09 | Berbaik Hati

3.2K 855 173
                                    

Karena yakinlah, tak pernah ada usaha yang mengkhianati hasil.



¤•¤

Jadi, Genta benar-benar mulai menjalankan langkah awal yang kemarin dikatakannya pada Januar. Pagi ini, Genta bahkan sudah berada di depan rumah Audri. Bersandar pada motor besarnya, sambil sesekali melihat ke arah rumah Audri, yang belum memperlihatkan aktivitas siapa pun di sana.

Entah sudah berapa lama Genta berada di tempatnya, sampai pintu rumah itu akhirnya terbuka. Memperlihatkan Audri yang sedang berjalan keluar dengan seragam sekolah cewek itu. dan kedua tangan Audri yang sedang memegang dua plastik, entah berisi apa. Genta mengulas senyum saat melihat raut bingung dari Audri. Kemudian tertawa kecil saat melihat Audri sudah berjalan lebih cepat untuk menghampirinya, dengan mata yang melebar karena terkejut.

"Genta? Ngapain ke sini?"

Genta menegakkan tubuhnya, lalu kembali tersenyum. "Mau ngajak berangkat bareng."

"Hah? Gue maksudnya?"

"Emang di rumah ini, ada lagi yang masih sekolah selain lo?" Genta bertanya geli.

"Ya, enggak, sih. Tapi kan, aneh aja." Audri membalas terbata, sambil membuka gembok pagarnya, lalu berjalan keluar setelah kembali mengunci gembok itu.

"Kok, udah dikunci? Gue belum pamit sama nyokap lo."

"Oh. Nyokap udah berangkat kerja duluan," ujar Audri, lalu melangkah kecil mendekati Genta. Masih terlihat ragu.

Kepala Genta mengangguk, singkat. Kemudian menyerahkan helm untuk dipakai Audri. Tetapi urung dilakukan, karena memperhatikan plastik yang sedang dibawa cewek itu. "Itu apaan?"

"Oh, ini. Pie buah pesenan lo, kan," jawab Audri dengan senyum kecil, sambil menggoyang pelan dua plastik di tangannya.

"Emang lo udah sembuh?" Genta bertanya dengan mata menyipit, lalu mengambil alih dua plastik itu dan meletakkannya di motor.

Audri diam sesaat, lalu berdeham kecil. "Udah, kok. Nggak apa-apa, gue aja yang bawa."

"Nggak apa-apa, ditaruh di sini aja. Kalo dipegang, ntar rusak lagi," canda Genta, pelan. "Beneran udah bisa masuk sekolah, kan?"

Kepala Audri mengangguk. Mengiyakan. Karena setelah sadar kemarin, dan menyadari sedang berada di pelukan sang mama, Audri tahu kalau dirinya sudah aman. Bahwa mimpi buruk itu tak akan bisa menyakitinya, sekalipun mungkin masih terus menimbulkan bekas luka. Kemudian berjam-jam setelah terdiam sambil menerima kalimat penguat dari sang mama, Audri mulai kembali melupakan rasa sakitnya. Mulai merasa membaik, sampai akhirnya subuh tadi bisa mulai mengerjakan pesanan pie buah untuk Genta.

Dan Genta sudah membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tapi kembali tertelan tanpa bisa diutarakan. Kemudian memilih untuk kembali menyerahkan helm untuk Audri.

"Ng ... Ta, tapi ini kenapa ... lo tiba-tiba jemput?" Audri bertanya, ragu. Tapi tetap menerima helm dari Genta.

Genta diam sesaat. Kemudian mengambil helm dari tangan Audri dan memakaikannya ke kepala cewek itu. "Pengin aja. Nggak apa-apa, kan?"

Audri terdiam. Hampir menahan napas karena wajah Genta yang menurutnya begitu dekat. Bahkan Audri bisa mencium wangi cowok itu.

"Besok, besoknya lagi, besoknya lagi, pokoknya setiap hari, gue jemput juga."

"Eh?"

Genta mengulas senyumnya, lalu menepuk pelan helm Audri. "Elo wangi."

Hah?

Limerence [Completed]Onde histórias criam vida. Descubra agora