💸 𝟶𝟿

1K 119 3
                                    

Toji masuk ke dalam elevator. Setelah ia keluar dari tempat ia bekerja, hatinya dipenuhi rasa senang. Tentu saja dia senang karena sebentar lagi dia akan kencan ... ya ampun berlebihan sekali kalau dibilang kencan. Ya, pokoknya dia akan pergi berdua dengan [name].

Jujur saja, semenjak wanita itu tinggal bersamanya, hidupnya jadi lebih bermakna. Saat ia pulang ada yang menyambutnya. Meja makan selalu terisi setiap pagi dan malam. Dan juga, pemandangan di dalam apartemennya jadi lebih indah berkat [name] yang selalu berseliweran disana.

Tapi hal itu seringkali menyiksa Toji. Ingin sekali ia menyentuh tubuh indah itu dengan tangannya yang besar. Ia juga ingin mencium [name] karena ia begitu merindukan tubuhnya. Namun Toji tidak melakukannya karena ia menghargai [name].

Bahkan ia tidak pernah tidur sekamar dengan [name]. Wanita itu yang menginginkannya. Jadi Toji pun mengikuti kemauan [name] dan tidak meminta lebih.

Suara dering ponsel membuyarkan lamunannya. Sebenarnya malam ini ada pekerjaan yang harus ia selesaikan. Tapi ia memutuskan untuk menyerahkan pekerjaan itu ke tangan anak buahnya.

"Pastikan kalian menyelesaikannya malam ini. Aku tidak bisa turun tangan langsung karena ada hal lain yang harus aku lakukan." Perintah Toji kepada salah seorang anak buahnya.

Setelah mendapat jawaban singkat, Toji memutus sambungan telepon itu dan memasukkan ponselnya ke sakunya. Ia berjalan keluar dari elevator setelah pintu besi itu terbuka. Dengan langkah cepat, ia menuju ke apartemennya kemudian membuka pintunya. Seperti biasa, ia mengucapkan salam pada wanita yang ada di dalam sana.

Jawaban lembut terdengar di telinga Toji. Wanita yang menjawab salamnya sedang duduk di sofa dengan keadaan murung. Awalnya Toji tidak menyadari, tapi setelah Toji mandi dan bersiap untuk pergi, ia sadar ada yang berbeda dari [name].

"Aku tidak ingin pergi. Aku ingin disini." Ucap [name] kepada Toji.

Toji duduk perlahan di samping [name], "Bukannya kau ingin jalan-jalan?"

[Name] menggeleng lemah, "Ada yang ingin aku bicarakan padamu."

Toji menyamankan duduknya dan mendengarkan ucapan [name] baik-baik, "Apa yang ingin kau bicarakan?"

[Name] menggunakan waktu luangnya untuk memikirkan semuanya sejak tadi. Ia mendapat keyakinan untuk membicarakannya baik-baik bersama Toji. Saat ini, jantungnya berdetak kencang. Bagaimanapun juga ia sedang bicara dengan seorang Yakuza sekarang. Kata-kata yang ia pilih pun jangan sampai membuat pria di sebelahnya marah.

"Toji, apa ... apa ... ,"

[Name] ragu ingin melanjutkan kalimat selanjutnya.

"Ada apa, [name]?" Tanya Toji penasaran.

"Apa kau seorang ... Yakuza?"

Akhirnya [name] berhasil mengeluarkan kalimat itu juga. Tapi ia tegang begitu mendengar Toji menghela napasnya yang besar.

"Darimana kau tahu semuanya?"

"Jawab saja pertanyaanku." Desak [name].

Toji memiringkan tubuhnya menghadap [name] yang ada di sampingnya. Wajahnya terlihat sebal lalu ia berkata, "Seseorang memberitahumu, kan? Katakan padaku siapa yang berani menginjakkan kakinya disini?"

[Name] menggeleng dan ia terus mendesak Toji, "Jawablah pertanyaanku."

"Ya, aku seorang Yakuza. Memangnya kenapa?"

[Name] yang tadinya menatap Toji kini mengalihkan pandangannya ke karpet yang melapisi lantai apartemen tersebut, "Mungkin lebih baik jika aku sendiri saja yang membesarkan anak ini. Aku tidak mau dia berurusan dengan Yakuza."

𝐋𝐈𝐕𝐄 𝐅𝐎𝐑 𝐌𝐎𝐍𝐄𝐘,toji ✓Where stories live. Discover now