•12• Berulah lagi.

333 33 0
                                    

Pada akhirnya, Kevlar tetaplah Kevlar. Rasa nyaman dengan dirinya yang sekarang, membuatnya tidak mudah begitu saja untuk berubah. Semua nasihat ataupun peristiwa yang dialaminya seakan sia-sia, rata-rata hanya mampu bertahan dua jam saja lalu Kevlar kembali menjadi gila.

Terhitung sudah dua hari yang lalu semenjak kejadian setelah meminum obat yang diberikan Devan, Kevlar merasa tubuhnya menjadi lebih baik. Ditambah perasaan tenang yang masih terjaga berkat ucapan Irsyad, Kevlar nyaris akan berubah saat itu juga.

Namun saat akan terlelap, samar-samar ia melihat Devan datang kembali lalu berbicara dengan Irsyad. Dengan mata yang pura-pura terpejam, Kevlar mendengar mereka sedang membicarakan penyakit dugaan Devan yang ternyata hanya bohongan saja agar Kevlar mau diajak ke rumah sakit.

Kevlar tentu langsung kecewa, tidak hanya pada Devan tetapi pada Irsyad juga. Walau niat mereka baik, Kevlar tidak suka dibohongi, apalagi jika sudah dipercaya. Saat itu, Kevlar langsung bergegas pergi tanpa pamit pada Irsyad dan Devan yang memanggil-manggilnya untuk mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu.

"Huft ...."

Kevlar mendongak menatap pemandangan langit dari atas rooftop sekolah, lalu membuang puntung rokoknya dengan sekuat tenaga, melupakan api diujung rokok itu yang masih menyala. Sampai sekarang, memori di otaknya masih memutar-mutar kejadian dua hari yang lalu itu.

"SIAPA YANG MEROKOK DI LINGKUNGAN SEKOLAH?"

Mata Kevlar langsung melebar, ia melihat guru di bawah sana sedang memegang puntung rokok miliknya. Baru saja Kevlar akan bersembunyi, namun guru itu sudah terlanjur mendongak melihatnya.

"KEVLAR! KURANG AJAR YA KAMU! KE RUANGAN BK SEKARANG!"

Hembusan napas panjangnya langsung terdengar, Kevlar perlahan turun menuruti perintah gurunya itu. Dengan langkah yang malas ia melintasi koridor, sesekali mempercepat langkahnya saat mendengar siswi yang caper memanggil-manggil namanya. Kevlar tetap Kevlar, ia hanya cuek saja menatap lurus ke depan, tak ingin melihat wajah mereka yang menatapnya penuh binar.

"Keren kayak gitu?"

Kevlar hanya menatap jengah guru BK di hadapannya ketika sudah sampai, malas sekali rasanya harus kembali berhadapan dengan guru berkumis tebal itu. Tadi orang tuanya sudah dihubungi, namun kembali tidak merespons.

"Enggak heran sih kemarin kamu sakit, mana harus dianterin pakai mobil sekolah segala. Ternyata kelakuannya memang sudah seperti ini." Pak Fadil--Guru BK itu--menunjuk rokok milik Kevlar. "Kalau Wildan bukan ketua OSIS, mungkin sekolah tidak akan mau mengantarkanmu kemarin!"

"Ya kalau gak mau tinggal pakai gocar. Sama murid kok pilih kasih." Kevlar tertawa pelan setelahnya.

Pak Fadil langsung menggelengkan kepala. "Ke lapangan sana."

"Mau apa, Pak?"

"Ke lapangan, lepas baju, push up sampai saya suruh berhenti! Saya mau jemur kamu!" bentaknya.

Punggung Kevlar yang semula bersandar langsung menegak. "Pak--"

"Tidak menerima penolakan!"

Kevlar menelan ludah. "Di lapangan panas banget, Pak. Bersihin toilet cowok aja, gimana?"

"Mau? Kalau kamu mau, sekalian bersihin juga semua toilet yang ada di gedung sekolah ini!"

Kevlar menggeleng cepat. "Skorsing aja gimana, Pak?"

"Kevlar! Kamu pikir hukuman itu bisa ditawar?! Sudah untung saya tidak memberimu surat peringatan! Sudah untung saya masih melindungimu! Sekali kamu ulangi lagi, saya tidak akan tinggal diam untuk menemui orang tuamu secara langsung!"

Cacoethes Where stories live. Discover now