💸 𝟶𝟺

1.6K 149 4
                                    

Di musim semi yang cerah, di bawah pohon Sakura yang bermekaran, [name] duduk sambil memandang betapa indahnya Menara Tokyo di siang hari. Ah, Menara Tokyo memang selalu indah! Entah itu di malam hari ataupun di siang hari. Bibirnya menyunggingkan senyuman seraya mulutnya mengunyah betapa enaknya kue mochi dengan isian stroberi di dalamnya. Sangat lembut dan juga manis.

Semanis bibir tipis milik Toji.

Ahhhhh, nikmatnya!

Untuk sesaat, kesadaran [name] menghilang seraya pikirannya menghadirkan sosok bertubuh kekar yang selalu mengisi malam-malamnya. Mata [name] terpejam, bibirnya tersenyum keatas. Namun, sentuhan pelan dari seorang laki-laki menyadarkannya, memaksanya untuk kembali ke dunia nyata.

"[Name]-san?"

Mata [name] terbuka dan menyadari seorang laki-laki berpakaian rapi yang ada di hadapannya, "Seiji-san!"

Seiji duduk di sebelah [name] sambil ber-ah ria, "Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sebuah taman."

Ya, itu karena pertemuan mereka selalu terjadi di malam hari. Matanya itu bisa-bisanya langsung menangkap sosok [name] yang sedang duduk dan senyum-senyum sendiri di taman. Berkat cahaya mentari ditambah indahnya bunga Sakura diatasnya, membuat Seiji melihat kecantikan [name] yang selama ini tidak pernah ia sadari. Umtuk yang pertama kalinya, Seiji terpesona dengan keelokan [name]. Apalagi saat perempuan itu tersenyum.

"Aku juga tidak menyangka, Seiji-san," [name] tertawa renyah, membuat Seiji terdiam untuk beberapa detik. Lalu tangan [name] menyodorkan sekotak mochi miliknya, "Kau mau?"

Seiji mengulurkan tangannya, mengambil sebuah mochi dari tempatnya, "Arigatō."

Kedua manusia itu pun menikmati mochi dalam hening. Entah kenapa Seiji jadi merasa canggung. Mungkin karena [name] yang terlihat lebih jelas saat ini, jadi Seiji agak gugup. Tapi sebagai lelaki sejati, ia tidak boleh menunjukkan kegugupannya. Ia berdeham dan hendak mengeluarkan suara. Tapi [name] terlebih dahulu membuka percakapan.

"Aku sangat menyukai Menara Tokyo," katanya. Mata indahnya menatap Menara Tokyo di hadapannya yang tinggi menjulang, "Dan aku biasa duduk di tempat ini sambil memandang menara itu."

Seiji mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia sendiri setuju dengan pendapat [name]. Menara Tokyo sangatlah indah, "Kenapa kau begitu menyukainya? Padahal ini hanya menara biasa."

"Bagiku Menara Tokyo itu terbaik. Di tempat asalku tidak ada menara setinggi ini."

Kelopak mata Seiji dilebarkan, "Dimana tempat asalmu?"

"Kawagoe."

"Ah, sebuah kota kecil yang indah di Saitama!" Seiji terlihat antusias.

"Kau pernah kesana, Seiji-san?" Tanya [name].

Kepala Seiji naik turun, "Pernah, beberapa tahun yang lalu..."

Pembicaraan mereka pun berlanjut. Rasa canggung yang ada dalam diri Seiji perlahan menghilang entah kemana. Itu semua berkat [name] yang mahir dalam mencairkan suasana.

Namun Seiji harus segera pergi setelah ia menghabiskan mochi miliknya. Pekerjaan yang sedang ia lakukan sudah menunggunya di kantor dan ia pun memutuskan untuk mengakhiri pertemuan itu.

Kini tinggal [name] sendirian di bangku taman itu. Ia menghabiskan sisa mochi yang ada di tempatnya dan pikirannya kembali menampilkan Fushiguro Toji. Sebelum ia benar-benar terlena, [name] buru-buru menghapus pikiran itu. Kalau diingat-ingat, akhir-akhir ini sosok bosnya itu selalu menemaninya. [Name] menyadarkan dirinya untuk tidak boleh menggunakan perasaannya. Hubungannya dengan Toji hanyalah sebatas bos dan pekerja. Dalam batin ia mewanti-wanti hatinya supaya jangan sampai benih cinta tumbuh di antara mereka.

𝐋𝐈𝐕𝐄 𝐅𝐎𝐑 𝐌𝐎𝐍𝐄𝐘,toji ✓Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum