16 | Menelan Kecewa

3.8K 556 124
                                    

Selama kaki masih berpijak bumi, nikmati saja proses yang diijinkan semesta untuk menjadikanmu sosok yang lebih kuat dari hari ini.

¤•¤

Audri jelas masih kebingungan jika ditanya tentang perubahan sikap yang Genta berikan padanya akhir-akhir ini. Tetapi Audri juga tak bisa menampik kalau ada titik rasa aneh yang sulit dijabarkannya ketika menyadari kalau raja Nawasena itu tidak seburuk pemikirannya selama dua tahun lebih ini.

Iya. Sudah seminggu ini, Genta benar-benar mengantar dan menjemput Audri. Bahkan penolakan halus sampai terang-terangan yang Audri berikan, sama sekali tak digubris oleh Genta.

Seaneh itu.

Hanya saja, Audri juga harus mengakui kalau lambat-laun dirinya mulai terbiasa. Tak benar-benar terganggu. Sampai petaka sialan itu menghampirinya di depan bilik kamar mandi.

Intan cs. Lengkap dengan raut sinis. Menatap Audri dengan sangat tidak bersahabat.

"Kenapa, nih?" Audri bertanya, tenang. Lebih tepatnya, berpura-pura tenang. Karena dalam hatinya jelas sudah ketakutan melihat kumpulan cewek paling ditakuti di Nawasena ini.

"Masih nanya kenapa?" sahut Intan, jengah. "Lo beneran nggak tau salah lo apa? Atau emang beneran bego, hah?"

Tanpa sadar, Audri memundurkan langkahnya. Berhadapan dengan empat cewek mengerikan ini jelas bukan hal baik. Sial sekali. "Gue emang nggak tau," jawabnya, setelah berdeham kecil. "Bisa tolong minggir nggak? Gue mau lewat," pintanya pada Marsya, yang berdiri di depan pintu kamar mandi.

Mendengar permintaan itu, Marsha mendengus malas. Kemudian menatap Audri dari atas ke bawah, dengan tatapan mengejek. "Lo nggak bisa sadar diri, ya? Cantik, enggak. Badan bagus, enggak. Pinter, enggak. Tapi belagu banget deketin Deva sama Genta ganti-gantian gitu."

Audri berusaha menahan kesalnya ketika mendengar nada menghina itu. Matanya kemudian membalas tatapan Marsya. Berganti menatap Intan, dan dua cewek lainnya yang selalu setia menjadi dayang-dayang.

Yang Audri tahu, Intan akan selalu melibas siapa pun cewek-cewek yang berusaha mendekati Genta, tapi hal itu tidak berlaku untuk Marsya. Intan seakan menyetujui saja, jika Marsya berada di dekat Genta. Hanya saja, setelah kehadiran Deva di Nawasena, atensi Marsya mulai berkurang pada Genta. Dan itu terlihat begitu jelas.

"Elo denger yang dibilang temen gue nggak?!"

Byur!

Audri sampai harus menahan napas ketika Marsya tiba-tiba melemparkan air ke wajahnya dari wadah plastik-yang entah didapat dari mana. Kedua tangannya sontak bergerak untuk membersihkan wajahnya. Tatapannya kemudian berubah nyalang, menatap cewek-cewek yang sudah tersenyum pongah ke arahnya.

"Nggak usah sok ngelawan, Gembel!"

"AW!!" Audri berteriak keras ketika salah satu teman Intan dan Marsya itu menarik rambutnya dengan keras. "Lepas," desisnya, dengan mata memerah. Demi Tuhan, ini kali pertama Audri merasakan penindasan seperti sekarang.

"Mau dilepasin?" tanya Irla, dengan senyum mengejek. "Sini, baju lo gue lepasin," lanjutnya sinis, sambil mulai melepaskan kancing kemeja Audri dengan tarikan.

Audri sontak memberontak menahan gerakan tangan Irla. Namun gerakannya juga langsung dihentikan oleh tangan lain. Belum lagi jambakan dari Yura, yang membuat kulit kepalanya terasa hampir lepas dari tempatnya. "Please, gue nggak tau apa-apa." Bibir Audri bergetar hebat ketika kancing seragamnya mulai terbuka satu persatu. Tangannya juga mulai memerah karena menahan gerakan tangan Irla dengan keras.

Limerence [Completed]Where stories live. Discover now