri berdeham kecil ketika tersadar dari pemikirannya. Kemudian kepalanya menggeleng pelan. "Kedai lagi rame katanya, jadi nggak boleh ijin dateng telat."

Kepala Genta mengangguk, lalu memberikan helm untuk dipakai Audri. "Kalo lo lagi mikirin soal omongan anak-anak, mending berhenti. Nggak guna. Cuma bikin lo pusing aja nanti."

Dalam hati, Audri hanya bisa mendengus kasar. Genta jelas enak bisa mengatakan itu dengan santai. Kan, berbeda dengan dirinya! Audri hanya tak ingin masa tenangnya di SMA terusik karena perkara remeh seperti rebutan cowok. Hah! Tolonglah! Otaknya bahkan sangat biasa selama belajar di sekolah, tak pernah ada prestasi apa pun selain menjadi cewek paling rajin membersihkan kelas. Jadi, Audri tak akan mencoreng namanya yang biasa ini, menjadi sangat hitam karena terlibat dengan cewek berkuasa di Nawasena itu.

"Ayo, balik."

Audri akhirnya menurut untuk naik ke motor besar milik Genta. Percayalah, beban mental yang dipikulnya saat bersama Genta masih tak sebanding saat dirinya bersama Deva. Jika bersama Deva, sekalipun harus terbiasa dengan beberapa nyinyiran, tapi Intan cs dan beberapa cewek yang menyukai Deva terang-terangan, tak pernah mengusiknya karena tahu kalau dirinya dan Deva adalah teman dekat sejak dulu. Berbeda dengan Genta, kan? Mereka tidak pernah berteman, lalu tiba-tiba hari ini pergi dan pulang bersama. Pasti cewek-cewek yang menjadi pemuja Gentana Bian bertanya-tanya.

Astaga! Audri merutuk. Pemikirannya sejak tadi hanya berkutat soal Intan cs. Seakan cewek-cewek itu memang sudah melibasnya tanpa ampun. Sepertinya, Audri memang masih sedikit trauma dengan umpatan manis yang pernah diberikan Intan padanya dulu. Miris sekali.

"Habis ini belok kiri, kan?"

"Hah? Iy—iya. Iya." Duh. Jika begini, Genta pasti akan semakin yakin dengan kekhawatirannya. Payah!

"Nanti gue jem—"

"Jangan. Nggak usah." Audri menggeleng kuat. Kelihatan sekali benar-benar tak ingin lagi terlibat bersama Genta. "Maksudnya—"

Sebelah alis Genta menukik. Menunggu Audri melanjutkan kalimat, sambil menerima helm yang diberikan cewek itu.

"Maksudnya, nanti ... Deva mau jemput. Ah, iya. Dia mau jemput."

Genta masih menatap Audri dalam diam. Membuat Audri menggigit bibir dalamnya. Grogi.

"Ng .. besok juga nggak usah dijemput ya, Ta."

Kali ini, Genta mengernyit tak suka. "Kenapa?"

Audri menggigit bibir bawahnya. Genta terlihat sedikit menyeramkan dengan raut yang ditunjukkan cowok itu sekarang. "Tadi pagi ... Deva jemput. Besok juga mungkin jemput. Jadi, gue bareng dia aja. Hehe."

Padahal, Deva mungkin tak akan menjemputnya. Tapi, daripada harus terus terlibat dengan Genta, Audri memilih untuk berhenti sebelum masa sekolahnya tak tenang. Tak apa, kalau dirinya terlihat tak tahu terima kasih karena Genta sudah menolongnya waktu itu. Atau kalau pun nanti Genta tak lagi memesan pastry padanya, tak masalah. Rejeki Tuhan yang atur, kan? Jadi, daripada masa tenangnya selama ini terganggu. Lebih baik menghindari masalah.

Limerence [Completed]Where stories live. Discover now