•13• Loop Termination?

440 51 0
                                    

"Makasih, Bang."

Dengan pelan Kevlar menepuk bahu Renan yang baru saja mengantarnya menuju kelas. Renan yang mengajaknya, katanya untuk membantu Kevlar agar acara berktingnya lebih totalitas lagi.

Padahal alasan sebenarnya, Renan masih merasa khawatir dengan anak itu. Jika Kevlar seorang aktor yang handal, maka kejadian saat Renan menanganinya tadi sangat totalitas sekali karena terasa nyata.

"Kev." Renan menahan tangan Kevlar yang hendak masuk. "Lo beneran gak papa, kan?" tanyanya.

Kevlar mengernyitkan dahi lalu mengangguk pelan. "Gue oke. Udah gue bilang sesak tadi itu karena push up. Serius, Bang, bukan apa-apa."

"Mimisan juga?"

Kevlar kembali mengangguk. "Gue 'kan emang gampang mimisan."

Renan menghela napas seraya melepaskan tangan Kevlar. Walau anak itu tampak serius, Renan masih khawatir, rasa tak percaya masih singgah di benaknya.

"Hahah, lo kenapa sih? Khawatir?" Kevlar malah tertawa melihat ekspresi Renan.

Renan memutar bola matanya malas, Kevlar tak pernah serius. "Khawatir lah! Udah dua kali lo dihukum terus berakhir ke UKS, dulu enggak tuh. Mana jaraknya deketan lagi. Ya, emang lo-nya juga sih yang bandel setiap hari. Absen napa absen! Bandel terus kerjaan lo!"

"Kalau jadi murid yang diem-diem aja gak seru, Bang. Bosen, hahahah." Kevlar kembali tertawa, membuat Renan jengah melihatnya.

"Terserah lo deh, semoga lo beneran gak papa. Gue mau masuk kelas dulu." Renan menepuk bahu Kevlar lalu melenggang pergi.

Kevlar menghela napas seraya mengelus dadanya pelan, rasa nyeri di dalam sana tercipta lagi. Memang, baru-baru ini Kevlar merasa dadanya terkadang sakit saat napas itu ditarik. Apalagi karena hukuman itu, dadanya jadi tiada henti merasa nyeri sejak tadi.

Sebenarnya juga yang di lapangan tadi bukan sepenuhnya berakting, Kevlar benar-benar kehabisan oksigen karena Pak Fadil menyuruhnya push up tanpa henti. Jika ia sempat mengitung, mungkin sudah lebih dari seratus kali.

Ditambah lagi cuaca panas yang menyengat, kepala Kevlar jadi terasa pening hingga mimisan dan berakhir lemas. Akhirnya Kevlar memutuskan untuk berpura-pura pingsan saja, anak itu merasa dirinya tidak bisa pingsan sungguhan.

"Kev, lo dari mana aja? Itu baju lo kenapa banyak darahnya gitu?" Gerald langsung menghampiri Kevlar yang tampak tak acuh, temannya itu malah sibuk memakai hoodie-nya untuk menutup bercakan darahnya.

Richard yang geram melihatnya pun turut mendekat. "Kev, lo kalau marah sama Irsyad, ya sama dia aja. Kenapa ke kita juga, sih? Elah, ngambekan banget lo jadi orang!"

Kevlar menoleh, tangannya dengan cepat merapikan hoodie lalu mendudukkan diri ke tempatnya. Sorot matanya masih memancarkan kekesalan memandang Gerald dan Richard, sebelum akhirnya beralih memandang sekilas pada Irsyad yang terlihat sedang fokus mencatat materi.

"Ngomong coba, jangan diem aja. Gue paling gak suka di-silent treatment gini, Kev," ujar Richard. Anak itu kembali memangkas jarak dengan Kevlar lalu mengguncang-guncang bahunya.

Fokus Irsyad akhirnya terganggu, ia menoleh memandang mereka bergantian sampai pandangannya terhenti pada Kevlar yang duduk di sebelahnya itu. Irsyad menghela napas berat, ini karenanya, dari dulu Kevlar sangat susah memaafkan seseorang jika sudah dikecewakan.

"Kev, saya harus apa biar kamu maafin saya?" tanya Irsyad. Yang ditanya masih diam saja menatap lurus ke depan, entah apa yang ada di pikirannya saat memandang papan tulis yang sudah bersih itu.

Cacoethes Where stories live. Discover now