#Part 17

325 225 300
                                    

Happy Reading 🔥

.
.
.

Akhir-akhir ini ada yang aneh dengan sikap Alvian, seolah-olah ia ingin pergi. Perubahan itu bukanlah hal yang wajar atau dugaan saja, sikap dingin dan cuek dari dirinya kini mulai kembali. Alvian seolah-olah ingin menjauh dan menjaga jarak.

Harusnya itu adalah hal yang baik tapi... tapi perasaan dan hati Diana tidak menginginkan itu. Mungkinkah Diana telah menaruh perasaan terhadap Alvian atau itu hanya rasa suka saja? Entahlah. Semua itu tidak mungkin terjadi apalagi dihati Diana masih ada rasa cinta dan sayang terhadap Nolan.

Pada malam harinya di kamar dengan Diana yang diatas kasur dan Alvian yang diatas sofa. Diana mencoba membuka pembicaraan namun Alvian lah yang memulainya.

"Din, gue udah bikin janji sama Nolan." ucapnya yang membuat Diana seketika membelalak tidak percaya dan bangkit dari tidurnya.

"Jadi gini, gue kan ga ada perasaan sama lo jadi gue mau mulai sekarang kita jaga jarak dan lo sama Nolan deket lagi!" lagi-lagi ucapan Alvian membuat Diana membelalak tidak percaya dan langsung menghampiri Alvian.

Diana menyentuh dahi Alvian dan berkata...

"Lo nggak sakit kan? Lo serius ngomong kayak gitu? Lo nggak keserupan kan? Lo yakin?" pertanyaan demi pertanyaan terus dilontarkan nya yang membuat Alvian bangkit dari tidurnya.

"Nggak." satu kata itu membuat Diana menatap Alvian dengan datar tanpa ekspresi.

"Mulai hari ini, gue Alvian Dharmawan memutuskan untuk men-Talak Diana Abraham!!!" lagi-lagi ucapan Alvian membuat Diana makin bingung sekaligus tidak percaya.

"Maksud lo?"

"Ya. Pastinya lo paham sendiri maksud dari ucapan gue,"

"Ta-" sebelum melanjutkan ucapannya Alvian dengan tegas dan percaya diri keluar dari kamar.

"Nggak! Ini nggak mungkin terjadi! Dia itu kan suka sama gue, nggak mungkin banget dia nyerah kayak gitu aja karena sikap gue. Nggak, ini nggak terjadi. Pasti cuma mimpi." Diana menepuk pipinya sendiri berulang kali tanpa henti sambil memikirkan ucapan yang dilontarkan Alvian tadi.

Tanpa sadar air mata mengalir deras melewati kedua pipinya. Diana terus-menerus menampar dirinya tanpa sadar. Diana geram dan kemudian mulai melemparkan beberapa bingkai foto dan juga vas bunga yang berada disekitarnya tanpa henti.

Gemuruh dan suara pecahan dari barang-barang yang dihancurkan olehnya membuat orang-orang yang berada disekitar rumahnya menjadi marah. Diana tidak menghiraukan itu dan terus-menerus melakukannya.

Beberapa saat setelah nya, Nolan datang bersamaan dengan kesunyian yang tiba-tiba saja berhenti. Nolan yang mendapat kabar dari tetangga sekaligus kerabat dekatnya bahwa Diana tengah dalam kondisi tidak baik. Nolan yang khawatir dengan sigap langsung berangkat menuju rumah Diana dan terus-menerus menghubungi ponsel Alvian.

Sialnya. Alvian tidak menjawab satu panggilan pun. Nolan makin khawatir saat tiba di rumah Diana, di teras rumah Diana tengah duduk di pagar rumah sambil memegangi pecahan vas bunga. Tanpa berpikir lagi, Nolan langsung masuk dan naik ke kamar Diana. Sesaat Diana ingin menjatuhkan diri, dengan sigap Nolan menariknya dan memeluknya.

Diana menangis begitu pula dengan Nolan. Dia tidak bisa berkata-kata lagi dan alhasil jatuh pingsan.

Diana pingsan cukup lama yang membuat Nolan sangat khawatir dan dengan panik menelpon Caca, Chika dan juga kedua sahabatnya. Setibanya mereka dirumah Diana, semuanya terkejut akibat banyaknya pecahan kaca yang berserakan hampir di seluruh penjuru kamar.

𝐃 𝐈 𝐀 𝐍 𝐀 (𝐄𝐧𝐝)Where stories live. Discover now