•07• Gunanya punya teman.

760 128 58
                                    

Suasana ramai di ruangan OSIS tidak membuat sang ketua buyar dari lamunannya. Sudah hampir setengah jam cowok tinggi itu hanya duduk, berdiam diri menatap garisan lantai, dengan pikirannya yang bercabang ke mana-mana.

Nazriel dan Bryan sudah pulang tadi. Kini teman dekatnya yang masih ada di sekolah hanya tinggal Deandra, dia sedang membeli minuman teh ke kantin.

"Woi, Dan! Lo kenapa?"

Wildan menoleh saat Deandra menepuk bahunya. Cowok yang tak kalah tinggi darinya itu membuka tutup botol minuman tehnya, lalu duduk di sebelahnya sambil memasang raut wajah yang bingung.

Wildan menggeleng pelan. "Gak papa."

Deandra menghembusakn napasnya, lalu meneguk minumannya beberapa kali. "Balik bareng yuk, Dan? Hmm ... tepatnya bukan bareng, sih, gue nebeng?! Hahah."

"Boleh, tapi lo yang nyetir!" jawab Wildan, tangannya bergerak mengambil minuman Deandra yang kini di simpan di hadapannya.

"Oke! Sekalian ada yang mau gue omongin sama lo," kata Deandra setelah melihat Wildan menenggak minumannya sampai habis.

Wildan mengerutkan keningnya. "Apaan?"

"Tentang Kevlar," jawab Deandra, wajahnya serius.

Di sinilah mereka sekarang, di jalan pulang menuju rumah Dean. Wildan masih terdiam setelah mendengar Deandra dengan jelasnya menceritakan semua kejadian yang dia lihat tentang adiknya. Wildan tidak menyangka, kini di hatinya hanya ada perasaan takut.

"Jadi ... lo udah tau semua?" tanya Wildan setelah beberapa menit hening.

Deandra menatap Wildan di kaca spion. "Kayaknya belum semua, sih. Lo jago juga ya, nyembunyiin masalah yang lumayan besar ini dari sekolah. Lo gak mikir apa?"

"Dean, gue bukannya nyembunyiin, tapi--"

"Tapi apa?? Gue jadi merasa dikhianati, Dan. Kalau Nazriel tau, pasti dia udah ribut sama adik lo. Semua anggota adil, Dan. Mau ke saudara jauh, ke sepupu, ke adik sekalian, semuanya kalau ada salah, ya salah. Dihukum, Dan. Sedangkan lo? Padahal lo ketuanya."

Wildan menggeleng. "Dean, please! Jangan bilang ke yang lain, ada alasannya kenapa gue gak laporin dia ke sekolah!"

"Apa? Gak mau pencitraan lo--"

"Ini bukan soal pencitraan, Dean! Gue ... gue gak laporin dia, karena gue yakin." Wildan menjeda ucapannya sejenak, "adik gue itu bisa berubah," lanjutnya.

Deandra terkekeh. "Mana bisa berubah, Dan? Kalau belum ada teguran?"

Wildan menggeleng lagi, belum ada teguran katanya? Bahkan sudah beberapakali ayah Kevlar menegurnya, namun apa? Anak itu malah tambah nakal.

Wildan menghembuskan napasnya lalu menunduk. "Lo gak ngerti, Dean. Lo gak ngerti betapa serba salahnya jadi gue ...."

Dean bergeming, matanya beralih memandang jalanan lagi, ia cukup kecewa dengan Wildan, dengan apa yang selama ini disembunyikannya.

"Lo tau, kan, rasanya sayang sama saudara? Walaupun dia gak ada ikatan darah sama sekali sama gue, gue sayang sama dia, Dean. Gue udah anggep dia kayak adik kandung gue sendiri," kata Wildan, Dean kembali menatap Wildan di kaca spion.

"Lo tadi nanya, apa gue gak mikir?? Justru gue terus-terusan mikirin ini! Dia kalau ketahuan bukan cuma dihukum di sekolah aja, tapi, di rumah juga. Lo belum tau, kan? Ayahnya Kevlar udah berubah semenjak istrinya meninggal? Dia jadi keras sama Kevlar, Dean. Gue takut," lanjut Wildan yang kini menatap Dean juga lewat kaca spion.

"Gue gak tau harus gimana?? Gue mau bantuin dia buat berhenti, tapi, lo juga belum tau, kan?" Wildan menjeda ucapannya sejenak, "dia itu benci sama gue, Dean! Dia belum nerima gue, gue harus gimana, sih?!" lanjutnya dengan nada yang tinggi.

Cacoethes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang